(Arrahmah.com) – Perang Suriah yang dilakukan kaum syiah di Irak , kudeta syiah di Yaman, dan kejadian terkini peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh kalangan syiah di kawasan Masjid Az Zikra, peristiwa demi peristiwa ini harusnya menjadi pembelajaran bagi kita kaum muslim untuk melakukan persiapan secara fisik baik secara individu maupun berkelompok. Karena biasanya seseorang yang sudah terbiasa terlatih secara fisik ditambah dengan keimanan yang tinggi akan lebih siap untuk bertarung dibandingkan dengan seseorang yang sama sekali belum pernah berlatih fisik atau beladiri.
Menurut Ustad Farid Ahmad Okbah, penganut syiah di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 10 ribu orang. Tentunya mereka sudah pasti melakukan persiapan secara fisik, karena sudah berani melakukan penyerangan dengan fisik. Dengan jumlah yang sedikit saja mereka berani melakukan penyerangan, bagaimana jika jumlahnya banyak.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengalahkan pegulat terkenal bernama Rukana dan akhirnya masuk Islam. Para sahabat, misalnya Umar bin Khatab, Khalid bin Walid mereka pada masa kecilnya sudah terbiasa melakukan latihan fisik seperti naik kuda, berburu, ataupun olah raga gulat pada masa itu. Perang badarpun dimulai dengan duelnya Ali bin Abu Thalib dengan Walid bin Utbah yang berakhir dengan kemenangan Ali.
Kalau mengamati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mulai berperang pada usia 55 tahun dengan peperangan yang begitu banyak dan dahsyat, tentunya di perlukan stamina atau kebugaran fisik yang prima. Tentunya perlu semangat yang terus menerus yaitu sambil berlatih fisik juga merawat semangat untuk jihad fisabilillah. Demikian juga Ibnu Tamaiyah juga senantiasa mempersiapkan diri, suatu saat beliau berlari-lari di pegunungan di daerah Suriah, saat itu ditanya sedang apa? Beliau menjawab saya bersiap-siap jika sewaktu- waktu musuh Islam menyerang.
Saudaraku, pintu syahid adalah jihad fisabillah, sedang jihad fisabilillah membutuhkan kekuatan dan kebugaran fisik. Maka orang yang tidak berupaya memperkuat fisiknya, seolah tidak mempunyai keinginan untuk ikut dalam kafilah jihad. Orang yang tidak mempunyai keinginanan untuk ikut dalam kafilah jihad berarti tidak mempunyai keinginan untuk meraih syahadah.
Allah menegaskan pentingnya kekuatan dalam firman-Nya, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya (QS Al-Anfal :60)
Kata wa a’iddu (dan persiapkanlah) adalah kalimat perintah yang bermakna wajib.
Dari Uqbah bin Amir dia berkata: saya mendengar Rosululloh bersabda diatas mimbar: “Persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi”, ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah…3x. (Hr Muslim).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Memanah dan berkudalah, dan kalian memanah lebih aku sukai dari pada berkuda.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik daripada orang mukmin yang lemah (HR. Muslim)
Maka siapa yang meninggalkan (pengetahuan/kemampuan) memanah (di antaranya menembak) setelah ia mengetahuinya karena membencinya, maka itu adalah nikmat yang ditinggalkannya atau yang ia kufuri.
Dari Salamah bin al-Akwa’ Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah melewati kaum yang sedang berlomba memanah, siapa di antara mereka yang menang, lalu beliau bersabda: “Panahlah wahai Bani Ismail. Ismail adalah bapaknya bangsa Arab. Sesungguhnya bapak kalian adalah seorang pemanah. Dan aku bersama (menjagokan) bani fulan.”
Kemudian salah satu dari dua kelompok itu menurunkan tangannya (tidak melanjutkan), karenanya beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Kenapa kamu tidak memanah?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami memanah sementara Anda bersama mereka?” Kemudian Nabi shalawatullah wasalamuhu ‘alaihi bersabda: “Mulailah memanah dan aku bersama kalian semua.”
Beliau bersabda, “Akan ada banyak bumi yang ditaklukkan oleh kalian dan semoga Allah menolong kalian. Janganlah salah seorang kalian malas untuk bermain-main dengan anak panahnya.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan dalam hadits ini, tidak boleh meninggalkan memanah walau ia tidak memiliki hajat terhadapnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah menerangkan, “Siapa yang sampai di jalan Allah dengan satu anak panah –yakni siapa yang memanah dan mengenai musuh- maka baginya satu derajat di surga.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan dalam hadits ini, tidak boleh meninggalkan memanah walau ia tidak memiliki hajat terhadapnya.
Dan arramyu (memanah/melempar) yang ditafsirkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam ayat mencakup setiap panah yang sesuai pada setiap masa dan tempat. Memanah pada era beliau adalah dengan busur, panah dan manjanik, maka memanah yang pas pada era sekarang adalah dengan senapan dan macam-macam senjata api, bom dan rudal. Sebabnya, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan ramyu (melempar) secara global dan tidak menentukan senjata yang digunakan.
Umar bin Khatab memotivasi agar anak-anak dilatih berkuda, memanah dan berenang
Ketangkasan fisik dalam jihad
Syaikh al-Awlaki dalam nasehatnya mengatakan, “Kesehatan dan kekuatan fisik adalah bagian dari persiapan berjihad. Karena menjadi seorang mujahidin harus mampu berjalan selama berjam-jam, menempuh jarak yang sangat jauh, mendaki gunung dan bukit dan mampu berlari dengan cepat, bahkan sambil membawa perlengkapan yang berat. Di medan jihad, mereka yang fisiknya lemah hanya akan menjadi beban bagi mujahidin lainnya karena hanya akan memperlambat gerakan para Mujahidin”
Syekh Yusuf Al-Uyairi mengatakan, “Sesungguhnya ketangkasan seorang mujahid untuk lari jarak jauh dan kemampuanya untuk mencurahkan kekuatan fisik dalam waktu lama merupakan faktor utama untuk bisa bereaksi dengan bagus di lapangan. Seorang mujahid terkadang menguasai sebuah senjata, namun karena tidak memiliki ketangkasan dia tidak mampu memilih tempat yang tepat untuk menembak dan dia tidak mampu untuk memanjat dinding atau bangunan untuk melaluinya. Itu semua karena tidak adanya ketangkasan fisik. Seorang mujahid yang memiliki ketangkasan tinggi memungkinkan baginya untuk menyempurnakan pekerjaannya sebaik mungkin, hingga walaupun dia tidak menggunakan senjata, dia tetap bisa menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna. Sebab, dia mampu melakukan manuver dan mengambil tempat paling baik untuk menembak. Dia juga mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan cepat dan ringan, beban fisik tidak pernah menganggunya untuk berpikir dan berinisiatif cepat. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa, ketangkasan fisik merupakan penopang penting bagi mujahid, terkhusus untuk kasus perang kota.
Pada zaman kita, hampir semua jihad di dunia dilakukan dengan cara perang gerilya dan perang kota. Ini semua membutuhkan ketangkasan fisik yang tinggi. Maka dari itu wahai saudaraku, janganlah engkau menjadi beban bagi rekan-rekanmu! Mulailah dari sekarang untuk berlatih ketangkasan fisik yang cukup.
Jangan meremehkan masalah ketangkasan fisik ini, wahai saudaraku! Ketahuilah bahwa pahala berlatih ketangkasan fisik sangat besar apabila engkau mengikhlaskan niat dan meniatkan sebagai idad untuk jihad fisabilillah. Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Termasuk kekuatan fisik.”
Syaikh al-mujahid Yusuf Al-Uyairi mengatakan, tingkatan fisik yang wajib di capai oleh seorang mujahid adalah :
- Hendaknya dia mampu joging sejauh 10 km tanpa berhenti dengan waktu maksimal 70 menit dalam kondisi terburuk
- Hendaknya dia mampu sprint sejauh 100 m dengan kondisi waktu antara 12-15 detik
- Hendaknya dia mampu berjalan tanpa berhenti lama dengan waktu tidak kurang 10 jam
- Hendaknya dia mampu membawa beban 20 kg
- Hendaknya dia mampu merayap sejauh 50m dengan waktu masimal 70 detik
- Untuk menguji kekuatan fisik, hendaklah dilakukan latihan variasi yang memadukan jalan, jalan cepat, jogging, lari dan sprint. Seorang mujahid mulai berjalan biasa selama 2 menit, lalu berjalan cepat selama 2 menit, lalu jongging, lalu lari selama 2 menit, lalu sprint sejauh 100 m, kemudian kembli lagi berjalan biasa. Demikian, latihan ini dilakukan secara berulang-ulang tanpa berhenti hingga 10 kali.
Sebenarnya sekarang banyak sekali video latihan dari mujahidin di Suriah yang terdapat di Youtube, yang bisa menjadi acuan untuk latihan.
Untuk sekarang ini bukan hanya kebugaran fisik yang harus di latih. Idealnya seorang mujahid juga mempunyai kemampuan beladiri yang handal. Paling tidak harus mempunyai kemampuan bela diri atas misalnya karate, taekwondo, tifan, kungfu, kempo, wushu, silat dan lain-lain, juga harus mempunyai kemampuan penguasaan bela diri bawah seperti judo, gulat atau jiujitzu. Istilah sekarang mix martial art. Dan kemampuan permainan bermacam-macam senjata juga dibutuhkan. Kelebihan orang yang senantiasa berlatih fisik dan beladiri biasanya tidak memanjakan tubuhnya dan disiplin, karena terbiasa dengan memaksakan fisiknya untuk berlatih keras.
Seorang mujahid seharusnya senantiasa dilatih secara serius dan istiqomah, yang pada akhirnya menjadi kebutuhan. Sebaiknya memang dilakukan bersama-sama dengan beberapa orang, karena dengan latihan bersama akan menimbulkan kebersamaan juga menambah semangat. Untuk hasil yang maksimal dilakukan minimal dalam satu minggu dua kali, juga ditambah dengan latihan fisik. Menurut pengalaman kami, dari seratus yang berlatih biasanya hanya satu yang istiqomah.
Tentunya mempersiapkan fisik tidak boleh meninggalkan persiapan intelektual, ruhiyah atau persiapan lain yang mendukung dakwah dan jihad. Sosok mujahid sejati idealnya memang mempunyai kemampuan di segala lini, seperti yang di paparkan oleh Ibnu Qayyim mengatakan, “Diantara mereka ada orang yang menghimpun semua cara, berjalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melewati semua lembah, menjalin hubungan dengan-Nya dengan semua cara. Dia menjadikan tugas peribadatan sebagai kiblat bagi hatinya dan arah pandangan matanya dimana saja dia berada. Dia menuruti ke mana saja kebaikan melangkah, ikut ambil bagian dalam setiap bentuk kebaikan. Dimana saja ada kebaikan, orang itu pasti ada. “Jika kebaikan itu berupa ilmu, dia berada bersama orang-orang yang berilmu. Jika berupa jihad, dia berada di barisan para Mujahid.
Jika berupa shalat, dia berada bersama orang-orang yang giat shalat. Jika berupa derma dan sumbangsih bagi masyarakat umum, dia berada di deretan orang-orang yang memberi derma. Jika muraqabah (merasakan pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala), rasa cinta dan tobat kepada-Nya, maka engkau pun mendapatinya berada berada dikalangan orang-orang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertobat kepada-Nya. Dia beribadah di mana saja berada ke mana saja kakinya melangkah. Jika dikatakan kepadanya, “Perbuatan apa yang engkau inginkan? Maka dia akan menjawab. “Saya ingin melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala apapun bentuknya dan dimanapun tempatnya, apapun hasilnya, bagaimanapun konsekwensinya, menguntungkan saya maupun merugikan. Saya tidak menginginkan apa-apa kecuali melaksanakan dan menunaikan dengan merasakan pengawasan-Nya ketika melakukannya, dengan menyerahkan segenap jiwa, hati, tubuh dan sanubari kepada-Nya.
Saya telah menyerahkan dagangan saya kepada-Nya, dan menunggu Dia membayar harganya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sungguh Allah membeli jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan pahala surga. Mereka telah berperang untuk membela Islam, lalu mereka membunuh atau dibunuh. Janji pahala surga ini termaktub dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, wahai kaum mukmin, siapa saja di antara kalian yang memenuhi janjinya kepada Allah, bergembiralah kalian dengan bai’at yang telah kalian lakukan dalam perjanjian itu. Demikian itu adalah keberuntungan yang amat besar bagi para syuhada”(QS At-Taubah [9]:111)
Dialah hamba yang berjalan menuju Tuhannya dan berusaha bertaubat dengan-Nya dengan sungguh-sungguh. Diantara bukti pertaubatanya dengan Tuhan, hatinya bersatu dan terikat dengan-Nya seperti pertautan hati orang yang mabuk kepayang dengan kekasihnya, sehingga malalaikan segala hal selain kekasihnya. Didalam hatinya tidak tersisa apapun kecuali ridho Allah”
Ustadz Abu Jibril dalam salah satu ceramahnya mengatakan, “Saudaraku orang-orang kafir tidak takut dengan gelar profesor, doktor, sarjana, Lc, Hafiz Qur’an dan sebagainya, tapi mereka takut dengan Mujahidin yang terlatih, yang tidak takut mati dan siap membunuh mereka.”
Wahai saudaraku, kapan lagi kita mau berlatih fisik kalau tidak sekarang! Sudah cukup bukti kejadian di Suriah, Yaman, Irak dan sekarang syiah sudah didepan mata kita!!! Kemampuan fisik, ketangkasan fisik, kebugaran fisik, dan penguasaan beladiri adalah salah satu prasyarat utama untuk bergabung dengan kafilah jihad !!!
Penulis : Abu Azzam
(*/arrahmah.com)