RAKHINE (Arrahmah.com) – Myanmar pada Rabu (4/2/2015) mengecam seorang pejabat PBB atas penggunaan istilah Rohingya untuk menggambarkan minoritas muslim Myanmar dimana pemerintah Myanmar menyebutnya sebagai Bengali, yang menganggap mereka adalah imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin.
Sebagian besar dari 1,1 juta Muslim etnis Rohingya Myanmar tidak memiliki kewarganegaraa dan hidup dalam kondisi apartheid seperti di negara bagian Rakhine di wilayah barat negara Myanmar yang berpenduduk mayoritas Buddha.
Pemerintah menerapkan proses verifikasi kewarganegaraan yang kontroversial, yang mengharuskan Muslim Rohingya mendaftar identitas mereka sebagai Bengali.
Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, Yanghee Lee, menggunakan istilah itu bulan lalu setelah perjalanannya ke negara bagian Rakhine barat, di mana mayoritas rakyatnya kebanyakan hidup tanpa memiliki tempat tinggal.
Lee mengatakan bahwa kondisi yang “buruk” terjadi di kamp-kamp yang menampung hampir 140.000 Rohingya setelah mengungsi akibat bentrokan dengan etnis Buddha Rakhine pada tahun 2012.
Kementerian Luar Negeri Myanmar, Rabu (4/2) mengecam komentar Lee dalam siaran pers yang diterbitkan oleh surat kabar Global New Light of Myanmar.
“Terus-menerus menggunakan terminologi yang kontroversial ini akan menciptakan rintangan dalam menanggulangi isu penting ini. Penggunaan istilah tadi oleh PBB tentu akan menimbulkan rasa tidak senang rakyat Myanmar, menyulitkan pemerintah untuk mengatasi masalah ini”. Demikian yang tertulis dalam pernyataan tersebut.
Para pejabat pemerintah belum bersedia memberikan komentar atas kasus ini.
(ameera/arrahmah.com)