JAKARTA (Arrahmah.com)- Semoga angin baru kebangkitan Islam terjadi melalui gebrakan Raja Salman yang melakukan pembersihan loyalis Raja Abdullah. Kini ia dikabarkan mendekati Ikhwanul Muslimin (IM), sebagaimana analisis Hashmi Bachtiar, alumni Universitas Al-Azhar dan mahasiswa postgraduate Hubungan Internasional di Lille-Perancis yang diterima redaksi Arrahmah.com, Ahad (1/2/2015).
Raja Salman bin Abdul Aziz sebagai nakhoda baru kerajaan Saudi Arabia terus melanjutkan ‘kudeta’ di tubuh kerajaan lumbung minyak tersebut. Sebelumnya, pasca dibai’at menjadi raja menggantikan saudara tirinya Abdullah bin Abdul Aziz, Raja Salman langsung bergerak cepat dengan memilih Muhammad bin Nayef sebagai wakil putra mahkota dan memecat Khalid Al-Tuwaijri yang menjabat kepala dewan kerajaan.
Baru-baru ini Raja Salman kembali mengambil kebijakan yang membuat dirinya semakin menjadi sorotan. Raja Salman mengganti Gubernur Makkah dan melakukan perombakan besar-besaran dalam kaninet kerajaan, mungkin ini perombakan terbesar yang pernah terjadi di kerajaan Saudi Arabia. Setidaknya Raja Salman mengeluarkan 34 keputusan raja yang salah satunya pergantian kabinet.
Perombakan kabinet tersebut sangat jelas tujuannya yaitu membersihkan loyalis Raja Abdullah dan menggantinya dengan sosok yang dipercaya oleh Raja Salman. Sebut saja menteri pertahanan yang baru, sekarang dijabat oleh Muhammad bin Salman yang merupakan anaknya sendiri. Kemudian menteri dalam negeri, dijabat oleh Muhammad bin Nayef bin Abdul Aziz, yang sebelumnya dipilih menjadi wakil putra mahkota.
Keputusan lainnya adalah memberi ampunan kepada tahanan politik, yang merupakan pantangan dalam kerajaan. Selama ini Saudi Arabia selalu menempatkan oposisi kerajaan sebagai musuh berbahaya, tetapi Raja Salman malah memberi ampunan, semakin membuat penasaran kemana arah politik raja baru tersebut.
Sebenarnya membaca arah politik Raja Salman tidaklah terlalu sulit. Dengan kebijakannya akhir-akhir ini sudah terlihat, baik itu arah politik dalam negeri maupun kawasan dan internasional. Dari komposisi kabinet yang baru dipilih dan orang-orang terdekat raja Salman juga bisa dikuak, kemana kapal kerajaan tersebut akan berlayar.
Di dalam kerajaan, Raja Salman dibantu oleh dua orang terdekatnya dalam melakukan operasi pembersihan loyalis Abdullah. Pertama adalah Muhammad bin Nayef yang dipilih sebagai wakil putra mahkota.
Muhammad bin Nayef selama ini dikenal dekat dengan petinggi Turki dan mempunyai sejarah buruk dengan Khalifa bin Zayed presiden Uni Emirat Arab. Mungkin inilah alasan mengapa Erdogan menunda lawatannya ke Somalia dan memilih terbang ke Riyadh ikut prosesi pemakaman Abdullah. Sedangkan Bin Zayed presiden Uni Emirat Arab memilih tidak hadir dengan alasan tidak jelas.
Sosok kedua adalah Muhammad bin Salman. Tidak tanggung-tanggung, Muhammad bin Salman diberi tiga jabatan penting sekaligus, yaitu sebagai menteri pertahanan, kepala dewan kerajaan dan kepala urusan ekonomi dan pembangunan. Dua sosok inilah yang membantu pembersihan loyalis Abdullah ditubuh kerajaan.
Untuk Raja Salman sendiri, dirinya dikenal dekat dengan Tamim bin Hamed, amir kerajaan Qatar. Raja Salman dikenal sudah lama memiliki hubungan baik dengan kerajaan Qatar. Terlihat ketika kudeta di Mesir terhadap Muhammad Mursi, Raja Salman bersama Qatar menentang aksi kudeta tersebut, namun Raja Salman tidak bisa berbuat banyak terbentur oleh Raja Abdullah yang waktu itu salah seorang pendukung kudeta. Sosok Raja Salman sangat dibenci Uni Emirat Arab, konon issue kesehatan Raja Salman bermasalah bermula dari negara tersebut.
Raja Salman sangat paham posisinya saat ini, kemungkinan buruk bisa saja terjadi terhadap pemerintahannya. Bagi loyalis Abdullah di istana, yang dilakukan Raja Salman bukanlah reformasi, tetapi kudeta yang tentu menimbulkan badai di internal kerajaan. Apalagi mengingat yang memusuhinya bukan saja dari internal kerajaan, tetapi juga dari kawasan dan internasional.
Setidaknya saat ini Raja Salman memiliki tiga musuh berbahaya. Yang pertama adalah Khalid Tawajiri, mantan kepala dewan kerajaan. Kedua Bendar bin Sulthan, mantan kepala kemanan nasional dan ketiga Khalifah bin Zayed presiden Uni Emirat Arab.
Tiga nama tersebut jauh sebelum Abdullah wafat sudah menyusun strategi agar Raja Salman tidak naik tahta, namun sayang sebelum misi selesai, Abdullah wafat. Rencana tinggal rencana Raja Salman tetap naik tahta.
Maka wajar Raja Salman bergerak cepat membersihkan istana sebelum melakukan manuver politik lebih jauh. Contoh sikap Saudi Arabia terjadap kasus kudeta di Mesir dan kasus Palestina. Belum lagi konspirasi Barat yang harus dihadapi Raja Salman, jika dirinya melakukan langkah politik yang membahayakan Barat yang sejak lama menjadi ‘tamu istimewa’ di Saudi Arabia.
Mendekat IM
Kedekatan Raja Salman dengan kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) juga menjadi catatan penting dalam membaca arah politik Raja Salman. Rasyid Al-Ghanusy adalah tokoh Ikhwanul Muslimin yang turut hadir dalam prosesi pemakaman Abdullah bersama Erdogan. Ini tentu tanda bahwa Raja Salman membuka pintu pembicaraan dengan kelompok tersebut, namun banyak kalangan memperkirakan sebenarnya mereka sudah memiliki hubungan dekat.
Beberapa media menurunkan berita bahwa Saudi Arabia waktu pemerintahan Abdullah meminta PM Inggris David Cameron melakukan penyelidikan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslimin yang bermukim di sana dengan tuduhan teroris. David Cameron menyanggupi permintaan Abdullah sebagai sahabat. Namun setelah penyelidikan dilakukan, Inggris tidak menemukan tudahan tersebut, tetapi Inggris belum melaporkan hasil penyelidikan tersebut takut Abdullah kecewa. Mungkin saat ini waktu yang tepat bagi Inggris untuk melaporkan hasil penyelidikan tersebut kepada pemerintah Saudi Arabia, lapor pejabat tinggi kementrian luar negeri Inggris.
Politik Mesir
Kurang lengkap berbicara timur tengah tanpa membahas Mesir. Berita teranyar Raja Salman telah memecat Dubes Saudi Arabia untuk Mesir, Ahmad bin Abdul Aziz Qattan. Dubes Qattan dikenal sebagai kurir kerajaan Saudi Arabia untuk pemerintah kudeta Abdel Fattah As-sisi.
Pemecatan tersebut signal dari Raja Salman bahwa politik Saudi Arabia akan berubah terhadap Mesir. Bisa jadi Raja Salman menghentikan bantuan untuk Mesir, atau masih memberikan bantuan tapi dengan syarat yang harus dipenuhi Mesir. Syaratnya apa? Mungkin kesepakatan poros baru nanti Ankara-Riyadh-Doha yang bisa menjawab.
Sepak terjang Raja Salman ini tentu mendapat dukungan kuat dari rakyat Saudi Arabia, bahkan muslim internasional yang melihat selama ini Saudi Arabia seperti raksasa ompong, makanpun harus disuapkan bubur oleh Amerika. Raja Salman diharapkan menjadi penerus raja Fahd yang mementingkan negaranya dan umat muslim dari pada Barat.
Mungkin benar yang dilakukan Salman adalah kudeta, kudeta terhadap kepentingan Barat, kudeta yang didukung Rakyat Saudi Arabia. (adibahasan/arrahmah.com)