JAKARTA (Arrahmah.com) – Sejumlah pandangan pro kontra mewarnai penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang. Yang setuju merasa lega, hukum Allah telah ditegakkan. Lega para penghujat Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam yang nota bene adalah penghina Islam juga itu telah menerima ganjaran yang seharusnya mereka terima. Sementara mereka yang mengecam intinya adalah bahwa penyerangan ini adalah tindakan biadab.
Padahal Charlie Hebdo dengan bebasnya berulang kali menampilkan karikatur satir menghina Islam, dengan anggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah semata wujud dari kebebasan berekspresi dan berpendapat. Kebebasan yang pada kenyataannya malah menghina keyakinan suci umat Islam. Seakan, umat Islam tidak diperbolehkan mengekspresikan rasa marahnya, pun ketika Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam dihina. Sementara yang memiliki hak untuk mengekspresikan rasa marah hanyalah Barat.
Namun sejatinya, semua kecaman tak lebih hanya menggambarkan perilaku orang-orang kafir yang senantiasa menggunakan standar ganda. Lihat fakta dan datanya, di satu sisi mata dan mulut mereka berteriak keras memberikan kecaman atas penyerangan Charlie Hebdo, di saat yang bersamaan mereka menutup mata, telinga, dan mulutnya atas penyerangan Amerika terhadap anak-anak, masyarakat sipil dan perempuan dan di Irak, Afghanistan, Pakistan, dan Palestina yang hingga saat ini masih terus berlanjut dan telah menghilangkan jutaan nyawa umat Islam. Belum lagi kebiadaban rezim syiah Bashar Assad terhadap kaum Muslimin yang telah membunuh ratusan ribu jiwa.
Terkait, Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman mempertanyakan sikap sebagian dari kalangan umat Islam yang menghina aksi umat Islam yang membunuh para penghina agama Allah dan penghina Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam.
“Mengapa mereka malah menghina orang Islam dan membela orang kafir?” tanya Wakil Amir Majelis Mujahidin ini.
Ustadz Abu Jibril juga mempertanyakan sikap para pemimpin dunia bersama konon 3,7 juta warga yang melakukan aksi solidaritas untuk matinya 12 orang, sementara bungkam terhadap pembunuhan massal terhadap kaum Muslimin di negeri-negeri Muslim.
“Pertanyaannya kenapa pembaintaian kaum muslimin di Irak, Suriah, dan negeri-negeri Muslim, para peminpin dunia ini tidak tampil, kemana mereka?”
Berbicara via telepon kepada arrahmah.com Selasa pagi, dia menjelaskan bahwa penyerangan terhadap kantor majalah penghina Islam itu adalah bentuk pelaksanaan syariat Allah yang telah baku dan tidak akan berubah selamanya karena suatu hal atau kondisi.
Penyerangan yang diajungi jempol oleh kalangan mukmin mujahid ini juga dinilai oleh Ustadz Abu Jibril sebagai menggentarkan orang-orang kafir.
“Goncang, ketakutan mereka bertambah. Yang paling ditkuti oleh orang kafir adalah mukmin mujahid,” tukasnya.
Lantas Ustadz Abu Jibril menyitir sebuah firman Allah untuk sama-sama direnungi dan diamalkan, bahwa orang kafir dan munafik lebih takut kepada orang mukmin dibanding kepada Allah. Ini ditegaskan Allah dalam Al Quran Surah Al Hasyr ayat 13.
“Wahai kaum mukmin kalian lebih ditakuti oleh orang-orang munafik daripada Allah. Demikian itu karena orang-orang munafik adalah orangorang yang tidak memahami beratnya azab Allah.”
Bagi mereka yang masih meragukan akan bolehnya berntindak individu untuk membunuh para penghina Nabi yang juga notabene mereka penghina Islam, Ustadz mempersilahkan membaca riwayat berikut ini
Dalam kitab Bulughul Maram dan syarahnya, Subulus Salam pada bab qitalul jani wa qotlul murtad dikemukakan hadits riwayat Abu Dawud dan An-Nasaai, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no 3665,
حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ أَعْمَى كَانَتْ لَهُ أُمُّ وَلَدٍ تَشْتُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيهِ فَيَنْهَاهَا فَلَا تَنْتَهِي وَيَزْجُرُهَا فَلَا تَنْزَجِرُ قَالَ فَلَمَّا كَانَتْ ذَاتَ لَيْلَةٍ جَعَلَتْ تَقَعُ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَشْتُمُهُ فَأَخَذَ الْمِغْوَلَ فَوَضَعَهُ فِي بَطْنِهَا وَاتَّكَأَ عَلَيْهَا فَقَتَلَهَا فَوَقَعَ بَيْنَ رِجْلَيْهَا طِفْلٌ فَلَطَّخَتْ مَا هُنَاكَ بِالدَّمِ فَلَمَّا أَصْبَحَ ذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَمَعَ النَّاسَ فَقَالَ أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلًا فَعَلَ مَا فَعَلَ لِي عَلَيْهِ حَقٌّ إِلَّا قَامَ فَقَامَ الْأَعْمَى يَتَخَطَّى النَّاسَ وَهُوَ يَتَزَلْزَلُ حَتَّى قَعَدَ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا صَاحِبُهَا كَانَتْ تَشْتُمُكَ وَتَقَعُ فِيكَ فَأَنْهَاهَا فَلَا تَنْتَهِي وَأَزْجُرُهَا فَلَا تَنْزَجِرُ وَلِي مِنْهَا ابْنَانِ مِثْلُ اللُّؤْلُؤَتَيْنِ وَكَانَتْ بِي رَفِيقَةً فَلَمَّا كَانَ الْبَارِحَةَ جَعَلَتْ تَشْتُمُكَ وَتَقَعُ فِيكَ فَأَخَذْتُ الْمِغْوَلَ فَوَضَعْتُهُ فِي بَطْنِهَا وَاتَّكَأْتُ عَلَيْهَا حَتَّى قَتَلْتُهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا اشْهَدُوا أَنَّ دَمَهَا هَدَرٌ *. (أبو داود).
Dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya ada seorang laki-laki buta yang mempunyai ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari tuannya) yang biasa mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan merendahkannya. Laki-laki tersebut telah mencegahnya, namun ia (ummu walad) tidak mau berhenti. Laki-laki itu juga telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Hingga pada satu malam, ummu walad itu kembali mencaci dan merendahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu lalu mengambil pedang dan meletakkan di perut budaknya, dan kemudian ia menekannya hingga membunuhnya. Akibatnya, keluarlah dua orang janin dari antara kedua kakinya. Darahnya menodai tempat tidurnya. Di pagi harinya, peristiwa itu disebutkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan orang-orang dan bersabda : “Aku bersumpah dengan nama Allah agar laki-laki yang melakukan perbuatan itu berdiri sekarang juga di hadapanku”. Lalu, laki-laki buta itu berdiri dan berjalan melewati orang-orang dengan gemetar hingga kemudian duduk di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita itu biasa mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Aku mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara. Wanita itu adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan merendahkanmu. Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di perutnya dan aku tekan hingga aku membunuhnya”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saksikanlah bahwa darah wanita itu hadar / sia-sia” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4361, An-Nasaa’iy no. 4070, dan yang lainnya; shahih].
Penjelasan darahnya itu hadar, maksudnya darah perempuan yang mencaci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sia-sia, tak boleh ada balasan atas pembunuhnya dan tak boleh dikenakan diyat/ tebusan darah. Jadi darahnya halal alias halal dibunuh.
Akhirnya Ustadz Abu Jibril menekankan pentingnya umat Islam bersatu padu saling tolong untuk izzul Islam wal Muslimin, sembari mengutip ayat Al Quran Surah Al Anfal ayat 73
“Orang-orang kafir satu dengan lainnya saling tolong menolong. Wahai kaum mukmin, jika kalian satu dengan lainnya tidak saling tolong menolong, maka akan muncul kekacauan dalam barisan kalian dan kerusakan yang besar di muka bumi.” (azm/arrahmah.com)