JAKARTA (Arrahmah.com) – Kebijakan impor pemerintah di era pemerintahan Jokowi tak beda jauh dengan pemerintahan SBY. Mulai dari impor pangan, bahkan kini impor kapal dari China.
Pengamat Geopolitik Ekonomi Global Future Institute, Hendrajit mengatakan, pasca reformasi seiring kejatuhan pemerintahan Soeharto, ada empat masalah hulu melemahnya sistem negara ini terutama yang paling krusial adalah pengelolaan sumber daya alam dibawah kendali swasta, termasuk membuka kran impor sebebas-bebasnya.
“Saat ini impor sudah menjadi sebuah ideologi yang tak lepas dari skema Neoliberalisme,” cetus Hendrajit.
Tak hanya kebebasan impor, pintu liberalisasi ekonomi juga masuk secara deras terutama dalam aspek privatissi BUMN, begitu pun liberalisasi di sektor keuangan. Masalah hulu berikutnya adalah perubahan aturan-aturan negara dan produk hukum perundang-undangan yang justru menjadi payung kendali bagi asing terutama di sektor-sektor strategis. Hendrajit juga menyorot efektivitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depan, dimana sistem negara ini pasca reformasi jutsru berpotensi korupsi, sehingga muncul adanya mafia hulu, mafia pengadaan dan mafia hilir.
Dan, masalah hulu yang membuat lemahnya negara saat ini juga terkait dengan aspek sosial budaya, dimana semakin kuatnya internalisasi nilai- nilai asing yang diterapkan ke masyarakat mulai dari pola pikir sampai gaya hidup, termasuk adanya kolaborasi mafia Berkeley.
“Contohnya ketika Pertamina di era Karen mencoba terobosan untuk mengatasi kapasitas produksi dengan joint venture dengan Saudi Aramco dan Petroleum Corporation. Tapi ini by desain oleh pemerintah agar impor dikondisikan sehingga tercipta ketergantungan dalam sektor migas supaya kedaulatan migas kita dilemahkan. Sekarang ini menjadi kenyataan, kita tergantung impor minyak dari 16 negara,” tandas Hendrajit. (azm/fastnews/arrahmah.com)