PADANG (Arrahmah.com) – Lanjutan sidang kriminalisasi terhadap Da’i Mentawai, Farhan Muhammad dan Mayarni Mzen di Pengadilan Negeri Padang Sumatera Barat, Kamis (4/12/2014) adalah mendengarkan kesaksian dari keluarga korban yakni anak-anak Mentawai. Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum bisa menghadirkan saksi dengan alasan cuaca yang tidak bagus, jadi mereka tidak bisa datang ke persidangan, dan sidang ditunda Kamis pekan depan.
Mendapati itu, penasehat hukum Farhan, Miko Kamal SH menegaskan kepada hakim demi kepentingan terdakwa agar jaksa betul betul bisa menghadirkan para saksi Kamis pekan depan (11/12/2014),
“Karena terdakwa sudah ditahan selama 6 bulan,” terang Miko
Sementara itu, selama sidang berlangsung sejumlah orang dari forum Mentawai bersatu dan Ormas Islam melakukan aksi damai dan orasi. Hadid, salah seorang pemuda Mentawai dalam orasinya menyatakan agar jangan memecah belah masyarakat Mentawai yang telah puluhan tahun hidup berdampingan.
Kata dia bagi keluarga di Mentawai, hidup dengan berbeda agama adalah hal yang biasa, “Kami hidup dengan penuh kedamaian.”
“Kenapa kemudian Ramses/Farhan ini harus ditahan? Padahal dia ingin menyekolahkan adik adiknya, di Jakarta, dengan izin orang tua dan kepala dusun. Di Surat Aban( Sikakap) SD saja jarang,” tambahnya.
Telah diwartakan, Farhan Muhammad Da’i Mentawai yang dikriminalisasi. Farhan alias Ramses Saogo dan Mayarni Mzen ditangkap pada tanggal 25 Juni 2014 karena membawa anak-anak dari mentawai, Sumatera Barat untuk disekolahkan di Jakarta. Anak-anak ini di bawa oleh Farhan Muhammad sedangkan Mayarni Mzen mencari penderma atau donatur. Semua anak-anak tersebut masih memiliki hubungan darah dengan Farhan, bahkan salah satu diantaranya adalah adik kandung terdakwa.
Para orang tua anak-anak tersebut juga sudah menyetujui anak-anaknya dibawa oleh Farhan, karena berharap mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik kedepannya. Para orang tua sadar dan tahu kalu anak-anak mereka akan disekolahkan di pondok pesantren di Jakarta, kata Fitri Yeni yang juga Direktur Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Sumatera Barat.
Bahkan ada salah satu orang tua anak-anak ini berujar “Biarlah mereka belajar di sekolah Pesantren daripada dikampung tidak sekolah, nanti kelak sudah besar biarkan mereka memilih agama yang mereka yakini; dimana persetujuan orang tua anak-anak tersebut dibuat secara tertulis,” cerita Fitri. (azm/arrahmah.com)