BERLIN (Arrahmah.com) – Seruan oleh politisi di partai yang berkuasa di Jerman untuk memberlakukan pelarangan terhadap niqab atau burqa telah memicu kritik dari para pemimpin agama dan politisi lainnya.
“Burka adalah masalah kami yang paling kecil,” ujar Aiman Mazyek, ketua Dean Pusat Muslim Jerman mengatakan kepada surat kabar Bild German.
Mazyek mengomentari saran yang dibuat oleh Julia Klockner, wakil kepala Uni Demokratik Kristen Kanselir Angela Merkel (CDU) di Rhineland-Palatinate pada Senin (1/12/2014) lalu.
Dalam proposalnya, Klockner menuntut larangan penggunaan Niqab di tempat umum, sama dengan yang diterapkan di Perancis, seperti dilansir OnIslam pada Rabu (3/12).
Berbicara kepada harian Jerman Rheinische Post, ia mengklaim bahwa burqa “tidak berdiri untuk keragaman agama, namun sebagai gambar untuk merendahkan perempuan”.
Sarannya ini langsung ditolak oleh para politisi Jerman dan pemimpin agama.
Dalam hal ini, Joachim Herrmann, Menteri Dalam Neri Bavaria dari Uni Sosial Kristen (CSU) menggambarkan seruan Klockner untuk pelarangan burqa “di luar proporsi”.
Hal senada diungkapkan oleh politisi Partai Green, Omid Nouripour. Ia berpendapat bahwa larangan tersebut hanya akan menyebabkan para suami (Muslim) tidak mengizinkan istri mereka keluar rumah.
“Itu tidak membantu siapa pun,” ujarnya.
Para pemimpin gereja juga mengkritik proposal.
“Meskipun melihat wanita mengenakan burqa mungkin membuat beberapa orang merasa tidak nyaman, ini bukan alasan untuk terburu-buru mengubah hukum,” ujar Petra Bosse-Huber, uskup gereja Protestan di Jerman.
Mazyek, ketua Dewan Pusat Muslim Jerman menunjuk masalah integrasi di Jerman sebagai kasus yang lebih mendesak.
“Pertama kita harus menyingkirkan diskriminasi,” ungkapnya.
Muslim di Jerman berjumlah antara 3,8 hingga 4,3 juta jiwa yang membentuk sekitar 5 persen dari total 82 juta penduduk, menurut studi terbaru.
Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa setelah Perancis dan Islam menjadi agama terbesar ketiga setelah Protestan dan Katolik.
Burqa telah menjadi pusat perdebatan sengit sejak Perancis melarang pemakaiannya di tempat umum. Beberapa negara Eropa seperti Spanyol dan Belgia juga tengah memperdebatkan hal serupa. (haninmazaya/arrahmah.com)