JAKARTA (Arrahmah.com) – Pasca hadirnya wakil Duta Besar Iran dalam puncak perayaan Tabuik di kota Pariaman pada Rabu (12/11), masyarakat Padang menjadi gusar. Yang terparah “duta majusi syiah itu menawarkan program “sister city” (kota kembar) antara Pariaman dan kota Qum di Iran,” sebagaimana dilaporkan harian Pariaman Ekspress Kamis (13/11).
Sontak Muslimin Sunni Padang pasang badan dengan adanya geliat iranisasi Kota Pariaman. Namun, masyarakat awam nampaknya masih belum paham mengapa Iran tak boleh menodai Sumatera Barat. Dengan demikian, untuk membangun kewaspadaan atas kesesatan syiah, berikut alasan mengapa Kota Qum haram menjadi kota kembaran Pariaman tercinta, sebagaimana dipaparkan Ustadz Fairus Ahmad, Lc dalam Salam-Online, Sabtu (15/11).
Kota bejat bernama Qum
Kerusakan “kota-kota suci” Iran ternyata erat kaitannya dengan para Mullah (tingkatan ulama Syiah, red). Sebab hanya para Mullah itulah yang dapat masuk ke pusat-pusat pendidikan yang dikhususkan untuk gadis-gadis, meski pada dasarnya mengajar di tempat-tempat tersebut terlarang bagi laki-laki di kota Qum. Begitu juga dengan pusa-pusat kesehatan, rumah sakit dan tempat-tempat wisata yang dikhususkan buat wanita, banyak dijumpai para Mullah berjalan-jalan dengan bebasnya seakan mereka adalah kelompok orang yang telah dihalalkan atas semua wanita yang masuk ke tempat-tempat tersebut.
Bahkan kerusakan di kota Qum jauh melebihi kerusakan kota Teheran yang merupakan kota yang lebih terbuka di banding Qum.
Angka bunuh diri di kalangan wanitanya dengan jalan minum racun sangatlah tinggi, dan hal itu disebabkan oleh beban mental yang banyak dirasakan oleh para wanita dan gadis-gadis yang tinggal di kota itu sebagai dampak dari situasi yang telah memaksa mereka dan juga cara-cara yang diterapkan oleh “syurthatul akhlaqil hamidah”, yaitu polisi penegak akhlak terpuji di bawah kekuasaan para Mullah.
Kondisi kejiwaan inilah yang di saat tertentu dapat memicu tindak kejahatan dari kaum laki-laki Iran untuk melakukan penculikan dan pemerkosaan, bahkan tak jarang berakhir dengan dibunuhnya sang korban karena takut dilaporkan. Dan sebagian wanita dan gadis korban perkosaan pun tak jarang yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena malu dengan apa yang menimpanya.
Nyatanya, wanita di kota Qum selalu dalam risiko penghinaan dan pelecehan seksual, khususnya yang dilakukan oleh kalangan pelajar agama syiah di Hauzah. Setiap kali mereka melihat wanita atau gadis yang sedang berada di jalan, maka buru-buru mereka membuka percakapan dengannya tentang nikah mut’ah, bahkan sedikit pun mereka tidak membuka ruang tanya jawab meski si wanita atau gadis tersebut merasa keberatan. Hal itu disebabkan apa yang mereka inginkan adalah perkara yang disyari’atkan dan telah ditegaskan oleh pemerintah, di samping mut’ah dalam keyakinan mereka adalah perbuatan terpuji dan telah diwasiatkan oleh para Imam mereka sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab Imam mereka.
Karena itulah wanita-wanita di Qum harus menanggung penghinaan dan pelecehan seksual ini dari para Mullah, pemuda dan juga kaum laki-laki. Mereka hanya mempunyai dua pilihan; tetap tunduk dengan aturan itu atau hidup dalam situasi kepahitan jiwa.
Sebagian besar kehidupan rumah tangga di kota Qum juga mengalami kegagalan, karena kebanyakan dari mereka hidup dengan tetap menjalani kebiasaan dan mengikuti adat yang menguasai di kota itu. Adat kebiasaan ini kadang bertentangan dengan tingkat pengetahuan dan sosial mereka, dan adat inilah yang sering kali mendorong kaum laki-laki untuk melakukan mut’ah, sebab mereka meneladani para Mullah. Dan sebaliknya banyak para istri yang kemudian membalas perbuatan suaminya dengan menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Inilah yang menyebabkan kehidupan rumah tangga mereka berakhir dengan kegagalan, lalu dilanjutkan dengan perceraian. Menurut penelitian tentang keadaan sosial di kota Qum, ternyata angka perceraian di kota itu menduduki peringkat terbesar kedua di negara Iran.
Seperti diketahui bahwa pengadilan yang khusus menangani kasus-kasus perdata di Iran dilaksanakan dengan perantara hakim-hakim yang selalu memotivasi para wanita dan gadis untuk melakukan perceraian, dan segera setelah perceraian itu mereka dipindahkan ke Yayasan-yayasan sosial dengan dalih menolong mereka agar cepat mendapatkan pekerjaan. Namun pada kenyataannya mereka terjebak dalam perangkap para Mullah untuk dijadikan budak dengan alasan mut’ah. Yayasan Az-Zahra termasuk Yayasan paling terkenal yang menjadi tempat tinggal para janda dan tempat bersenang-senangnya para Mullah dan para pelajar agama di Hauzah yang sangat menginginkan berbuat mesum atas nama mut’ah.
Sampai ada hal yang sangat sulit dipercaya, dikatakan ada data yang tidak resmi menegaskan bahwa kota Qum telah mencatat angka tertinggi dalam masalah aborsi dengan cara yang tidak diatur oleh undang-undang, sehingga amat mustahil bila dalam sehari tidak ditemukan janin-janin yang telah dibuang di tempat-tempat sampah atau selokan air.
Kerusakan kota Qum tidak hanya itu. Kerusakan-serusakan lain juga telah mencatat angka yang sangat tinggi seperti pertikaian dan perkelahian antar kelompok dan perorangan yang menyebabkan menumpuknya korban luka-luka di rumah sakit Nakui di Qum setiap harinya. Salah satu kawasan yang sering jadi tempat terjadinya perkelahian adalah di jalan Bajik.
Kota Qum juga mencatat angka tertinggi kedua penderita AIDS. Demikian juga dengan angka pecandu kokain jenis “crack”, tercatat bahwa satu dari tiga orang di kota Qum adalah pecandu opium.
Kota Qum juga tercatat sebagai kota yang paling banyak menggunakan minuman keras oplosan. Ini jenis miras yang mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian atau hilangnya penglihatan, sebagaimana pernah terjadi dalam peristiwa peringatan “Iedun Nairuz”.
Sedang kondisi mata pencaharian masyarakat dan tingkat kemiskinan di kota Qum juga sangat memprihatinkan. Angka kemiskinan dan kelaparan di kota ini sukar bisa dipercaya. Tapi nyatanya banyak masyarakat di kota ini yang sulit bahkan sekadar melindungi diri mereka dari cuaca dingin yang ekstrem atau musim panas yang menyengat. Makanan mereka sehari-hari adalah roti dan air, dan agak lebih baik sedikit adalah makaroni. Sering kali orang tua mereka menyaksikan kematian anak-anaknya di depan mata mereka karena ketidakmampuan berobat, bahkan mereka juga tidak memiliki kartu jaminan kesehatan.
Di antara keluarga-keluarga miskin di kota Qum juga sangat banyak yang mempekerjakan anak-anak kecil mereka di pabrik pembuatan batu bata dari malam hingga siang hari untuk sekadar bertahan hidup.
Pemandangan seperti ini berlangsung di tengah banyaknya Mullah yang hidup dalam kondisi serba mewah yang dihasilkan dari kekuasaan mereka atas proyek-proyek ekonomi dan kepemilikan saham pada banyak perusahaan-perusahaan besar. Mereka dapatkan bagian itu dari apa yang dinamakan harta “humus”, yaitu berhak atas 5% dari harta yang diambil dari para pengikutnya. Harta humus ini bisa mencapai milyaran Tuman dalam setahunnya sehingga memungkinkan para Mullah memiliki bangunan-bangunan istana di kawasan elit seperti Salarie, Amin Boulvare dan lain-lain, di samping kepemilikan mereka atas rumah-rumah mewah di kawasan Niavaran, utara Teheran.
Na’udzubillahi min dzalik. Tentu sebagai Muslim kita tidak rela jika sepetak bumi Pariaman dinodai kebejatan serupa yang terjadi di kota Qum Iran. Oleh karena itu, kaum Muslimin, mari kita sadari hakikat kesesatan syiah ini dan jagalah orang-orang terkasih di sekitar kita agar berkuat-kuat aqidah, sehingga tidak terjamah setan bernama syiah laknatullah. Semoga Allah subhanahu wata’ala membalikkan hati pihak Pemerintah Daerah Kota Pariaman agar bulat keberpihakan kepada Ahlus Sunnah wal jama’ah dan menolak rencana program kota kembar tersebut. Aammiin yaa Robbal ‘aalamiin. (adibahasan/arrahmah.com)