PARIAMAN (Arrahmah.com) – Apakah Anda mengenal istilah tabuik? Di dalam Wikipedia, tabuik dijelaskan sebagai perayaan lokal dalam rangka memperingati hari Asyura, yakni peristiwa gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman. Dengan demikian, Tabuik merupakan ritual dari ajaran syiah, namun sayangnya ini tetap dilestarikan masyarkat awam, bahkan dianggap sebagai kearifan lokal oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Padang, sebagaimana perayaan yang diliput Padang Ekspres (PE), Selasa (12/11/2014).
Pada Festival Tabuik masyarakat menampilkan kembali “drama” Pertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa juga dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut.
Maka sudah tidak diragukan lagi bahwa budaya Tabuik hubungannya sangat erat dengan tradisi kaum syiah. Terbukti dengan terus hadirnya wakil Duta Besar Iran dalam puncak perayaan Tabuik di kota Pariaman kemarin (12/11), lansir PE. Yang terparah “Duta Majusi Syi’ah ini melancarkan misi Syi’ahisasinya dengan menawarkan program kota kembar antara Pariaman dan kota Qum di Iran,” sebagaimana diprihatinkan pengguna Facebook dengan akun Abu Sholeh Al-Anshary pada Rabu (13/11).
“Sebagai warga Padang, tentu saja hal ini sangat berbahaya sekali bagi aqidah Ummat Islam khususnya Pariaman,” ujar Abu Sholeh selaku sesama warga Padang. Selain itu, hal ini seolah menjadi pendukung dari semakin merajalelanya praktik-praktik kemusyrikan di Pariaman, seperti mendatangi kuburan Syeikh Burhanudin demi mengharapkan berkah serta berdoa di kuburannya, sebab ini juga ritual yang sangat didukung oleh kaum syiah. Inilah peluang besar bagi majusi syiah untuk melancarkan misinya menyebarkan agama syiah di Pariaman yang harus diwaspadai Kaum Muslimin.
Sangatlah mengherankan, mengapa budaya-budaya seperti ini, yang tidak ada hubungannya dengan Islam dilestarikan oleh pemerintah daerah? Bahkan sengaja mereka memberinya berbagai macam istilah pengganti dengan sebutan wisata religius atau pun kearifan lokal. Apakah iranisasi sudah sedemikian kuatnya di Pariaman?
“Tentu saja ini merupakan kewajiban para ulama dan para da’i untuk menghadang semua makar kaum syiah di Sumatera Barat khususnya Pariaman. Jangan sampai kita kecolongan dengan serangan masif kaum syiah ini. Tidak ada sedikit pun keuntungannya bagi Kaum Muslimin dengan keberadaan mereka di Ranah Minang,” pungkas Muslim Padang itu. (adibahasan/arrahmah.com)