JAKARTA (Arrahmah.com) – Kartu Sakti Jokowi yang menjadi salah satu andalan kampanye dalam Pemilu 2014 lalu kini berbuah polemik. Tiga kartu yang baru diluncurkan awal pekan ini yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) menuai kritik keras dari berbagai pihak. Baik parlemen maupun kalangan akademisi.
Terkait hal itu Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) Yusril Ihza Mahendra mengkritik keras penerbitan tiga kartu saki Jokowi lantaran tidak memiliki payung hukum yang jelas. “Mengelola negara tidak sama dengan mengelola warung atau rumah tangga,” kritiknya keras, dikutip dari Inilah.com Sabtu (8/11/2014)
Kritik Yusril memang kontekstual. Hingga kartu andalan Jokowi diluncurkan, payung hukum atas kartu tersebut belum ada. Penjelasan pemerintah melalui Menko Pembangunan Manusia dan Kebudaaan Puan Maharani, tentang payung hukum tersebut, seperti bakal diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) dan Keputusan justru tidak tepat. “Puan Maharani jangan asal ngomong kalau tidak paham tentang sesuatu,” sebut Yusril.
Menurut dia Inpres dan Keppres tidak lagi masuk dalam hierarkri sistem perundang-undangan di Indonesia. Kedua hal tersebut pernah menjadi instrumen hukum saat era Soekarno dan Soeharto. “Saat reformasi, tidak lagi digunakan lagi, Inpres hanyalah perintah biasa dari Presiden dan Keppres hanya untuk penetapan seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat,” sebut mantan Mensesneg ini.
Yusril mengingatkan agar Jokowi tidak tersandung persoalan aturan hukum. Ia menyebutkan Presiden pertama Soekarno merupakan tokoh besar, namun tersandung dengan persoalan hukum yang ia buat sendiri. Dia mengingatkan agar Jokowi tak mengulangi kesalahan Bung Karno.
“Presiden Jokowi jangan mengulangi lagi kelemahan itu. Demikian pandangan dan nasihat saya. Semoga ada manfaatnya bagi Presiden dan bagi kita semua seluruh rakyat,” tutupnya. (azm/arrahmah.com)