Bandung (armnews) – Proses pertobatan Ahmad Sayuti berlangsung cepat. Lelaki yang tampak uzur ini tampak tenang saat mengikuti ucapan kalimat syahadat dari Rafani, sambil disaksikan Idad dan beberapa unsur muspida.
Dalam pernyataan surat Sayuti yang mencabut ucapan-ucapannya yang sesat, dia juga menarik dua buku karyanya dari peredaran dan menyerahkan kepada buku itu ke aparat. Sayuti meminta maaf dan melakukan tobat serta berjanji tidak mengulangi perbuatan tersebut.
“Saya Ahmad Sayuti menyatakan kembali kepada ajaran Islam yang bersumber pada Al Quran dan Sunah. Sebagai akibat perbuatan saya dengan ini menyatakan, saya mencabut pernyataan-pernyataan saya yang pernah diucapkan ke berbagai pihak dengan paham kesesatan saya,” ucapnya.
Dia menegaskan, isu buku itu salah dan sesat. Dia meminta doa agar tobatnya diterima Allah SWT. Surat pernyataan bermaterai Rp 6.000 itu ditandangani Sayuti dan dua saksi, yaitu Rafani dan anak ketiganya, Maman Saefulah. Pada kesempatan itu, Sayuti juga menyerahkan 120 buku dari 200 eksemplar dua buku karyanya, “Kelalaian para pemuka agama dalam memahami kitab-kitab peninggalan nabi-nabi Rasul Allah” dan “Mungkinkah Tuhan Murka”.
Pemusnahan dengan cara dibakar langsung dilakukan. Ditanya usai pertobatan, Sayuti mengaku merasa dalam kondisi baik. Dia juga akan menerima ajakan pihak MUI untuk lebih memperdalam Islam secara berkala. “Baik-baik saja,” ucapnya singkat.
Anak ketiga Sayuti, Maman (45) menerangkan, ayah harus banyak istirahat sejak kejadian kemarin. Fisiknya sudah lemah dan perlu pemulihan. Sayuti yang didampingi beberapa keluarganya langsung dibawa pergi. Beberapa wartawan yang berusaha mewancarai hanya dijawab singkat. Namun dalam pembicaraan dengan pihak MUI setelah pertobatan, Sayuti mengaku dirinya mempelajari Islam sejak usia muda.
“Saya tidak menjual buku-buku itu. Memberikan gratis kepada orang-orang yang saya ajak berdialog,” ungkapnya. Awal mencuatnya kasus ini, setelah Suyati mengirim dua buku via pos ke alamat Kantor KUA Bojongloa Kidul dan ditujukan kepada Nurmawan.
“Pada tanggal Desember lalu, saya menulis di sebuah koran tentang makna Hijrah. Kemudian tanggal 18 Januari saya menerima kiriman pos yang isinya dua buku itu. Pengirim bernama Sayuti. Dalam surat itu, Sayuti merasa tertarik dengan tulisan saya dan memberikan dua buku untuk dibaca,” papar Nurmawan. Buku itu lanjutnya, langsung diberikan kepada pimpinannya di DPW Persis Jabar.
Tukang Cukur
Muhammad Sayuti alias Ahmad Sayuti (70) sehari-harinya bekerja sebagai tukang cukur itu, sempat diperiksa aparat Polsekta Regol, Kota Bandung, Rabu (6/2). Pemeriksaan warga Jalan Samsudin, Kecamatan Regol, Kota Bandung itu terkait dugaan isi buku yang dinilai telah memutarbalikkan fakta dan kebenaran syariat Islam.
Dari hasil pemeriksaan sementara, polisi meminta keterangan seputar penerbitan dua judul buku karangan Ahmad Sayuti yang menyebutkan dirinya sebagai nabi yang diutus Allah dan Nabi Muhammad bukan nabi terakhir.
Kedua buku itu masing-masing berjudul “Kelalaian Para Pemuka Agama Dalam Memahami Kitab-Kitab Peninggalan Nabi-Nabi Rasul Allah (Taurat, Injil, dan Al-Quran) dengan Segala Akibatnya” dan “Mungkinkah Tuhan Murka”.
Menurut Ahmad Sayuti, dirinya mendapatkan wahyu sebagai nabi itu terjadi pada tahun 1993 bertepatan pada usia dirinya menginjak 62 tahun. Dua buah judul buku itu sudah disebarkan kepada pelanggannya yang diperkirakan sudah lebih dari 100 orang.
Hal-hal yang dinilai memutarbalikkan kebenaran diantaranya terdapat dalam isi buku yang menyebutkan, Al-Quran adalah kitab hukum bahasa Arab peninggalan Nabi Muhammad putra Abdullah, yang ditulis para sahabatnya atas perintah beliau dan Al-Quran diturunkan pada 1994 M.
Dalam salah satu judul bukunya, Ahmad Sayuti, juga menyebut dirinya mendapatkan wahyu dari Allah sebagaimana yang juga diwahyukan kepada nabi-nabi lainnya dan berisi sejarah serta perjalanan dirinya saat memperoleh wahyu.
Sumber: Hidayatullah