KABUL (Arrahmah.com) – Kerumuman orang menyambut dengan meriah saat seratus pasangan pengantin memasuki ruangan sambil bergandengan tangan, dimana calon pengantin pria mengenakan jam hitam sederhana dan pengantin wanita mengenakan gaun putih sederhana, dengan bunga merah di tangan.
Pernikahan yang mahal dan mewah sedang booming di Afghanistan, negara yang dilanda perang dalam beberapa tahun terakhir, tetapi beberapa pasangan muda menghindari tren nikah mahal dan mewah itu dan memilih untuk menghemat uang dengan cara mengikuti pernikahan massal yang berbiaya murah.
Di pintu masuk aula, di mana pasangan yang berbahagia itu mengikat janji suci dalam upacara pernikahan berskala besar yang diselenggarakan oleh tokoh agama Abul Fazel, terdapat spanduk yang bertuliskan: “Berbahagialah wanita yang bersedia menjadi pasangan.”
Tidak ada acara tari-tarian, dan para tamu dihibur dengan pembacaan puisi, pertunjukkan panggung, dan lagu-lagu yang dibawakan oleh para remaja putri, serta lelucon yang berkaitan dengan tahun-tahun politik Afghanistan yang penuh gejolak.
“Keluarkan semua energi Anda dan bertepuk tanganlah dengan keras sehingga mereka bisa datang sekaligus – kita tidak ingin tepuk tangan putaran kedua, seperti putaran kedua dalam pemilu,” kata seorang presenter di atas panggung kepada para tamu yang menyambut gembira saat pasangan pengantin itu memasuki aula.
“Kami ingin menyelesaikan segala sesuatu di babak pertama dengan gembira, karena tidak akan ada John Kerry untuk memecahkan masalah Anda nanti,” kata presenter dengan bercanda.
Campur tangan John Kerry, Sekretaris Negara AS, yang membantu mengakhiri ketegangan pemilu Afghanistan yang mengantarkan kepada pembagian kekuasaan antara Presiden yang baru Ashraf Ghani dan pesaingnya Abdullah.
Taliban melarang pesta pernikahan yang terlalu mewah dan berbiaya mahal selama kelompok itu berkuasa pada 1996-2001, tetapi sejak invasi yang dipimpin AS berhasil menggulingkan mereka, miliaran dolar telah membanjiri perekonomian Afghanistan dan menumbuhkan trend pernikahan berbiaya mahal dan mewah.
Mobil Limusin yang mewah, gedung pernikahan yang megah, resepsi yang meriah yang dihadiri dengan ratusan undangan seolah menjadi sesuatu yang wajib.
Biaya pernikahan selama satu hari di aula di Kabul sekarang biayanya bisa mencapai antara $10.000 dan $20.000 – jumlah yang sangat besar bagi sebuah negara yang termasuk termiskin di dunia.
Bagi mereka yang kaya, yang jumlahnya minoritas di negara ini, mungkin biaya pernikahan yang mahal dan mewah tidak menjadi masalah, tapi bagi pasangan yang kurang beruntung tentu sangat berat bagi mereka untuk mengikuti tren tersebut.
Bagi mereka yang terpaksa menunda pernikahan karena tidak sanggup membiayai mpernikahan yang sangat besar, alternatif pernikahan massal yang lebih murah menjadi pilihan yang sangat menarik.
“Saya sudah bertunangan selama dua tahun, saya benar-benar tidak bisa membiayai pesta pernikahan besar. Kemudian saya mendengar tentang organisasi ini melalui media. Saya sudah mendaftar dan hari ini saya akan menikah,” kata Mujtaba Rahimi, (24), seorang wartawan yang duduk di samping istrinya, mengatakan kepada AFP.
“Ini bukan pesta mewah, tapi lebih kepada upacara spiritual. Saya berharap lebih banyak pasangan yang menikah dengan cara ini, dan pernikahan massal menjadi umum di Afghanistan,” katanya.
Di Afganistan, negara yang hampir 40 tahun dilanda perang sehingga menyebabkan ekonomi negara itu bergantung kepada bantuan asing, berlaku adat bahwa pengantin pria yang harus membiayai pernikahan.
Pengantin pria juga harus membayar biaya sebelum dan sesudah pernikahan, membeli perhiasan untuk pengantin wanita dan membayar sejumlah mahar.
Musa, (29), seorang PNS yang telah bertunangan selama tiga tahun tetapi tidak mampu melaksanakan pesta pernikahan besar, mengatakan bahwa masyarakat harus didorong untuk mengurangi biaya pernikahan karena tingginya biaya pernikahan bisa menjadi penghalang bagi para pemuda untuk menikah.
“Pernikahan yang mahal bisa mencegah orang menikah. Para pasangan muda harus menemukan cara lain untuk menikah seperti pernikahan massal ini. Saya menyerukan kepada semua pemuda untuk berhenti menghabiskan ribuan dollar hanya untuk pesta satu malam,” katanya.
Hassan Nazeem, dari organisasi amal yang menjadi tuan rumah pernikahan massal tersebut, mengatakan bahwa acara tersebut telah menghabiskan biaya sekitar $66.000, termasuk menyediakan seperangkat alat rumah tangga sebagai hadiah untuk para pengantin baru, dan pesta untuk sekitar 3.000 tamu.
“Ini adalah kedua kalinya kami menyelenggarakan pernikahan tersebut. Sebelumnya, ada 44 pasangan yang kawin dalam pernikahan massal. Kali ini ada 100 pasangan yang semuanya berasal dari keluarga miskin,” kataN azeem.
“Kami membuat pengumuman melalui masjid dan para orang tua. Dan kemudian pasangan yang tidak mampu untuk membiayai pesta pernikahan bisa datang dan mendaftar untuk menikah,” tambahnya.
“Saya sangat senang hari ini menikah. Saya berharap pernikahan semacam ini bisa terus terjadi sehingga para pasangan muda dapat memulai kehidupan baru mereka,” kata Fatimah, pengantin wanita berusia 19 tahun.
Sayed Baqir Kazimi, salah penyelenggara pernikahan massal, mengatakan bahwa pernikahan massal secara langsung akan mengurangi “kejahatan moral”, yaitu bisa mencegah terjadinya perzinahan yang sangat tabu di Afghanistan yang sangat konservatif.
“Salah satu masalah yang dihadapi generasi muda kita hari ini adalah biaya pernikahan yang mahal yang bahkan akan bisa mendorong mereka untuk menjadi penjahat. Pernikahan yang mudah dan murah adalah satu-satunya solusi untuk masalah ini.” katanya.
“Kita sudah memiliki sekitar 200 pasangan lain pada daftar tunggu kami.” Kata Nazeem.
(ameera/arrahmah.com)