LONDON (Arrahmah.com) – Seorang pejabat senior Palestina mengatakan pada Kamis (9/10/2014) bahwa langkah Eropa untuk mengakui negara Palestina yang merdeka akan membawa mereka sejalan dengan opini publik global.
Pernyataan itu disampaikan menjelang rapat parlemen Inggris terhadap kasus tersebut yang akan digelar pada Senin (13/10), sebagaimana dilansir oleh WorldBuleltin.
Rencana pemungutan suara dalam parlemen Inggris itu datang saat pemerintah Swedia memutuskan untuk secara resmi mengakui Palestina dan juru bicara kementerian luar negeri Perancis mengatakan pekan ini bahwa pengakuan itu akan menjadi langkah positif untuk beberapa hal, tapi dia menyerankan untuk tetap melakukan pembicaraan damai.
“Israel” mengatakan bahwa pengakuan tersebut akan membuat negosiasi antara Israel-Palestina tersendat, tapi Palestina percaya bahwa pengakuan itu merupakan cara terbaik untuk mencapai sebuah negara yang merdeka.
“Opini publik internasional lebih maju ketimbang pemerintah. Ada gerakan solidaritas yang kuat, ada jaringan yang kuat dari orang-orang yang lantang bersuara ketika pemerintah menjadi semakin penakut dan bungkam,” Hanan Ashrawi, seorang pejabat di Organisasi Pembebasan Palestina mengatakan kepada wartawan di kantornya di kota Ramallah, Tepi Barat.
Sebanyak 138 negara telah menyetujui pengakuan de facto negara berdaulat Palestina dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB pada tahun 2012, tetapi sebagian besar negara Uni Eropa, termasuk Inggris, belum memberikan pengakuan resmi.
Palestina menginginkan sebuah negara merdeka di Tepi Barat dan Gaza, dengan ibukotanya di Al-Quds.
Palestina percaya bahwa Inggris memiliki peran dan tanggung jawab atas penderitaan yang mereka alami akibat agresi terus menerus “Israel”, karena inggris yang telah memberikan mandat kolonial atas pendudukan “Israel” di tanah Palestina sejak akhir Perang Dunia Pertama. Inggris telah menyetujui berdirinya sebuah tempat tinggal bagi bagsa Yahudi di antara bangsa Arab asli dan memungkinkan imigrasi secara besar-besaran bangsa Yahudi ke tanah Palestina, yang sebagian besar berasal dari negara-negara Eropa.
“Inggris memiliki tanggung jawab historis terhadap Palestina yang terjadi pada 1917, dan kami percaya bahwa proses untuk memulihkan kesalahan historis ini harus dimulai – ini adalah tentang waktu,” kata Ashrawi.
(ameera/arrahmah.com)