WASHINGTON (Arrahmah.com) – Mengutip laporan infowars pada Kamis (25/9/2014), Deputi Senior CIA, Mike Morell menasihati pemerintahan Barack Obama agar meningkatkan kewaspadaannya terhadap ancaman kelompok pejuang Muslim yang berasal dari Pakistan di Suriah. Mereka menekankan, musuh utama AS bukanlah ISIS, tetapi para pejuang yang disebut-sebut sebagai “Mujahidin Khurasan”.
Sebelumnya, pemerintahan Obama berkali-kali menyatakan ISIS tidak memberikan ancaman langsung terhadap stabilitas internal AS. Namun hal itu sepertinya akan berubah, hingga Senin (23/9), Juru bicara ISIS Abu Muhammad Al-Adnani meminta pasukannya untuk membunuh warga negara AS dan Prancis dimanapun mereka temui. Seruan Al-Adnani tersebut langsung di sambut Mujahidin Jund Al-Khilafah di Aljazair.
Sementara itu Direktur CIA, James Clapper, menilai “Mujahidin Khurasan” lebih berpotensi menghadirkan ancaman langsung di dalam negeri AS. “Dalam hal ancaman terhadap negara kami, Khurasan lebih berbahaya dibandingkan ISIS,” jelasnya, Rabu (24/9).
Khurasan yang dipimpin oleh Muhsin Al-Fadhli, diklaim CIA mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah. Khurasan dinilai CIA sebagai sempalan dari Al-Qaeda di Suriah dan merupakan kelompok militan yang gerakannya paling rahasia dan tersembuyi selama perang ideologi di Suriah.
Berbeda dengan kelompok pejuang Suriah lainnya yang ingin menggulingkan Presiden Bashar Assad, ISIS dan “Mujahidin Khurasan” lebih memilih diam dan sepi dari pemberitaan selama perang ideologi berlangsung. Satu hal yang mempopulerkan kedua kelompok tersebut menjadi berita adalah keterkaitannya dengan pakar “bomb maker” asal Yaman, Ibrahim al-Asiri.
Asiri diyakini menjadi otak pembuatan bom yang disimpan dalam celana dalam Farouk Abdulmutallab yang gagal meledak dalam pesawat pada 25 Desember 2009.
Pusat kegiatan dan komando Khurasan diyakini CIA berpusat di Suriah. Pemimpinnya, Al-Fadhli, yang merupakan warga negara Kuwait saat ini tinggal di Iran untuk memimpin cabang Al-Qaeda di negara tersebut setelah pemimpin sebelumnya Yasin al-Suri ditahan. Namun berita dari media barat lain menyatakan, setelah Al-Suri dibebaskan dan mengambil alih komando Al-Qaeda Iran, Al-Fadhli dibebastugaskan dan diminta kembali ke Suriah.
Intelijen dan pakar terorisme Mike Morell menjelaskan bahwa, “Khurasan dibentuk oleh anggota Al-Qaeda dari Timur Tengah hingga Eropa. Sebagian besar anggotanya berasal dari Afganistan, Yaman, dan Suriah. Namun mereka juga lihai merekrut anggotanya yang berasal dari Eropa dan Amerika untuk bersama-sama berperang melawan AS dan sekutunya.”
Khurasan berasal dari nama provinsi kuno yang terletak di sebelah utara Persia. Sesuai namanya, “Mujahidin Khurasan” dibentuk untuk mendirikan negara dan wilayah yang berdaulat sendiri. Wilayahnya terbentang meliputi Afganistan, Iran sebelah timur, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Menurut CIA, “anggotanya mengatakan bahwa di wilayah itulah mereka bisa mengalahkan musuh-musuhnya.”
Lalu mengapa Khurasan disebut lebih membahayakan AS ketimbang ISIS? Khurasan yang dikirim ke Suriah oleh pemimpin Al-Qaeda Syaikh Ayman al-Zawahiri, dilihat berpeluang sangat besar untuk merekrut “orang bule” untuk menjadi anggotanya. CIA menganalisis bahwa orang-orang barat ini akan dijadikan “senjata” ketika mereka kembali ke negaranya masing-masing.
“Mujahidin Khurasan” juga dikabarkan CIA telah menjalin kerja sama dengan kelompok Jabhah Nushrah, cabang Al-Qaeda di Suriah, untuk pelatihan membuat bom. Al-Fadhli menyatakan orang-orang bule tersebut dilatih secara khusus untuk melaksanakan teror di negara-negara barat.
Titik utama penyerangannya adalah sarana transportasi umum seperti kereta api dan pesawat. Hal inilah yang dinilai intelijen AS bahwa “Mujahidin Khurasan” lebih berbahaya ketimbang ISIS. (adibahasan/arrahmah.com)