SURIAH (Arrahmah.com) – Salah satu dari dua gadis remaja Austria yang meninggalkan rumah mereka untuk bergabung dengan jihad di Suriah utara telah dilaporkan gugur, lansir MEMO pada Jum’at (19/9/2014).
Samra Kesinovic (16) dan temannya Sabina Selimovic (15) meninggalkan rumah mereka di Wina enam bulan yang lalu menuju Turki di mana mereka diperkirakan telah menyeberang ke Suriah utara. Awal pekan ini, media internasional secara luas melaporkan bahwa Kesinovic gugur dalam pertempuran di Suriah.
Namun demikian, kabar ini belum dapat dikonfirmasi. Sejumlah media sosial dilaporkan membantah kabar bahwa Kesinovic telah gugur, menurut International Business Times.
Media Austria melaporkan bahwa Menteri Dalam Negeri Johanna Michael Litner telah memberitahu keluarga gadis itu tentang kemungkinan kematiannya; Namun, pada saat yang sama, kementerian tidak bisa mengkonfirmasi secara pasti apakah dia benar-benar telah terbunuh.
Keduanya disebut-sebut telah bergabung dengan Islamic State (IS). Mereka telah mempromosikan kegiatannya melalui situs jejaring sosial untuk menarik remaja lain untuk bergabung dengan organisasi itu.
Surat kabar Ad-Dustour melaporkan bahwa sebelum menghilang, kedua remaja itu meninggalkan surat untuk keluarga mereka, di mana mereka mengatakan kepada keluarganya: “Kami mengikuti jalan yang benar. Kami berjuang di Suriah untuk Islam. Jangan mencoba untuk mencari kami. Kami akan berjuang untuk Allah dan mati untuk-Nya. Sampai jumpa di surga.”
Ayah salah satu gadis itu dilaporkan telah melakukan perjalanan ke Turki untuk mencari putrinya, tetapi tidak berhasil.
Pihak berwenang mengklaim bahwa mereka telah ditipu untuk melakukan perjalanan ke Suriah untuk berjihad bersama Mujahidin Islam. Mereka berdua kemudian dicari oleh Interpol. Keduanya menghilang dari rumah mereka di ibukota Austria Wina pada Kamis (10/4) lalu, lapor Daily Mail.
Orang tua kedua gadis remaja ini menemukan banyaknya tulisan di media sosial yang menyatakan bahwa mereka sudah berjuang untuk jihad di Suriah. Orang tua mereka merupakan pengungsi Bosnia yang menetap di Austria setelah konflik tahun 1990-an. Sebagai orang tua yang tak pernah menyangka hal ini sebelumnya, mereka meyakini bahwa pesan-pesan tersebut bukan ditulis oleh putri-putri mereka.
(banan/arrahmah.com)