MAKASSAR (Arrahmah.com) – Lembaga Tabung Infaq menyalurkan Dana Beasiswa Program Kaderasi Ulama sebesar Rp. 100 Juta kepada Sekolah Tinggi Islam dan Bahasa Arab (STIBA), Makassar.
Penyaluran perdana dana Infaq umat tersebut diserahkan langsung pendiri Tabung Infaq Ustadz Bachtiar Nasir, usai memberi materi Kuliah Umum Perdana Semester Ganjil di Kampus STIBA, Makassar, Senin (1/9/2014). Dana infaq diterima langsung Direktur STIBA Ustadz M. Yusron Ansh, Lc, MA, yang disaksikan seluruh civitas akademika STIBA, termasuk 375 mahasiswa baru dan ratusan mahasiswa senior STIBA lainnya.
Menurut Ustadz Bachtiar yang juga Sekjend Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI), dia sengaja memilih STIBA Makassar sebagai penerima bantuan perdana program beasiswa tersebut. Karena, sekolah tinggi yang didirikan lembaga dakwah Wahdah Islamiyah pimpinan Ustadz Zaitun Rasmin, Lc, MA ini, sudah cukup lama membuktikan perjuangannya dalam mencetak calon-calon ulama di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.
“Jadi cukup alasan jika pemberian dana bantuan beasiswa ini saya berikan buat STIBA terlebih dahulu, ketimbang buat ulama-ulama muda yang tergabung di MIUMI Makassar,” ungakanya.
Dia menambahkan, beasiswa untuk ulama dan intelektual muda yang tergabung di MIUMI akan disusulkan kemudian, jika ada yang ingin melanjutkan studi ke jenjang S-3, baik di dalam dan luar negeri.
Sadar media
Sementara itu, dalam Kuliah Umumnya, Ustadz Bachtiar mengajak para mahasiswa STIBA untuk mulai “sadar media” dalam menyampaikan dakwahnya. Mengingat masyarakat Indonesia yang menjadi obyek dakwah Islam, kini sudah terlanjur mengenal dunia informasi modern yang sudah sedemikian canggihnya.
“Jika kita tidak mampu tampil secara representatif di berbagai media komunikasi yang canggih itu, maka dakwah Islam kita bisa ditinggalkan oleh umat kita sendiri,” tegasnya.
Ustadz Bachtiar memberi contoh pada pengalaman seorang syeikh dari Arab Saudi yang suatu saat tampil dalam sebuah tabligh akbar di Masjid Istiqlal. Menurut Syeikh tersebut ketika tampil menyampaikan tausiyah, tutur Pimpinan AQL Islamic Center ini, yang menjadi konsentrasi perhatiannya adalah dimana letak kamera televisi.
Karena audiens yang menyaksikan dia melalui kamera televisi itu jauh lebih besar jumlahnya di banding jamaah yang hadir langsung di lokasi. Sehingga Syeikh tersebut selalu sadar untuk menatap kamera, agar terbangun interaksi antara dia dengan masyarakat luas yang mengikuti dakwahnya.
Sehingga, lanjut Ustadz Bachtiar yang akrab disapa Abi Bachtiar dalam program Hafizh Qur’an Trans7, jika selama ini ia tampil di sejumlah media televisi mainstream, ia juga harus bisa menerima masukan dari tim kreative televisi yang bekerjasama dengannya. Sejauh materi dari ilmu-ilmu keislaman yang akan disampaikannya tidak melenceng dari ketentuan aqidah dan syariat.
“Konten harus baik dan benar, konsep kreatif serta penampilan kita juga harus bisa dinikmati masyarakat luas,” tandasnya.
Dia juga menjelaskan tentang peta akhir zaman yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadist, dalam membaca peta politik internasional saat ini. Termasuk tentang isu ISIS (Islamic State of Iraq & Syam) yang keberadaannya di Suriah sempat dihebohkan di Indonesia.
Ustadz Bachtiar Nasir berpesan, agar para calon da’i dan ulama yang akan lahir dari STIBA, untuk tidak terpancing pada isu-isu yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam. “Kita harus bijak menilai informasi yang kita terima lewat media sosial yang ada,” katanya.
Karenanya, lanjut dia, umat Islam harus berpegang pada pendapat ulama yang ada, ketika menerima atau mendapat informasi yang tergolong sensitif. “Jangan bertindak sendiri dan terburu-buru bereaksi, agar umat tidak dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam yang ingin menghacurkan citra Islam,” tandasnya.
Laporan: Abu Lanang
(azm/arrahmah.com)