JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemikiran dan tindakan segelintir orang Hindu ekstrim di Bali yang dimotori Presiden World Hindu Youth Organisation (WHYO) Arya Wedakarna cukup membuat resah kaum Muslimin mayoritas di negeri ini.
Setelah kasus pelarangan jilbab di beberapa sekolah dan di dalam kegiatan lembaga bisnis di Bali, muncul arogansi dan intoleransi baru dari anggota DPD Bali terpilih 2014-2019 itu terhadap Bank Syariah. Meskipun diakui Arya bahwa Bank Syariah itu baik bagi masyarakat karena ada unsur humanity-nya, tetapi Majelis Mujahidin menilai fanatisme, ektrimisme dan radikalisme sektarian Hindu lebih mendominasi sikap dan pikirannya sehingga mengusulkan agar Bank Syariah dilarang beroperasi di pulau Bali.
Bahkan menurut Arya sudah ada tujuh Kabupaten di Bali yang menolak masuknya Bank Syariah dengan alasan: “Bali itu kan sudah punya brand, yakni Temple Island atau Pulau Seribu Pura dan Pulau Dewata. Mengapa harus dibawakan lagi branding-branding baru yang tidak berasal dari Bali?”
“Saya curiga bahwa di balik branding syariah yang di bawa ke Bali, ada keinginan tertentu dari pihak tertentu dari pelaku-pelakunya, bukan sistemnya,” tegasnya. “Undang-undang itu (UU Perbankan, pen) salah. Undang-undang dibuat untuk kepentingan rakyat, jadi harus di dengar apa maunya rakyat.” (Arya Wedakarna, HU Republika 27/8)
“Jika Arya Wedakarna menyalahkan UU Perbankan, mengapa tidak mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi? Sebagai anggota DPD Bali, seharusnya tidak bersikap diskriminatif dengan menonjolkan problem SARA,” kata Sektretaris Lajanah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Ustadz Shabbarin Syakur kepada arrahmah.com, Senin.
Menurutnya di Negara-negara Barat yang sekuler telah berkembang pesat bank-bank Syariah dan tidak ada masalah. Ustadz Shabbarin bertanya kepada Arya, “Apakah agama Hindu mengajarkan anti Islam, ataukah adanya sekelompok ekstremis Hindu Bali yang sengaja memancing permusuhan dengan umat Islam dengan membangkitkan sentimen agama?”
Berdasarkan hal di atas, imbuh Ustadz Shabbarin, Majelis Mujahidin perlu menyampaikan protes dan mengingatkan masyarakat Hindu Bali supaya: pertama, penolakan Bank Syariah dengan alasan seperti yang dikemukakan Arya Wedakarna yang mengatasnamakan rakyat Bali adalah arogansi diskriminatif, yang dapat menyulut ekstrimis Hindu memusuhi Islam dan membenci kaum Muslimin. Kedua, arogansi diskriminatif ini dapat mempersulit dan memperburuk hubungan sosial kemasyarakatan bagi komunitas Bali di daerah-daerah lain di wilayah NKRI, mengingat persoalan yang diangkat bernuansa SARA. Ketiga, jika penolakan Bank Syariah bukan bersifat SARA, dan bukan bagian dari ajaran agama Hindu, maka akan lebih bijaksana manakala tokoh-tokoh agama Hindu berupaya menghentikan sikap provokatif kelompok Arya Wedakarna ini. (azm/arrahmah.com)