WASHINGTON (Arrahmah.com) – Di saat jumlah Muslim AS yang semakin meningkat maka kebutuhan terhadap jumlah imam yang lebih banyak menjadi semakin mendesak, apalagi banyak orang tua Muslim yang lebih mendorong anak-anak mereka untuk berkarir di bidang lain yang tidak termasuk pelajaran agama.
“Seperti halnya rohaniawan lain di Amerika, imam-imam ini diharapkan bisa menjadi konselor pernikahan, pemimpin muda, ulama, dan pengumpulan dana,” Edgar Hopida, juru bicara Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA), jaringan pemimpin dan kelompok-kelompok Muslim, mengatakan kepada The wall Street Journal.
Karena jumlah ummat Islam di Amerika Serikat semakin berkembang, maka jumlah masjid pun ikut mengalami lonjakan sebesar 74 persen selama dekade terakhir.
Peningkatan besar itu tidak dibarengi dengan jumlah Muslim yang menjabat sebagai imam, menciptakan kekurangan yang parah terhadap kebutuhan keagamaan para jamaah yang semakin berkembang.
Para pemimpin Muslim telah mengaitkan kekurangan jumlah imam di Amerika Serikat dengan sikap orang tua yang kurang berminat untuk mengarahkan anaknya untuk menjadi pemimpin agama.
“Sebaliknya, kaum muda Muslim didorong untuk belajar kedokteran, teknik, hukum dan bisnis,” kata Jihad Turk, seorang imam dan presiden dari Bayan Claremont, lulusan sekolah Islam di Claremont School of Theology di California selatan.
Selain kurangnya dukungan keluarga, bergantung kepada para relawan dan tidak adanya gaji tetap menjadi menghambat bagi Muslim untuk menjadi seorang imam.
Sebuah studi pada 2011 menemukan bahwa hanya 44% dari imam Amerika yang bergaji dan bekerja penuh waktu. Sisanya adalah pemimpin agama sukarela.
Meskipun tidak ada perkiraan resmi, AS adalah rumah bagi minoritas Muslim yang diperkirakan berjumlah enam sampai delapan juta.
(ameera/arrahmah.com)