ARSAL (Arrahmah.com) – Seiring pemberitaan media yang menyudutkan para Mujahidin Suriah di kota Arsal, sebagaimana video liputan Al-Jazeera pada Rabu (6/8/2014), maka Hadi Al-Abdullah, seorang aktivis kemanusiaan pro-rakyat Suriah, memaparkan fakta apa yang sebenarnya terjadi di Arsal.
Hal ini diakui Hadi wajib dilakukan, sebagai sebuah upaya pelurusan opini publik, sebagaimana yang dipublikasikan pada akun Facebook resminya, pada hari yang sama. Pasalnya liputan Al-Jazeera secara keliru telah mengabarkan Arsal dari sudut pandang yang jauh dari fakta di lapangan, terlebih dengan menambahkan isu gentingnya situasi bahwa Mujahidin dan ISIS akan menggempur Libanon. Sungguh ini jauh dari kenyataan yang terjadi.
Menurut Hadi, “Arsal adalah satu-satunya wilayah aman di Libanon dimana para mujahidin distrik Qalamoun (propinsi pinggiran Damaskus-Suriah) bisa bernafas bebas,” menegakan syari’at Islam Sunni secara damai menyatu dengan masyarakat yang melarikan diri dari rezim Assad. Sebelum warga mengungsi ke Arsal, mereka tengah dipaksa rezim Suriah untuk menyembah Assad, bahkan dengan menggantungkan pigura bertuliskan “Laa ilaha illa Assad”, dengan wajah thoghut itu menakuti rakyatnya.
Di dalam Kota Arsal terdapat 140 ribu pengungsi Syam (Suriah). Sebagian mereka adalah keluarga, istri-istri dan anak-anak para pejuang (mujahidin Suriah). Yang dimaksud pejuang selama ini, bukanlah Muslimin internasional saja, yang sering diberitakan hijrah ke Suriah untuk memback-up jihadis Suriah, bukan. Mujahidin Suriah, sejatinya adalah rakyat Suriah yang tergabung dalam kesatuan jihad yang menginginkan kemerdekaan menjalankan Islam tanpa rong-rongan rezim thoghut yang meminta rakyat menyembah presiden layaknya seorang tuhan yang berdaging dan berdarah. Para Mujahidin di Arsal tak jauh berbeda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia saat pertempur melawan penjajahan Hindia Belanda. Mereka manusia-manusia yang haus akan kebebasan dari penindasan pemerintahnya sendiri, di negeri nenek moyangnya.
Para pejuang dari semua faksi jihad sebelum ini biasa masuk ke Arsal -teritori aman- untuk mengunjungi keluarga mereka, lalu keluar dari Kota Arsal untuk kembali ke wilayah tempur Qalamoun, tanpa ada intervensi apapun dari tentara Libanon. Sementara, saat ini, media sekuler memberitakan mereka sebagai pemberontak yang hendak meluaskan wilayah tempurnya hingga ke Libanon, sungguh sebuah paradoks.
Mujahid tersorot
Satu tokoh yang disoroti sebagai momok Libanon yang masuk ke Arsal oleh liputan Al-Jazeera tersebut di atas adalah Komandan Imad Jum’ah (IJ), Abu Hmad. Ia adalah komandan Liwa’ Fajrul Islam (LFI), yang beberapa waktu lalu sempat bergabung dengan ISIS. Ia termasuk diantara para pejuang yang mengunjungi keluarganya di Arsal.
Sebenarnya, beberapa faksi, diantaranya Jabhah Nushrah (JN) dan Ahrar Syam (FSA) beberapa wktu yang lalu telah meraih kemenangan-kemenangan besar di Qalamoun. Alhamdulillah, mereka membebaskan banyak wilayah dan merebut banyak perbekalan militer beserta kendaraan militer dan suplai senjata yang beraneka ragam. Hal itu nampaknya mengundang kegusaran hizbu syaitan Libanon dan unsur-unsur Libanon yang saling bersekongkol untuk memusuhi pejuang revolusi Syam. Dengan demikian, digelar operasi penangkapan Komandan Imad Jum’ah di bawah provokasi hizbu syaitan.
Spontan Kelompok Imad Jum’ah bangkit melawan, mereka memasuki Arsal dan menuntut pembebasan komandan mereka. Sesuai etika tempur, mereka memberi tenggang waktu tentara Libanon, namun tentara Libanon tidak memenuhi tuntutan mereka.
Hasilnya, Kelompok IJ menyerang posko-posko tentara Libanon, menguasai beberapa posko dan menawan 35 tentara Libanon. Oleh karena itu, Jabhah Nusrah dan beberapa faksi FSA masuk ke arsal untuk melindungi keluarga mereka sebagai antisipasi dari pembalasan dendam tentara Libanon dan serangan hizbu syaiton.
Sementara itu, Amir JN di Qalamoun meminta para mediator untuk memberi jaminan keamanan yang serius, guna melindungi keluarganya di Arsal dan menegaskan akan keluar dari Arsal jika jaminan tersebut direalisasikan. Setelahnya, tercapailah beberapa kesepakatan gencatan senjata tetapi tentara Libanon mencederainya dengan dukungan hizbu syaiton.
Tragedi pembantaian
Hingga kemarin (5/8), tentara Libanon dan hizbu syaiton melakukan pembantaian mengerikan, dimana mereka membombardir tenda-tenda pengungsi hingga 35 wanita dan anak-anak tewas terbakar. Hasbinallah wani’mal wakiil.
Bombardir tersebut tidak memilah-milah antara penduduk sipil Sunni Libanon & pengungsi Suriah, semuanya menjadi target.
Bereaksi atas kekejian tersebut, Muslim Sunni pun mengambil tindakan, maka utusan dewan ulama muslimin Libanon dan lembaga-lembaga HAM masuk ke Arsal untuk mengadakan gencatan senjata. Namun, tentara Libanon dan hizbu syaithon membombardir utusan tersebut dengan artileri, maka jatuh korban cedera Syaikh Salim Ar-rafi’i, Doktor Nabil Al-Halabi, Syaikh Jalal Kalasy dan aktivis Ahmad Al-Qashir.
Tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon tidak mengizinkan pengungsi Suriah untuk keluar dari Arsal. Setiap kali para pengungsi mencoba keluar dari Arsal, mereka langsung ditembaki oleh tentara Libanon dan hizbu syaithon.
Hal tersebut membuat para pejuang yang berada di Arsal dalam posisi serba salah. Jika mereka bertahan di Arsal, tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon punya alasan untuk melanjuntkan bombardir. Tetapi jika mereka keluar dari Arsal, tak ada jaminan tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon untuk menyerbu masuk ke Arsal dan melakukan pembantaian biadab sebagai balas dendam kepada penduduk sipil.
Disinilah peran media massa Libanon dan media sekuler internasional dalam memutar balikkan fakta. Mereka menyatakan tentara Libanon tak bersalah dan menuduh kelompok-kelompok pejuang Suriah nenyerang Arsal dan bersama ISIS akan melakukan ekspansi ke Libanon.
Bersama dan kepada siapa Libanon berpihak
Bombardir tersebut tidak memilah-milah antara penduduk sipil Sunni Libanon & pengungsi Suriah, semuanya menjadi target, sebagaimana dilansir Homs Free Congregation pada Selasa (5/8).
Bereaksi atas kekejian tersebut, Muslim Sunni pun mengambil tindakan, maka utusan dewan ulama muslimin Libanon dan lembaga-lembaga HAM masuk ke Arsal untuk mengadakan gencatan senjata. Namun, tentara Libanon dan hizbu syaithon membombardir utusan tersebut dengan artileri, maka jatuh korban cedera Syaikh Salim Ar-rafi’i, Doktor Nabil Al-Halabi, Syaikh Jalal Kalasy dan aktivis Ahmad Al-Qashir.
Tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon tidak mengizinkan pengungsi Suriah untuk keluar dari Arsal. Setiap kali para pengungsi mencoba keluar dari Arsal, mereka langsung ditembaki oleh tentara Libanon dan hizbu syaithon.
Hal tersebut membuat para pejuang yang berada di Arsal dalam posisi serba salah. Jika mereka bertahan di Arsal, tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon punya alasan untuk melanjuntkan bombardir. Tetapi jika mereka keluar dari Arsal, tak ada jaminan tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon untuk menyerbu masuk ke Arsal dan melakukan pembantaian biadab sebagai balas dendam kepada penduduk sipil.
Disinilah peran media massa Libanon dan media sekuler internasional dalam memutar balikkan fakta. Mereka menyatakan tentara Libanon tak bersalah dan menuduh kelompok-kelompok pejuang Suriah nenyerang Arsal dan bersama ISIS akan melakukan ekspansi ke Libanon.
Kita tidak mendengar sama sekali suara dan aksi seorang tentara Libanon pun saat tentara “Israel” menyerang Libanon. Tetapi dalam situasi seperti ini tentara Libanon menjadi singa-singa ganas yang memangsa kaum lemah. Sama persis dengan kebiadaban tentara “Israel” di Gaza.
Pun Arab Saudi, dialah penyokong utama tentara Libanon. Kita perlu menyadarkan kaum Muslimin penduduk negeri dua tanah suci (baca: Arab Saudi) agar gencar menjelaskan persoalan ini kepada penguasanya. Jika kampanye bottom-up ini dilancarkan secara intensif, diharapkan pressing ini akan memiliki dampak! Insyaa Allah akan meringanlah kejahatan tentara Libanon terhadap saudara-saudara kita di Arsal.
Muslimin Arab Saudi patut merasa malu terhadap “penduduk ahlus sunnah di Kota Tripoli (Tarablus Libanon) yang rela turun ke jalan-jalan dalam aksi menentang persekongkolan tentara Libanon dan milisi hizbu syaithon terhadap saudara-saudara mereka di Arsal. Mereka terus mengangkat persoalan ini dan menyebarluaskan pemahaman di tengah barisan ahlus sunnah dalam menghadapi persekongkolan keji ini. Peran mereka, dengan izin Allah, akan meringankan tekanan terhadap saudara-saudara kita di Arsal.
Muslimin sedunia, kita perlu menjelaskan fakta yang terjadi dan mengangkat persoalan ini di media massa. Mari kita bermohon kepada AllahAl-Latiif, semoga memberikan taqdir yang lembut kepada penduduk kita dan menahan dari mereka kejahatan para penjahat terhadap mereka.
Hingga saat ini, aktivis media Hadi Al-Abdullah terus gencar melaporkan rincian fakta yang terjadi di Arsal melalui komunikasi dan konfirmasi langsung dengan warga Arsal, serta memantau langsung kondisi di Lapangan. Saat ini ia berada di Qalamoun. Untuk informasi aktual dan terpercaya dari lapangan, silakan mengikuti akun Facebok dan Twitter Hadi Al-Abdullah. https://www.facebook.com/hadiallabdala
https://twitter.com/HadiAlabdallah
(adibahasan/arrahmah.com)