(Arrahmah.com) – Perselisihan di tubuh kaum Muslimin yang akhir-akhir ini terjadi hingga pada tahap saling menuduh, mencela bahkan mengkafirkan telah menyesakkan dada dunia Islam dan sekaligus juga menimbulkan kekhawatiran akan persatuan umat Islam. Terkhusus apa yang terjadi di Suriah, belahan bumi Syam, yang telah menarik perhatian dunia terutama para ulama dan Mujahidin di seluruh dunia, termasuk Imarah Islam Afghanistan (IIA).
Sebagai bentuk tanggung jawab dan kasih sayang untuk saling menasehati terhadap sesama Muslim, IIA dalam rilisan resminya yang dipublikasikan di situs resminya Shahamat pada Kamis (10/7/2014) yang berjudul, yang artinya, “Rahasia Kemuliaan Umat Islam dan Kekuatan Mereka pada Kesatuan”, memberikan nasehat-nasehat yang berharga yang bertujuan untuk persatuan kaum Muslimin, terutama di negeri Syam yang barakah. Berikut terjemahannya:
****
Termasuk dari keistimewaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada kita adalah menganugerahkan kita nikmat keimanan, mengutus kepada kita RasulNya dan menurunkan Al-Qur’an untuk kita.
Setiap orang mengetahui bahwa termasuk dari ajaran Din kita (Islam) adalah saling menunjukkan [mensehati] antara satu sama lain ke jalan yang benar dan saling membimbing ke arah kebenaran. Sesungguhnya sesama mukmin itu bersaudara. Saling mencintai antara mereka karena Allah merupakan tali keimanan yang paling kuat. Kita harus takut kepada Allah, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan. Kita juga wajib berpegang dengan kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shalalallahu ‘alayhi wa sallam, kembali kepada ulama dan orang-orang yang memiliki ilmu. Kita mendengarkan dan berkonsultasi kepada mereka dalam perkara-perkara penting yang mereka menguasai dalam perkara tersebut.
Umat Islam wajib memberikan uluran tangan dan menolong antara satu dengan yang lain. Mereka harus bersama-sama, baik dalam kesusahan maupun kesedihan. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya: “Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan terasa panas.” (H.R Muttafaqun Alaih). Beliau juga bersabda, yang artinya: “Seorang mukmin bagi seorang mukmin lainnya laksana bangunan, antara satu dengan yang lain saling menguatkan” (H.R Muttafaqun Alaih)
Umat Islam harus berusaha menyatukan barisan dan menghimpun satu kata. Mendahulukan kepentingan umat dari pada kepentingan pribadi. Menghindari perselisihan dan pertikaian antara sesama. Tidak memaksakan pendapat kepada yang lain. Selalu menyebarkan kasih dan sayang antara sesama umat Islam. Sahabat Muhammad saw adalah orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang kafir, tapi mereka saling berkasih sayang antara sesama. Sesungguhnya cinta, kasing sayang, persaudaraan dan belas kasih termasuk dari sebab-sebab kemenangan dan kesuksesan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan seperti sebuah bangunan yang tersusun kokoh” (TQS Ash-Shaff: 4)
Wajib bagi umat Islam tunduk dan patuh kepada ketentuan-ketentuan Syariat Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS. An-Nisa’: 65]
Sepantasnya para komandan faksi-faksi jihad, orang-orang yang berpengalaman serta para ulama di Syam membentuk Dewan Syura untuk menyelesaikan perselisihan mereka. Ini melalui saling tukar pendapat dan musyawarah bersama. Allah berfirman: “Dan urusan mereka (orang-orang yang beriman, pent.) diputuskan dengan musyawarah antara sesama mereka” (TQS. Syura: 38)
Umat Islam juga wajib menghindari sifat Ghuluw (ekstrim) dalam beragama dan menghakimi orang lain tanpa bukti. Antara sesama mereka tidak boleh saling buruk sangka dan begitu saja percaya dengan prasangka-prasangka dan tuduhan-tuduhan kosong. Sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (TQS Al-Hujurat: 6)
Sesungguhnya perselisihan dan perbedaan pendapat atas satu perkara dalam kehidupan masyarakat manusia merupakan fenomena yang tak terelakkan. Ketika muncul perselisihan antara manusia, atau akan muncul perselisihan itu di kemudian hari, para pemikir yang cerdas akan berusaha mengurai perselisihan itu dan memadamkan apinya. Agama kita yang lurus telah membimbing ke jalan yang jelas dalam menyelesaikan setiap perselisihan dan perbedaan. Allah berfirman: “Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (TQS An-Nisa’: 59)
Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya: “Aku telah tinggalkan untuk kalian petunjuk yang terang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang berpaling darinya setelahku melainkan ia akan binasa. Barang siapa di antara kalian hidup, maka ia akan melihat banyaknya perselisihan. Maka kalian wajib berpegang teguh dengan apa yang kalian ketahui dari sunnahku, dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham. Hendaklah kalian taat meski kepada seorang budak Habasyi. Orang mukmin itu seperti seekor unta jinak, di mana saja dia diikat dia akan menurutinya.” (H.R Ibnu Hibban dari hadits Al-Arbath bin Sariya)
Imarah Islam Afghanistan
(siraaj/arrahmah.com)