(Arrahmah.com) – Para petinggi Al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) merilis dua pesan pada awal Juli. Yang pertama, dari amir AQAP, Syaikh Nasir Al Wuhayshi Hafidhahullah, yang berisi pujian kepada amir tertinggi Al Qaeda Syaikh Aiman Azh-Zhawahiri Hafidhahullah, dan menyebut beliau adalah “bapaknya” para mujahidin. Yang kedua, video yang berisi kritikan dua ulama’ AQAP, terhadap “Daulah Islamiyyah” dan para pendukungnya.
Anggota Al Qaeda secara online melihat dua pesan itu sebagai balasan dari klaim yang baru-baru ini dibuat oleh “Daulah Islamiyyah”, yang mendeklarasikan berdirinya “Khilafah” pada akhir Juni ini, dan mengangkat sendiri pemimpinnya, Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah, yang sekarang dikenal sebagai “Khalifah Ibrahim”.
Video kedua ini dirilis tak lama setelah puisi Syaikh Al Wuhayshi dan menampilkan sepasang ulama’ AQAP terkemuka, Syaikh Harits bin Ghazi Al Nadhari dan Syaikh Ibrahim Al Rubaish. Video ini berjudul, “Mas’uliyyah Kalimah”. Kedua ulama ini mempertahankan reputasi para ulama’ jihad yang tidak disebutkan namanya dan memperingatkan dari memfitnah mereka. Meskipun kedua ulama ini tidak menyebutkan peristiwa tertentu, tampak bahwa mereka sedang membahas mengenai konflik yang terjadi saat ini antara “Daulah Islamiyyah” dan kelompok jihad lainnya.
Simak terjemahan lengkap pesan yang disampaikan dua Ulama’ AQAP ini :
بسم الله الرحمن الرحيم
نُخْبَةُ الإِعْلامِ الجِهَادِيِّ
قِسْمُ التَّفْرِيغِ وَالنَّشْرِ
Ceramah dari :
SYAIKH HARITS BIN GHAZI AN NAZHARI DAN
SYAIKH IBRAHIM BIN SULAIMAN AR RABISH
hafizhahumullah
Sumber: Yayasan Media Al Malahim
Ramadhan 1435 – Juli 2014
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [Qs. Al Ahzab: 70-71]
SYAIKH HARITS AN NAZHARI
Assalamualaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh, segala puji bagi Allah, Ya Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad, dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibrahim. Berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan kepada keluarga Ibrahim atas sekalian alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung, Amma ba’du:
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [Qs. Al Ahzab: 70-71]
Allah mengajak hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk bertaqwa dan mengatakan perkataan yang benar. Al Kalam Al Musaddid itu adalah perkataan yang sesuai dengan kemampuan, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Bagaikan sebuah penyumbat bagi botol, jika ia kebesaran, maka ia tidak akan cocok, dan jika terlalu kecil, maka ia butuh yang lebih besar, maka Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar”.
Al Qaul As Sadid itu adalah jika kita diberikan petunjuk berupa ketaqwaan dan dapat berkata benar, maka dari itu selanjutnya Allah berfirman: “Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu”. Ada dua hal yang akan diraih dengan adanya ketaqwaan dan perkataan yang benar; perbaikan amal dan ampunan terhadap dosa-dosa.
“…dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. Perkataan itu memiliki timbangan dan berat tertentu di mata manusia dan di mata Allah. Maka perkataan yang baik itu menurut Allah dapat menaikkan derajat seorang mukmin, sedangkan perkataan yang buruk dan rusak itu akan menghempaskan seorang hamba ke dalam neraka, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya seorang hamba, benar-benar berucap dengan sebuah ucapan yang tergolong dari keredhaan Allah, ia tidak memperdulikannya, niscaya Allah akan mengangkat derajat dengannya dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar berucap dengan sebuah ucapan yang tergolong dari kemurkaan Allah, ia tidak memperdulikannya, akan menjatuhkannya dengannya ke dalam Neraka Jahannam.” [HR Bukhari] naudzubillah, hanya dengan sebab kalimat.
Allah memerintahkan kita untuk mengucapkan perkataan yang baik, Allah berfirman: “Katakanlah kepada hambaKu agar mereka berkata dengan perkataan terbaik…” [Qs. Al Isra: 53]. Maka di sini ada perkataan yang baik, perkataan yang terbaik, perkataan yang buruk dan perkataan yang terburuk. Yang diminta adalah agar engkau tidak mengatakan perkataan yang terburuk – sebagian orang ada yang membuka-buka kamusnya untuk mencari perkataan yang terburuk – jangan, yang minta darimu bukanlah perkataan yang terburuk atau perkataan yang buruk atau bahkan perkataan yang baik sekalipun, akan tetapi Allah berfirman kepada hamba-hamba-Nya agar mengatakan perkataan yang terbaik, mengapa? Karena jika engkau tidak mengatakan perkataan yang terbaik, dan engkau hanya mengatakan perkataan yang baik saja, maka itu akan membuka celah bagi setan untuk merusak hubungan kekerabatan, Allah berfirman:
“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka…” [Qs. Al Isra’: 53]. Jika engkau tidak mengatakan perkataan yang terbaik, maka akan ada kesempatan bagi setan untuk menyusupi hati, dan ada setan itu ada banyak, baik setan manusia maupun setan jin.
Mungkin hanya perkataan remeh yang diucapkan oleh orang-orang yang buruk perangainya, namun ia dapat meresap di hati, memecah belah jamaah dan merusak hubungan kekerabatan. Dan setan terus menggoda manusia, untuk apa? Untuk tidak berkata dengan perkataan yang terbaik.
Dosa-dosa lisan ini jumlahnya banyak, di antara yang terburuk adalah Ghibah dan Namimah. Ghibah adalah: membicarakan sifat-sifat yang dibenci dari saudaramu, sedangkan namimah itu adalah lebih buruk; yaitu mengadu domba di kalangan manusia, ini adalah perbuatan setan, merusak hubungan sesama orang mukmin adalah perbuatan setan, yang melakukan perbuatan ini adalah wakilnya setan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah orang-orang yang shalat di jazirah arab, tapi ia mengadu domba diantara mereka” [HR. Muslim No.5030], maka ia adalah rasulnya setan dan iblis. Lalu apa tugasnya? Menyusup ke dalam hati, menebar kedengkian, memecah belah kaum muslimin, dan mengakatan perkataan yang buruk.
Jika bukan dengan perkataan, akan tetapi dengan sesuatu yang seperti disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim“. Setiap muslim terhadap muslim yang lain”, yaitu memandang rendah terhadap seorang muslim, maka itu saja sudah dikatakan sebagai keburukan, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain”.
Sedangkan jika ada seorang manusia yang terkenal luas kebaikannya, semua orang menyaksikan bahwa perilakunya dan perkataannya baik, baik dia adalah adalah seorang ulama, atau orang terkemuka atau mujahid, maka mengatakan perihal diri mereka itu dihindari oleh para ulama sejak dahulu. Bahkan ada sebuah makalah terkenal milik Ibnu Asakir yang berjudul: “daging para ulama itu beracun”, karena berkata jelek tentang mereka adalah kerusakan besar dan penghinaan terhadap orang-orang yang baik, berilmu dan terkemuka, bukan merupakan bagian dari syiar-syiar islam.
Yang merupakan syiar islam adalah: menghormati orang-orang Islam yang sudah tua, yaitu orang yang tidak memiliki apa-apa, ia tidak berbuat salah apapun dan ia adalah seorang lelaki yang bertaqwa, namun ia adalah seorang muslim biasa yang tidak memiliki banyak keutamaan, maka sikap hormat kepada kepada orang yang saleh ini, atau kepada orang mukmin ini adalah bagian dari syiar islam.
Maka apa lagi kepada orang muslim yang sudah tua, memiliki keutamaan dan umurnya dihabiskan untuk berkorban di jalan Allah untuk membela agama, sebagiannya bahkan sudah menjadi ulama sebelum kita lahir di dunia, mereka adalah para tokoh yang terkemuka yang baik dan memberikan kebaikan, menjaga kehormatan mereka menempati posisi yang agung dan itu adalah merupakan bagian dari syiar islam.
Saya meminta kepada Allah agar menjadikan kami mampu untuk mentaati-Nya dan menjauhkan kami dari bermaksiat kepada-Nya, Amin.. jazakumullah khairan.
SYAIKH IBRAHIM AR RUBAISH
Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji bagi Allah SWT, shalawat serta salam kepada nabi serta rasul yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan kepada siapa saja yang mengikuti kebaikannya hingga hari kiamat. Amma ba’du:
Pada waktu yang lalu, terdapat kesalahan yang kita keluhkan, kita mendapati bahwa ia adalah kesalahan yang fatal, yaitu mengkultuskan ulama dan orang-orang tertentu, bentuk pengkultusannya sangat dibenci, derajatnya hingga perkataan-perkataan mereka itu lebih dikedepankan ketimbang kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, orang yang menyelisihi perkataan mereka lebih diingkari daripada orang yang menyelisihi firman Allah dan sabda Rasul, ia mendatangi orang yang mengingkari perkataan mereka dan berkata: “bagaimana bisa kamu berani menyelishi perkataan si fulan? Bagaimana bisa? Padahal si fulan telah berkata demikian dan demikian”.
Ketika engkau mendalili salah satu dari mereka dengan dalil yang berasal dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, maka ia akan membantah: “akan tetapi syaikh fulan berkata demikian”, ia menjadikan seseorang berkuasa atas firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Namun Alhamdulillah kesalahan tersebut mulai dapat digiring kepada kebenaran, manhaj mereka mulai dapat dibenarkan, dan orang-orang mulai tahu bagaimana cara bersikap dengan perkataan-perkataan manusia jika disandingkan dengan firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
Namun kini muncul sisi lainnya, lawan kata dari pengkultusan terhadap para ulama, mulai ada sikap tidak hormat terhadap para ulama, menjelek-jelekkan mereka dan mencari-cari kesalahan mereka, bahkan hingga permasalahan yang masih diperdebatkan sekalipun, ini adalah musibah.
Kita tidak berbicara tentang para ulama suu’ yang dikenal sebagai pembela thaghut, namun kita berbicara tentang para ulama rabbani yang benar-benar memegang kebenaran. Ada sebagian orang yang lancang kepada mereka, menghina mereka dan mencari-cari kesalahan mereka walaupun itu hal yang remeh, atau permasalahan yang memiliki beberapa sudut pandang, atau permasalahan yang masih menerima perbedaan pendapat, orang ini menjadikan permasalahan ini sebagai tolok ukur Al Wala’ wal Bara’ di dalam urusan agama Allah, ia mengekang agama dan tauhid dalam permasalahan tertentu. Barangsiapa yang setuju dengannya di dalam permasalahan tersebut, maka ia akan berwala’ dan menemaninya, sedangkan barangsiapa yang menyelishinya, maka ia akan berbara’ darinya.
Walaupun ini tidak menjadikan seseorang keluar dari agama, namun ini adalah musibah yang tengah melanda harakah atau jamaah-jamaah jihad yang kami semua meminta kepada Allah agar menjadikan kaum muslimin mau membenahi kondisi mereka agar sesuai dengan apa yang diridhai oleh Allah dan sesuai dengan sunnah Rasul-Nya SAW.
Inilah perkataanku, saya memohon ampun kepada Allah untuk diri saya maupun untuk diri kalian.
www.nokbah.com
(aliakram/arrahmah.com)