(Arrahmah.com) – Ini adalah tentang salah satu kontradiksi Jamaah Daulah dan kebodohan dari para fansnya, beberapa orang pasukan Jamaah Daulah tertawan di Kota Muhasan, di antara mereka ada seorang pendatang yang merupakan pendakwah, bersamanya ada juga beberapa orang FSA yang ikut berperang membantu Daulah ikut tertawan.
Maka saya bertanya kepadanya : “Mengapa kalian menyebut kami orang-orang murtad?”, ia menjawab : “karena kalian membai’at FSA”. Kemudian ia berkata kembali : “Kalian memerangi kami bersama-sama FSA”, maka saya katakan : “lalu siapa yang bersama kalian saat ini?”. Dengan perkataan saya ini, seakan-akan ada sebuah palu yang memukul kepalanya. Maka saya katakan kepada orang yang tertawan bersamanya : “kalian FSA, apa hubungan kalian dengan Daulah?”. Mereka menjawab : “kami adalah para penolong Daulah”, maka saya katakan : “kalau begitu Daulah kalian kafir dong?”.
Ia mengkafirkan kami karena FSA berperang bersama kami, padahal FSA juga berperang bersamanya dan membantunya dalam pertempuran Muhasan, dan ia dianggap sebagai pendakwah di kalangan mereka.
Pendatang ini berasal dari pelosok Jazirah Arab, ia mengaku bahwa sebelumnya ia adalah seorang penggembala unta, maka saya bertanya kepadanya : “Bagaimana caranya anda dapat menjadi seorang pendakwah?”. Maka ia menjawab : ” Saya mengatakan apa yang difirmankan oleh Allah dan apa yang disabdakan oleh Rasulullah”. Saya pun bertanya kembali : “Lalu siapa yang menerangkan maknanya kepadamu?”, ia menjawab : “(saya memahami maknanya) sesuai dengan pemahamanku!”.
Saya pun berkata kepadanya : “Inilah sebab dari kesesatan kalian, ketahuilah bahwa salah satu dosa besar adalah menjelaskan firman Allah dengan tidak didasarkan pada ilmu, dan anda berkata tentang agama Allah hanya didasari dengan pemahamanmu saja?!”. Ia berkata : “Kebanyakan yang saya ucapkan hanya didasari dengan akal”. Maka saya berkata : “Subhanallah.. ketahuilah bahwa orang yang pertama kali berkata dengan didasari akalnya adalah orang-orang khawarij”.
Percakapan ini disaksikan oleh sekumpulan orang-orang anshar dan beberapa ikhwah di Asy Syahil, Provinsi Deir Ezzour. Mereka semua dapat menyaksikan seberapa besar kadar akal orang-orang dari kelompok ini dan dapat menyaksikan siapa sebenarnya para da’i mereka. Lalu ia berkata : “Saya tidak mengkafirkan kalian!”, padahal baru saja ia mengatakan bahwa kami adalah orang-orang murtad.
Ia juga berkata : “Kami menginginkan negara islam”. Maka saya bertanya : “Negara Islam yang syar’i atau yang bid’ah? Tidak semua orang yang mengaku bahwa ia tengah menjalankan misi penegakan negara Islam kita harus bergabung dengannya dan mengikutinya, (jika kalian berkeyakinan yang sebaliknya – red.), maka pergilah ke Alu Su’ud dan Iran”, akhirnya dialog ini memakan waktu berjam-jam. Bersamanya ada juga seorang dari wilayah Maghribi, ia memiliki akhlak yang baik, ia pun mulai mengajukan pertanyaan kepada saya, maka saya katakan kepadanya, “tanyakanlah apa yang masih kurang jelas”.
(aliakram/arrahmah.com)