(Arrahmah.com) – Abu Muhammad Al-Dagestani, Amir Imarah Islam Kaukasus, membahas peran faksi jihad Jaish Al-Muhajirin wal Anshar yang dipimpin mujahid asal Chechnya dan dikenal sebagai Imarat Kavkaz/Imarah Kaukasus di Suriah. Dia mengungkapkan pendapat bahwa, daripada mendirikan sebuah kelompok independen di Suriah, Mujahidin Kaukasia Utara seharusnya bergabung dengan kelompok tertua dan paling sah, yaitu Jabhah Nushrah.
Mengenai Umar Al-Chechnya, Abu Muhammad mengatakan bahwa ia adalah saudara mujahid yang tulus dan bahwa merupakan sebuah kesalahan baginya untuk menyeberang ke Daulah Islam Irak dan Syam atau Islamic State of Irak and the Sham (ISIS); Namun demikian, Umar tidak boleh disalahkan atas pilihannya. Akan tetapi fakta bahwa ia telah menarik saudara lainnya ke dalam fitnah atau perselisihan, telah mengecewakan kepemimpinan Imarah Kaukasus, dan Mujahidin Kaukasia Utara seharusnya tidak mendengarkan orang-orang yang membuat fitnah. Abu Muhammad menyarankan Umar Al-Chechnya untuk kembali ke Jaish Al-Muhajirin wal Anshar dan mengambil posisi yang sama sebagaimana Imarah Kaukasus di Suriah.
Mengenai perkataan yang disampaikan oleh orang kepercayaan dekat Umar Al-Chechnya yaitu Abu Jihad, Abu Muhammad mengatakan ia tidak tahu siapa Abu Jihad dan bahwa ia tidak punya hak untuk berbicara atas nama Imarah Kaukasus.
Abu Muhammad kembali ke pertanyaan yang telah menjangkiti Imarah Kaukasus sejak Mujahidin Kaukasia Utara mulai muncul dan berjuang di Suriah – yaitu, posisi apa yang harus mereka ambil terhadap mereka dan dalam keadaan apa Mujahidin Kaukasia Utara diizinkan untuk berjihad di Suriah, dan bukan di negerinya.
Abu Muhammad mengungkapkan ketidakpuasan dengan fakta bahwa para pejuang Kaukasia Utara telah mendirikan faksi independen di Suriah. Salah satu alasan untuk ini adalah bahwa para pejuang ini telah dikenal, sehingga jauh lebih sulit bagi mereka untuk pulang kembali ke Kaukasus dan berjihad di sana untuk Imarah Kaukasus.
Berikut terjemahan penjelasan dari Abu Muhammad Al-Dagestani, Amir Imarah Islam Kaukasus, tersebut.
TERJEMAH PERKATAAN DARI AMIR IMARAH KAUKASUS
SYAIKH ALI ASHAB
(ABU MUHAMMAD AL DAGESTANI)
Wahai saudara dan saudariku! Pembicaraan ini akan membahas sekitar permasalahan Suriah dan tentang fitnah yang terjadi di Negeri Syam.
Allah berfirman di dalam Al-Quran:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” [Qs. Ali Imran: 103]
Allah juga berfirman:
“Hai orang-orang yang berima, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” [Qs. Al Anfal: 45-46]
Nabi Muhammad SAW bersabda di dalam sebuah hadits yang shahih:
مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ
“…Barangsiapa yang menghendaki tengah-tengahnya surga, maka wajib baginya bersama jama’ah…”[HR. Tirmidzi No.2091]
Juga sabdanya:
يَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ
“Tangan Allah bersama Al Jama’ah” [HR. Tirmidzi No.2092].
Ayat-ayat dan hadits yang menunjukkan tentang wajibnya berpegang terhadap jamaah jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin bagi kami untuk menyebutkan semuanya dalam pembicaraan kali ini.
Ketika dimulainya jihad di negeri Syam, banyak dari para ikhwah yang menanyakan akan hukum berjihad di sana; apakah ia sebuah fardhu ‘ain yang dibebankan kepada seluruh mujahidin, ataukah boleh bagi mereka untuk menetap di negeri mereka sendiri dan meneruskan jihad di dalamnya ataukah mereka harus pergi ke Syam untuk bergabung dalam peperangan di sana?
Pada mulanya, kami tidak tahu bagaimana caranya menjawab pertanyaan ini, sedangkan kami sendiri belum mempunyai pandangan yang jelas akan permasalahan ini, kami juga bingung dengan persoalan ini karena dua sebab :
Pertama adalah hadits-hadits nabi yang menyebutkan tentang keutamaan Syam, ia adalah termasuk bumi Allah yang terpilih, di dalamnya berkumpul hamba-hamba-Nya yang terbaik.
Nabi Muhammad SAW mewasiatkan kepada kita ketika jika terjadi fitnah agar: “Beradalah kalian di Syam”, jika kebaikan hilang dari bumi Syam, maka tidak ada kebaikan di tempat lain. Nabi Muhammad SAW juga mengabarkan kepada kita bahwa Thaifah Manshurah di akhir zaman akan berada di sana dan Nabi Isa Alaihis Salam akan turun di sana, hadits-hadits yang mengabarkan keutamaan negeri ini telah memberikan kepada kita pilihan untuk pergi menuju ke sana.
Sebab kedua adalah firman Alah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa” [Qs. At Taubah: 123]
Ayat ini menunjukkan kepada kita agar kita memerangi musuh-musuh yang ada di dekat kita. Namun ada hadits-hadits yang menunjukkan bahwa ketika jihad dimulai, maka sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW, akan ada pertempuran di barat dan di timur, ketika beliau ditanya manakah yang harus dipilih, maka beliau menjawab : “Beradalah kalian di Syam”.
Hadits-hadits ini menunjukkan kepada kita keutamaan pergi menuju Syam, namun ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa memerangi musuh-musuh yang terdekat itu lebih utama, maka dari itu kami pun bingung dan kami belum tahu bagaimana cara untuk menjawab pertanyaan saudara-saudara kami tersebut.
Kami pun mulai mengikuti perkataan para ulama yang berkaitan langsung dengan jihad, agar kami dapat mengetahui bagaimana pendapat dan pandangan mereka tentang permasalahan ini, maka kami tidak mendapati ada seorang ulama pun yang mengajak para mujahidin yang sedang berjihad di negeri mereka untuk meninggalkannya dan pergi ke medan jihad Syam, kami belum mendapati ulama seperti itu.
Bahkan para komandan jihad di Syam sekalipun, mereka belum meminta secara khusus kepada para ikhwah yang ikut serta berperang melawan musuh-musuh mereka di negara mereka masing-masing. Namun ketika kami mendapati adanya semangat dari saudara-saudara kami untuk pergi ke Syam dan bergabung untuk berjihad di sana, maka kami tak dapat mencegah mereka.
Kemudian kami katakan kepada saudara-saudara yang telah membai’at kami dan telah diizinkan untuk pergi ke Syam : “Jika kalian berada di sana, maka ingatlah tidak ada alasan bagi kalian untuk membentuk kelompok dengan mengatasnamakan “Imarah Kaukasus”, dan berperang dengan menggunakan nama “Imarah Kaukasus”, tidak ada kebutuhan untuk itu. Akan tetapi carilah jamaah yang terdepan di sana, bergabunglah dengannya dan dengarkan serta patuhi perintah dari pemimpinnya”.
Inilah yang kami katakan kepada mereka, maka kami telah dan masih meyakini bahwa ketika kami berbuat, maka kami benar.
Telah sampai kepada kami berita bahwa Dokka Abu Utsman – syahid insya allah – telah memberikan instruksi kepada para ikhwah untuk membentuk kelompok “Imarah kaukasus” di Syam, akan tetapi kami memandang bahwa itu bukan hak mendesak dan tidak ada manfaatnya, itu saya katakan berdasarkan beberapa sebab :
Sebab pertama : Allah dan Rasul-Nya telah menyerukan kepada kita agar kita menjadi seperti satu tubuh, agar kita berpegang teguh dengan tali Allah, dan agar kita tidak berpecah belah. Allah berfirman : “Dan janganlah kalian berpecah belah”. Jikalau tidak ada ayat atau hadits kecuali ayat ini, maka itu sebenarnya sudah cukup untuk menunjukkan tentang kewajiban berjamaah dan larangan untuk berpecah belah. Ini adalah sebab pertama, yaitu demi menggalang barisan para mujahidin dan menghindari fitnah. Di sini kami juga melihat bahwa setiap orang yang berkumpul lalu kekuatannya mulai bertambah, maka orang-orang ini akan membentuk sebuah jamaah yang independen dan mulai menampakkan jati diri mereka, hal seperti ini hanya akan menimbulkan fitnah, maka tidak ada faedahnya, ini pertama.
Yang kedua : ketika kami mengirim para ikhwah ke sana, tentu saja kami berharap bahwa mereka akan kembali lagi ke negeri mereka setelah bergabung dalam peperangan di Syam, kami akan bertukar pengalaman dengan mereka, lalu mereka akan menolong kami, karena di sini kami mengalami kekurangan pasukan. Walaupun kami mengalami kekurangan personel, namun kami tetap membolehkan mereka untuk pergi, saat itu kami berharap bahwa kami dapat mengambil faedah dari pengalaman mereka.
Tentu saja kami mengatakan kepada mereka : “Jangan merekam video apapun yang berisi pembicaraan kalian ketika kalian di Syam, agar jangan sampai orang-orang kafir yang memerangi kita di sini (kaukasus) tahu keberadaan saudara-saudara kami yang berada di dalam barisan para mujahidin di Syam, dan akhirnya mereka berhasil mengadili kalian”. Ini menjadi salah satu sebab juga.
Jika mereka melakukan seperti yang kami katakan, maka Jabhah Nushrah adalah jamaah syar’iyyah yang kami maksud ketika itu, yaitu jamaah yang mengangkat bendera Jihad dan Tauhid, dan mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali bergabung dengan para ikhwah di jamaah tersebut. Namun mereka tidak melakukannya, maka terjadilah apa yang terjadi saat ini, kemudian diumumkanlah di sana sebuah kelompok yang sifatnya terpisah dengan nama: Jaisy Al Muhajirin wa Al Anshar.
Maka tahulah orang-orang kafir bahwa saudara-saudara kami ada yang sedang berperang di dalam barisan para mujahidin di Syam, mereka pun mulai mengadili orang-orang yang baru pulang ke negara asal mereka, kami juga tidak mendapatkan apa yang kami inginkan.
Ketiga : Jikalau pada awalnya mereka bergabung dengan Jabhah Nushrah, maka mereka tidak akan berada pada posisi seperti sekarang ini, mereka berada di antara dua kobaran api: satu sisi ISIS, sisi lainnya adalah Jabhah Nushrah, dan keduanya menginginkan Jaisy Muhajirin wa Anshar bergabung dengan mereka.
Sebab terakhir adalah: jikalau mereka bergabung dengan Jabhah Nushrah, maka kami akan mengira bahwa Daulah akan mampu mengeluarkan pernyataan keras seperti apa yang telah dilakukannya. Karena Daulah dan Jabhah Nushrah berbicara tentang saudara-saudara kami dengan sisi positifnya saja, mereka berkata dan mengatakan bahwa saudara-saudara yang datang dari Kaukasus mereka adalah orang-orang yang paling berani, orang-orang yang paling membenci musuhnya ketika berperang, mereka selalu berada di barisan yang terdepan, mereka teratur, mereka mentaati amir mereka dan mereka juga saling menghormati satu sama lain. Ini yang mereka katakan.
Tentu saja Daulah berharap jika saudara-saudara kami itu akan bergabung dengannya dan mungkin Daulah akan mengeluarkan pernyataan yang keras, ini bisa saja menjadi sebab yang selanjutnya.
Fitnah yang terjadi antara Daulah dan Jabhah Nushrah pada akhirnya menjadikan kita harus menjelaskan beberapa hal yang masih menjadi misteri dari fitnah ini.
Pada awalnya Jabhah Nushrah adalah satu-satunya jamaah yang syar’i di negeri Syam, saat itu belum ada fitnah sama sekali. Abu Muhammad Al Jaulani saat itu adalah orang Daulah dan ia berada di bawah sumpah bai’at kepada Abu Bakar Al Baghdadi, kemudian Al Baghdadi mengutusnya untuk pergi ke Syam dan menjalankan jihad di sana.
Kemudian Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri meminta kepada mereka untuk tidak mengumumkan keberadaan Al Qaeda di bumi Syam, karena beliau belum melihat adanya faedah di dalamnya dan orang-orang kafir bermimpi bahwa mereka ingin melancarkan serangan terhadap Syam dengan menggunakan motif seperti itu, dan beliau sadar akan bahayanya. Maka dari itu beliau larang mereka untuk mengumumkan eksistensi Al Qaeda di negeri Syam.
Ketika deklarasi “Da’isy” Daulah Islam Iraq dan Syam, terjadilah kesalahpahaman antara mereka. Abu Bakar Al Baghdadi meminta kepada Abu Muhammad Al Jaulani untuk memberikan bai’at kepadanya dan agar ia mendengar serta mentaati amir yang akan ia kirim ke Syam, lalu Al Jaulani merilis penjelasan bahwa ia telah berbai’at kepada Al Qaeda, dan secara khusus kepada Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri, maka terjadilah kesalahpahaman dan perselisihan.
Demi mencari solusi dari perselisihan dan kesalahpahaman ini, kedua belah pihak akhirnya mengirimkan surat yang isinya meminta kepada beliau untuk turun tangan mendudukkan persoalan ini. Jawaban dari Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahi adalah memberikan isyarat kepada Abu Bakar Al Baghdadi bahwa ia telah membuat kesalahan dengan mendeklarasikan ISIS, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya kepada pimpinan pusat Al Qaeda dan Al Jaulani juga salah karena telah mengumumkan keberadaan Al Qaeda di Syam.
Pada saat itu mulai tersebar syubhat dan keraguan di kalangan para mujahidin, karaguan tersebut berkisar pada: “mengapa pimpinan Al Qaeda mengakui perbatasan yang ditetapkan dalam perjanjian Sykes Picot?”. Jika kita melihat permasalahan ini melalui kacamata Syariat Islam, maka apa yang dilakukan oleh Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri adalah benar, dan itu seharusnya dianggap sah.
Abu Bakar Al Baghdadi dan Abu Muhammad Al Jaulani keduanya bersepakat agar Aiman Azh Zhawahiri yang menyelesaikan perselisihan ini, tentunya keduanya akan lapang dada dengan keputusan yang diberikan oleh beliau. Ketika keputusan telah keluar, Daulah tidak menjalankannya dan tidak bersedia mematuhinya, mulailah Daulah mengeluarkan dalil-dalil atau syubhat yang berkaitan dengan keputusan ini.
Ketika fitnah ini tidak berhenti, maka mulailah ada pertumpahan darah di antara para mujahidin dan kaum muslimin. Para ulama rabbaniyyin dari ahlus sunnah meminta kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan langsung dengan jihad dan kepada Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri sendiri untuk membentuik sebuah mahkamah independen agar kedua pihak yang bertikai dapat duduk bersama di meja perundingan demi tercapainya satu pandangan.
Namun Jamaah Daulah tidak mau mendatangi mahkamah independen dan mereka mengumumkan bahwa mereka adalah institusi khilafah, dan Abu Bakar Al Baghdadi adalah khalifahnya. Mereka juga memiliki mahkamah syariat dan lembaga pengadilan syariat, maka mereka merasa tidak perlu untuk membentuk mahkamah independen, lalu mereka berkata: “jika kalian ingin menyelesaikan masalah, maka marilah datang ke mahkamah kami dan para Qadhi kami akan memutuskan hukum di antara kita”.
Tentu saja Jabhah Nushrah tidak setuju dengan tawaran Daulah, dan berkata: “kita berdua adalah dua pihak yang saling berseteru, maka bagaimana mungkin kami mendatangi mahkamah kalian dan Qadhi-qadhi kalian memutuskan hukum kepada kami?”. Maka seperti ini, dan fitnah ini pun terus berlanjut hingga hari ini.
Alhamdulillah, kami terus memantau perkembangan fitnah ini dan juga setiap apa yang terjadi di bumi Syam, kami berdoa kepada Allah agar DIA menampakkan kebenaran kepada kita sebagai kebenaran, menghilangkan fitnah, agar semua ikhwah memiliki satu pandangan yang sama dan agar jihad dapat terus berjalan melawan Basyar Al Assad si Kafir.
Kami sebagai ikhwah maka kami merasa simpati dan turut menderita mendengar apa yang terjadi di Syam, kami merekam pembicaraan dan nasehat ini untuk ditujukan kepada Abu bakar Al Baghdadi dan Abu Muhammad Al Jaulani, agar mereka duduk bersama di meja perundingan dan agar mereka mendengar serta taat kepada dewan pimpinan jihad.
Kami juga katakan kepada saudara-saudara kami (para mujahidin Kaukasus) untuk tidak masuk ke dalam kubu Al Jaulani, juga tidak masuk ke dalam kubu Al Baghdadi, akan tetapi mereka semua haruslah berada jauh dari fitnah. Kami katakan kepada mereka bahwa kami tetap tidak ingin ada deklarasi jamaah “Imarah Kaukasus” di Syam.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian orang mengatakan bahwa “Imarah Kaukasus” di Syam adalah sebuah jamaah yang tidak sah, orang yang menjalankannya maka ia adalah salah, mereka tidak diperintahkan untuk berperang secara terpisah dari jamaah-jamaah yang lainnya, maka mereka mulai menebar kebingungan dan keraguan di antara para mujahidin.
Alhamdulillah, Allah telah memperlihatkan kepada kami kebenaran itu sebagai yang benar, Daulah membuka topeng yang menutupi wajah mereka. Penanggung jawab media Daulah, Al Adnani mengeluarkan penjelasan dengan judul: “Ini bukanlah manhaj kami dan tidak akan menjadi seperti ini”. Dalam penjelasannya, ia menuduh pimpinan Al Qaeda, khususnya kepada Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri, bahwa mereka telah merubah manhajnya dan tidak lagi mengkafirkan para thaghut, kebanyakan dari mereka telah mengakui demokrasi, bahwa Azh Zhawahiri telah mengeluarkan perkataan yang haram untuk diucapkan kepada Mursi – presiden Mesir yang lalu. Dengan permisalan keraguan dan syubhat ini, mereka akhirnya keluar dari jalan yang telah ditempuh oleh Al Qaeda.
Mereka (Daulah) berkata bahwa mereka tidak mengkafirkan kaum muslimin, maka apa yang dimaksud dengan kata-kata seperti ini : “sesungguhnya mereka tidak lagi mengakfirkan para thaghut”, “kebanyakan mereka kini telah mengakui demokrasi”, “mereka (petinggi Al Qaeda) telah mengakui perjanjian Sykes Picot”, apa yang dimaksud dengan perkataan seperti ini? jika ini bukan sebuah perkataan yang menvonis kafir, maka kami tidak tahu lagi apa penyebutan yang tepat bagi perkataan semacam ini.
Sebagian yang bergabung dengan Daulah berkata dengan lantang dan sangat jelas bahwa jamaah Jabhah Nushrah adalah murtad dan Abu Muhammad Al Jaulani adalah orang kafir! Walaupun Daulah berkata bahwa mereka tidak mengkafirkan orang Islam, inilah kontradiksi yang ada pada mereka.
Alhamdulillah, saudara-saudara kami (mujahidin Kaukasus) mentaati pimpinan mereka dan tidak mengikuti pihak manapun, yaitu mereka kondisi mereka saat ini membuat kami senang, dan itu semua adalah berkat karunia Allah semata.
Maka dari itu, kami pada hari ini ingin berkata kepada saudara-saudara kami untuk meneruskan sikap mereka terhadap fitnah yang sekarang ini, dan agar mereka dapat mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk menghadapi Basyar Al Assad si Kafir beserta bala tentaranya, dan tidak memihak kepada kedua belah pihak yang bertikai. Hendaknya mereka menguasai wilayah-wilayah yang telah dibebaskan, menerapkan Syariat Islam di dalamnya, dan membagikan ghanimah yang mereka dapatkan.
Dan agar kelak wilayah-wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan saudara-saudara kita dan hanya dengan izin dari mereka, maka mujahidin lainnya baru bisa masuk ke dalamnya. Karena pada saat ini terdapat 10 kelompok di Syam yang masing-masing mereka memiliki wilayah dan ketua. Mengapa kita tidak berbuat seperti itu hingga fitnah dapat dihentikan?
Ketika semua pihak memilih untuk bergabung dengan seseorang, maka kami-lah yangpertama yang melangkahkan kaki menuju persatuan ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sedangkan terkait dengan beberapa ikhwah, maka kami ingin menasehati mereka, khususnya kepada Umar Ash Shishani. Saudara kita yang satu ini pada awalnya ditetapkan sebagai ketua bagi saudara-saudara kita yang berada di luar Kaukasus. Dengan karunia Allah, saudara kita ini mampu meraih hati orang banyak dan ia berhasil dalam hal ini. Di sekitarnya banyak berkumpul para mujahidin, mereka memiliki catatan kemenangan dan kesuksesan yang besar di medan perang. Namun ketika mulai terjadi fitnah, kami meminta kepada saudara-saudara kami untuk tetap berada di pinggir, dan saudara Umar Ash Shishani tidak mendengar dan memilih bagi dirinya untuk bergabung dengan kubu Daulah, walaupun kami berkeyakinan bahwa pilihannya adalah salah, namun kami tidak mungkin dapat menyalahkan saudara kami ini, karena ini adalah pandangannya.
Namun setelah ia bergabung dengan kubu Daulah, ia mulai mengajak para ikhwah lainnya untuk terlibat dalam fitnah ini, inilah yang tidak kami senangi darinya, kami tidak memperbolehkan kepadanya untuk berbicara dengan mengatasnamakan Imarah Kaukasus.
Kami tidak senang dengan apa yang diperbuat oleh saudara ini sekarang, kami berharap agar ia memahami hakekat yang terjadi pada akhir-akhir ini. Setelah Al Adnani mengeluarkan penjelasannya yang seperti itu, kami berharap bahwa ia akan meninggalkan fitnah ini dan kembali ke Jaisy Muhajirin wa Anshar, karena kami melihat kejujuran darinya.
Saudara kita ini memiliki kemampuan yang baik dalam urusan mengomandoi serangan militer, kami menasehatkan kepadanya agar ia mengerjakan sesuatu sesuai dengan kadar kemampuannya dan dikerjakan dengan baik, agar ia tidak ikut-ikutan dalam pandangan politik dan fitnah ini, karena ia tidak dapat mengerjakan dan mengaturnya dengan baik, ia juga tidak dapat menjelaskan pendapatnya dengan baik, baik dengan menggunakan bahasa Rusia, maupun dengan bahasa Arab.
Untuk menjalankan tugas seperti yang ia emban ini, sudah ada ulama dan para komandan jihad, mereka mengajak semua orang untuk menyelesaikan masalah, dan mengungkapkan hakekat yang sebenarnya, ini adalah pekerjaan khusus mereka, dan tidak diperkenankan untuk dikerjakan oleh orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan, yaitu orang yang tidak memahami kondisi yang sebenarnya terjadi di Syam, bahkan walaupun orang-orang ini menyaksikan dengan mata kepala sendiri sebagian apa yang terjadi, maka itu justru hanya akan menambah keraguan dan kebingungan, akibat dari sedikitnya menyaksikan kondisi yang sebenarnya.
Tidak diperkenankan kepada para ikhwah mujahidin untuk mendengarkan perkataan dari mereka hingga mereka keluar dari fitnah ini, maka dari itu nasehatku kepada saudara kita yang satu ini; agar meninggalkan fitnah ini, agar mengambil pendapat sebagaimana pendapat saudara-saudara yang lain, karena ada nash-nash dari Kitabullah dan As Sunnah yang memerintahkan kepada kita untuk menjauhi fitnah ketika ia tengah tersebar. Maka dari itu kami memilih untuk mendengar dan mentaati Allah dan Rasul-Nya SAW dan kami memilih untuk mengikuti para ulama rabbaniyyin dan shadiqin yang memiliki usaha untuk menyelesaikan fitnah ini.
Kemudian yang berkaitan dengan Abu Jihad, kami tidak tahu siapa saudara ini, ia tidak memiliki hubungan apapun dengan Imarah Kaukasus, kami tidak mengizinkan kepadanya untuk berbicara dengan mengatasnamakan Imarah Kaukasus. Jika ia mengatasnamakan Daulah, maka ia harus mengumumkan bahwa Daulah telah memperbolehkannya untuk bertidak dengan tindakannya, karena kami tahu bahwa ada para pembonceng seperti mereka, dan Daulah tidak memiliki kebutuhan dengan orang-orang seperti itu untuk berbicara dengan mengatas namakannya. Maka agar semua orang menyadari dan menempati posisi dan pekerjaannya masing-masing, karena ia akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah dan Rasul-Nya.
Maka inilah dia pandangan kami, yang kami keluarkan berdasarkan informasi-informasi yang tidak hanya berasal dari media massa saja, kami juga mengawasi setiap pembicaraan dan perubahan kondisi di Syam. Kami merasa khawatir dengan kondisi umat kita, dengan kondisi jihad kita, karena kami adalah bagian dari jihad ‘alami (jihad global), kami pun tidak ingin hanya berdiam diri di pinggiran sembari menonton, kami ingin menjelaskan apa yang kami lihat sebagai kebenaran.
Sedangkan apa yang dilakukan oleh orang-orang banyak pada saat ini adalah karena buruknya pemahaman mereka, sebagian berkeyakinan bahwa Daulah berada di atas kebenaran, sebagian lainnya berkeyakinan bahwa Jabhah Nushrah berada di atas kebenaran, jika mereka tidak bertaubat dan menghentikan pertumpahan darah terhadap kaum muslimin, maka sesungguhnya mereka telah bersalah dan mereka akan kesulitan untuk menjawab petanyaan Allah kelak di hari Kiamat.
Kami meminta kepada Allah agar Allah menunjukkan kepada kami kebenaran sehingga kami dapat mengikutinya Dan menunjukkan kepada kami kejelekan sehingga kami dapat menjauhinya.
(aliakram/muqawamah/arrahmah.com)