(Arrahmah.com) – Jatuhnya kota-kota besar seperti Mosul dan Tikrit ke tangan mujahidin merupakan kemajuan spektakuler yang diraih oleh mujahidin di Irak dalam beberapa hari terakhir telah menjadi pukulan telak bagi rezim Syiah Irak yang dipimpin oleh Nuri Al Maliki, dan juga kemunduran besar bagi Amerika Serikat. Pasalnya, Obama mengklaim telah meninggalkan Irak dalam kondisi berdaulat, stabil, dan mandiri, pada Desember 2011.
Nuri Al-Maliki telah meminta bantuan AS untuk kembali masuk ke Irak. Namun, harapan itu bertepuk sebelah tangan. Obama mengatakan bahwa pasukan Amerika Serikat tidak akan kembali bertempur dan melakukan serangan udara di Irak. Obama hanya mengirimkan 300 orang special force yang hanya bertugas menjadi penasehat militer bagi pasukan keamanan Irak.
Di balik hiruk-pikuk di Irak, tidak semua orang panik ketika beberapa wilayah-wilayah penting jatuh ke tangan mujahidin. Mark Stout adalah salah satunya. Peneliti di bidang Keamanan Global ini, dalam tulisannya di warontherocks.com, mengatakan bahwa invasi militer AS di Afghanistan tahun 2001 lalu seharusnya menjadi pelajaran bagi ISIS, bahwa penguasaan suatu wilayah ternyata menyita energi dan konsentrasi, sehingga lebih memudahkan musuh untuk melumpuhkannya.
Stout menukil ucapan Abu Mush’ab As-Suri (Hafidhahullah), yang ia sebut sebagai jihadis paling cemerlang yang pernah menyentuh keyboard, bahwa pada front peperangan terbuka seperti jihad melawan Uni Soviet tahun 1980-an, bila bertujuan untuk membebaskan wilayah lalu mengendalikan wilayah tersebut, tidak mungkin berhasil dalam jangka waktu yang lama. Contoh sederhananya adalah bahwa mereka (para mujahidin) belum dapat sepenuhnya melawan kekuatan militer modern yang didukung oleh kemampuan intelijen modern.
Sebaliknya, kata Stout, As Suri justru merekomendasikan dakwah untuk menyebarkan ideologi perlawanan (dakwah muqawamah) kepada individu-individu di wilayah yang dikuasai tersebut, untuk menghindari serangan dari musuh secara langsung. Dengan kata lain, As-Suri lebih menyarakankan untuk membentuk daerah basis seperti Tora-Bora.
Stout menambahkan, bahwa bila lebih banyak wilayah yang ditaklukkan ISIS, semakin banyak uang diperoleh, semakin banyak kendaraan lapis baja itu diperoleh, namun akan semakin banyak layanan sosial yang harus diberikan kepada penduduk di wilayah tersebut. “Ini adalah sama saja dengan mengatur kejatuhan mereka sendiri,” katanya.
Mark Stout menjelaskan, bahwa penguasaan wilayah ini mempunyai beberapa efek buruk bagi ISIS dari sudut pandang keamanan, yaitu:
- Penguasaan wilayah berarti mengikat ISIS ke wilayah yang tetap. Hal ini memudahkan rezim Irak untuk memusatkan serangan pada daerah tertentu yang menjadi basis ISIS.
- Menciptakan network (jaringan) dengan suku-suku lokal yang dapat dipetakan dan dieksploitasi, yaitu dengan memanfaatkan orang-orang munafiq di dalam jaringan tersebut.
- Penguasaan wilayah sama saja memberikan target bulan-bulanan serangan udara dan artileri.
Stout mengingatkan Irak dan AS, bahwa bencana yang sesungguhnya adalah bukan karena hilangnya wilayah atau kendaraan lapis baja tetapi karena senjata ringan, bahan peledak, dan, uang yang telah dirampas oleh ISIS itu akan digunakan untuk beroperasi yang akan mengganggu Irak, Amerika Serikat, dan negara-negara terkait lainnya selama bertahun-tahun yang akan datang.
Hal yang perlu disadari adalah, musuh-musuh mujahidin tidak akan diam melihat kemenangan yang didapatkan oleh mujahidin. Larut dalam euforia kemenangan sesaat akan berakibat fatal. Toh Serangan balik untuk memukul mundur mujahidin juga sudah dimulai oleh rezim Nuri Al Maliki. Terlebih setelah datangnya bala bantuan dari Hizbullah.
Allahummanshur mujahidiina fii kulli makaan…
Penulis: Multazim Jamil
Editor: Hamdan
Catatan:
Mark Stout adalah Senior Editor pada War on the Rocks. Dia adalah Direktur Program MA dalam Studi Keamanan Global di Johns Hopkins University School of Arts and Sciences di Washington, DC
(kiblat.net/arrahmah.com)