BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Kepala Badan Investasi dan Promosi (Bainprom) Aceh, Iskandar, mengungkapkan bahwa Syariat Islam di Aceh masih menjadi isu ‘seksi’ bagi para investor dari luar negeri, terutama dari Amerika dan kawasan Eropa.
“Investor dari luar negeri sering mempertanyakan mengenai pelaksanaan Syariat Islam di Aceh,” kata Iskandar seperti ditulis Serambi Indonesia, Senin (19/5/2014).
Karena itu, pada acara ‘Aceh Invesment Promotion’ yang akan dilaksanakan pada Selasa (20/5/2014) di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, pihaknya berencana akan menghadirkan Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Robert O Blake Jr, dan CEO MarkPlus, Hermawan Kartajaya.
“Apa yang masih menjadi kendala bagi investor dari Amerika dan Eropa untuk Aceh, akan kita jelaskan secara rinci, termasuk masalah penerapan hukum Islam di Aceh,” ujar Iskandar.
Aceh dijelaskan Iskandar, sangat membuka diri untuk investasi. Tetapi investasi yang dilakukan itu tidak melanggar apa yang dilarang oleh ajaran Islam. Kalau itu bisa dipenuhi, maka ia menjamin investor aman melakukan investasinya di Aceh.
Dia mencontohkan beberapa perusahaan asing seperti PT Lafarge yang memproduksi semen di Lhoknga, Aceh Besar, dan sejumlah perusahaan asing lainnya yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan CPO, yang sampai sekarang masih berjalan aman.
“Pelaksanaan syariat Islam di Aceh tidak lah menyeramkan sebagaimana yang digambarkan pihak asing. Kalau pun ada pelaksanaan hukum cambuk bagi pelaku mesum, itu diberlakukan hanya untuk penduduk yang beragama Islam,” ujarnya.
Dia menjelaskan, penerapan hukuman cambuk bagi pelaku mesum bertujuan untuk memberikan rasa malu dan pelajaran bagi pelaku dan masyarakat agar tidak melakukan perbuatan tersebut.
“Perbuatan itu sangat dilarang oleh agama Islam dan agama lainnya. Hukuman itu saat ini sudang jarang kita dengar. Apakah karena peristiwanya sudah jarang terjadi akibat dampak positif dari penerapan hukuman sebelumnya?” tutur Iskandar setengah bertanya. (azm/arrahmah.com)