(Arrahmah.com) – Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya serta umatnya yang komitmen menjalankan syariatnya. Amma ba’du.
Bab I
Mentauhidkan Allah dalam bidang kekuasaan, hukum dan ketaatan
Ketentuan 17
Khalifah boleh meminjam harta kepada Baitul Mal [keuangan negara] dan ia wajib melunasinya, bendahara [pejabat] yang mengurusi Baitul Mal memiliki wewenang indipenden, dan khalifah mengembalikan harta yang melebihi kebutuhan hidup keluarganya kepada baitul mal
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan [Allah memerintahkan] jika kalian memutuskan perkara diantara manusia maka kalian wajib memutuskan dengan adil…” (QS. An-Nisa’ [4]: 58)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wajib bagi imam [penguasa] untuk memutuskan perkara dengan hukum yang Allah turunkan dan menunaikan amanat. Jika imam telah melaksanakan hal itu, maka wajib bagi rakyat untuk mendengar dan menaatinya serta memenuhi panggilannya jika mereka dipanggil.” (HR. Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir Ath-Thabari dengan sanad shahih)
Hadits no. 50
Dari Imran bin Abdullah Al-Khuza’i berkata:
كَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَحْتَاجُالْحَاجَةَ الشَّدِيدَةَ فَيَأْتِي خَازِنَ بَيْتِ اْلمَالِ فَيَسْتَقْرِضُ الدُّرَيْهِمَاتِ فَيُقْرِضُهُ، فَرُبَّمَا أَخَذَ بِخَنَاقِهِ فِيهَا حَتَّى يَرُدَّهَا، وَرُبَّمَا يُؤَخِّرُ حَتَّى يَخْرُجَ عَطَاؤُهُ أَوْ سَهْمُهُ فَيُعْطِيهِ
“Khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu terkadang mengalami kebutuhan hidup yang sangat mendesa, maka ia mendatangi bendahara Baitul Mal, lalu Umar meminta pinjaman uang beberapa dirham, sehingga bendahara baitul mal meminjaminya. Kadang-kadang Umar harus menyisihkan hartanya yang pas-pasan untuk membayar hutang tersebut dan kadang-kadang Umar menunda sampai tiba jatahnya dari tunjangan baitul mal [al-atha’] atau jatahnya dari harta fa’i, baru ia bisa membayar hutangnya.” (HR. Ibnu Syabah dalam Tarikh Madinah, 2/703, dari jalur Musa bin Ismail dari Salam bin Miskin dari Imran bin Abdullah Al-Khuza’i, dengan sanad shahih)
Hadits no. 51:
Dari Imran bin Abdullah Al-Khuza’i berkata:
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ إِذَا احْتَاجَ أَتَى صَاحِبَ بَيْتِ الْمَالِ فَاسْتَقْرَضَهُ، فَرُبَّمَا عَسَرَ فَيَأْتِيهِ صَاحِبُ بَيْتِ الْمَالِ يَتَقَاضَاهُ فَيُلْزِمُهُ فَيَحْتَالُ لَهُ عُمَرُ، وَرُبَّمَا خَرَجَ عَطَاؤُهُ فَقَضَاهُ
“Jika memiliki kebutuhan, terkadang Umar bin Khathab mendatangi bendahara Baitul Mal lalu meminta pinjaman darinya [harta Baitul Mal]. Terkadang Umar bin Khathab mengalami kesulitan keuangan, sehingga bendahara Baitul Mal mendatanginya dan menagih pembayaran hutangnya. Bendahara mengharuskannya membayarkan hutangnya, lalu Umar mengalihkannya kepada orang lain yang memiliki harta untuk melunasinya hutangnya lebih dahulu [gali lubang tutup lubang, red]. Namun terkadang jatah tunjangan dari Baitul Mal (al-atha’) keluar, maka Umar mempergunakannya untuk melunasi hutangnya.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra, 3/209 dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqa, 44/345, dengan sanad shahih)
Hadits no. 52:
Dari Aisyah radiyallahu ‘anha:
لَمَّا مَرِضَ أَبُو بَكْرٍ مَرَضَهُ الَّذِي مَاتَ فِيهِ قَالَ : اُنْظُرُوا مَا زَادَ فِي مَالِي مُنْذُ دَخَلْتُ فِي اْلخِلاَفَةِ فَابْعَثُوا بِهِ إِلَى الْخَلِيفَةِ مِنْ بَعْدِي. فَإِنِّي قَدْ كُنْتُ أَسْتَحِلُّهُ ، وَقَدْ كُنْتُ أَصَبْتُ مِنَ الْوَدَكِ نَحْوًا مِمَّا كُنْتُ أَصَبْتُ مِنَ التِّجَارَةِ.
قَالَتْ عَائِشَةُ: فَلَمَّا مَاتَ نَظَرْنَا فَإِذَا عَبْدٌ نُوبِيّ كَانَ يَحْمِلُ صِبْيَانَهُ ، وَنَاضِحٌ كَانَ يَسْقِي بُسْتَانًا لَهُ ، فَبَعَثْنَا بِهِمَا إِلَى عُمَر.فَأَخْبَرَنِي جَرِيِّي أَنَّ عُمَرَ بَكَى وَ قَالَ : رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ ، لَقَدْ أَتْعَبَ مَنْ بَعْدَهُ تَعْبًاشَدِيدًا.
“Saat Abu Bakar Ash-Shiddiq mengalami sakit yang membawa kepada kematiannya, ia berkata kepada keluarganya: ‘Lihatlah kekayaan yang melebihi hartaku sendiri sejak aku menjadi khalifah! Serahkanlah ia kepada khalifah setelahku! Sesungguhnya aku telah menghalalkannya. Sungguh aku telah memperoleh harta dari jatah tanah di daerah Wadak dalam jumlah yang kurang lebih sama dengan hasil perdaganganku.’
Aisyah berkata lagi: “Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal, kami [anggota keluarganya] melihat kelebihan hartanya [dari jumlah harta yang ia miliki sebelum menjadi khalifah]. Ternyata kelebihan hartanya hanyalah seorang budak Naubah yang memiliki beberapa anak kecil dan seorang pelayan yang biasa mengairi kebun Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Maka kami mengirimkan keduanya kepada Umar bin Khathab. Wakilku memberitahukan kepadaku bahwa Umar bin Khathab menangis. Ia berkata: “Semoga Allah merahmati Abu Bakar Ash-Shiddiq, sungguh ia telah membuat khalifah setelahnya akan mengalami kepayahan yang sangat [untuk mampu meniru jejaknya].” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 22619 dan 33582, dan Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra, 3/143 dengan sanad shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/351 berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dan Ibnu Mundzir dengan sanad yang shahih)
Hadits no. 53:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Aisyah:
لَقَدْ كُنْت حَرِيصًا عَلَى أَنْ أُوَفِّرَ مَالَ الْمُسْلِمِينَ ، فَانْظُرُوا مَا عِنْدَنَا فَأَبْلِغُنَّهُ عُمَرَ. فَمَا كَانَ عِنْدَهُ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ ، وَمَا كَانَ إِلَّا خَادِمٌ وَلِقْحَة وَمِحْلَبٌ ” .
فَقَالَ عُمَرُ : يَرْحَمُ اللَّهُ أَبَا بَكْرٍ ، لَقَدْ أَتْعَبَ مَنْ بَعْدَهُ
“Sungguh selama ini aku telah berusaha untuk memenuhi harta [baitul mal] kaum muslimin, maka lihatlah kekayaan yang kita miliki, lalu benar-benar serahkanlah ia [kelebihan harta kita] kepada Umar bin Khathab.” Namun ternyata Abu Bakar Ash-Shidiq tidak memiliki uang meski hanya satu dinar ataupun satu dirham. Kekayaannya hanyalah seorang pelayan, seekor unta yang bisa diperas susunya dan wadah untuk memerah susu unta.”
Maka Umar bin Khathab berkata: “Semoga Allah merahmati Abu Bakar Ash-Shiddiq, sungguh ia telah membuat khalifah setelahnya akan mengalami kepayahan [untuk mampu meniru jejaknya].” (HR. Abu Bakar Ad-Dinawari dalam Al-Mujalasah no. 2393 dan dishahihkan oleh muhaqqiqnya, dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/351)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)