(Arrahmah.com) – Setelah beberapa waktu lalu amir Al-Qaeda, Syaikh Aiman Az-Zhawahiri, angkat bicara menanggapi pertikaian antar mujahidin Suriah, kini giliran Syaikh Al-Maqdisi turut menyampaikan kritikan dan nasehatnya terkait telah terabaikannya adab antar mujahidin di tengah fitnah yang melanda.
Dari balik jeruji besi, Syaikh Al-Maqdisi menyampaikan beberapa kritik dan nasehatnya ini kepada faksi mujahidin Suriah yang saat ini tengah ditimpa musibah perselisihan. Bagaimanapun, isi kritikan Syaikh Al-Maqdisi berikut ini merupakan nilai-nilai umum adab yang diharapkan senantiasa menghiasi akhlak mujahidin.
“MENAHAN BUSUR PARA BANDIT
YANG MELUNCUR KE ARAH PARA PEMBESAR ISLAM”
Oleh:
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi hafizhahullah
5 Mei 2014
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam, keluarga-keluarganya, para sahabatnya dan kepada para pengikutnya, amma ba’du.
Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 1435 (5/4/2014), saya menyimak beberapa perkataan yang disampaikan oleh seorang saudara kita yang tercinta, syaikh yang mulia dan seorang mujahid lagi hakim umat ini, Syaikh Dr. Ayman Azh-Zhawahiri hafizhahullah, dan meneguhkan kita dan beliau di atas kebenaran yang nyata. Semoga Allah senantiasa menjadikan kami orang yang menolong agama-Nya dan meninggikan panji-Nya.
Perkataan beliau yang sedikit tersebut sungguh telah mengusik diri saya, maka saya memutuskan untuk menuliskan perkataan yang telah lama terlintas di benak saya ini, yaitu ketika orang-orang bodoh itu terus-menerus mencaci para pembesar kami dengan kekurangajarannya mereka keluar dari jalan kebenaran dan langsung mengeluarkan kata-kata mereka yang hina tersebut. Mereka adalah orang-orang yang tak pernah berhasil menjalani proses pendidikan keilmuan dan ketatakramaan, sehingga mereka tidak mengerti bagaimana akhlak seorang muslim dan bagaimana berinteraksi dengan orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda dalam haditsnya yang shahih:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah orang yang terbaik akhlaqnya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat kelak adalah tsartsarun, mutasyaddiqun dan mutafaihiqun.” Sahabat berkata: “Ya Rasulullah… kami sudah tahu arti tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa arti mutafaihiquun?” Beliau menjawab, “Orang yang bermulut besar (sombong).” [HR. Tirmidzi No. 2018, ia berkata ‘hadits ini hasan gharib’. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Tirmidzi]
Agar orang-orang yang kurang ajar dan tidak beradab tersebut menyadari bahwa Allah tak akan menyediakan tempat kehormatan di sisi nabinya Shalallahu ‘alaihi wa salam pada hari kiamat kelak jika mereka tidak dapat merubah sikap mereka menjadi baik, mereka harus bertaubat kepada Allah sebelum akhirnya mereka mendapati bahwa diri mereka adalah orang yang paling dibenci dan paling jauh dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Hendaknya mereka mengetahui siapa (kelompok) yang dipekerjakan oleh Allah untuk menolong agamanya, ketika yang lain tak mampu mengembannya.
Salah satu ciri khas orang-orang yang dicintai oleh Allah adalah “yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin.” [Al Maidah: 54] apalagi terhadap orang-orang yang terhormat dan para pembesar mereka, dan kepada setiap orang yang menjaga lisannya dan mengikuti sunnah sebagaimana layaknya orang beriman dan para pembela agama ini, ketahuilah bahwa engkau bukanlah dari golongan yang disebutkan dalam ayat di atas yang mereka disifati dengan sifat yang menyenangkan dan engkau tidak memenuhi syarat yang diajukan Allah untuk menjadi salah satu dari sekian banyak penolong agamanya.
Maka kini berhentilah engkau dari menawarkan pertolongan kepada para mujahidin dan pergilah sesukamu agar engkau menjadi salah satu dari orang-orang yang berpangku tangan dan tidak berjihad dan ratapilah penderitaanmu tersebut jikalau engkau benar-benar termasuk orang yang jujur.
Ada pepatah di negeri ini yang mengatakan, “barangsiapa yang tidak dapat menghormati orang yang lebih tua, maka ia tak akan dapat mengatur orang lain.” Pepatah ini mengacu kepada hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adab (bab kepada yang lebih tua, dan hendaknya mendahulukan orang tua dalam hal berbicara dan bertanya) yaitu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Yang lebih tua…yang lebih tua!”
Yang dimaksud oleh nabi di sini adalah hormatilah yang lebih tua usianya, yakni dahulukan yang lebih dewasa karena pilihan jenis ucapan itu berhubungan dengan kedewasaan akal dan tingkat pemahaman. Berbeda dengan makan dan minum, yang dalam hal ini tidak ada ketentuan yang tua harus didahulukan, melainkan yang kanan lebih dahulu.
Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit, ia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا وَلَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلَمْ يَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukan dari kalangan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda di antara kami. Dan menghargai hak orang yang alim di antara kami.” (HR Imam Ahmad dan Hakim)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa Rasul Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا
“Bukan dari kalangan kami orang yang tidak mengasihi yang lebih muda di antara kami dan menghargai kemuliaan orang tua di antara kami.” (HR Ahmad)
Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam, “bukan dari kalangan kami” adalah pelepasan diri yang berkonsekuensi bahwa pelakunya berhadapan dengan ancaman tersebut dan ia menyimpang dari manhaj yang benar, sesat dari jalan yang lurus.
Saya merenungkan wasiat nabi ini kemudian mencocokkannya dengan keadaan sekarang yaitu sikap orang-orang yang menyombongkan diri di hadapan para senior yang sejak dahulu telah melakukan hijrah dan jihad, maka tidaklah kudapati bahwa kebencian mereka ini kecuali didasari oleh kebodohan dan kedunguan serta pola pikir mereka yang dangkal, bahkan terkadang karena didasari oleh ketidakjujuran dalam menyampaikan suatu hal.
Sungguh saya telah menelaah beberapa tulisan mereka yang ditulis dengan cara memotong perkataan para masyayikh dan menyelewengkan perkataan para senior dari tujuan sebenarnya serta mengarahkannya kepada stigma yang negatif sehingga mereka dapat menyimpulkan dengan seenaknya bahwa perkataan para masyayikh dan para pemimpin senior telah menyimpang dari manhaj kebenaran.
Kemudian mereka menyerukan kepada para mujahid muda agar berlepas diri dari mengikuti para petinggi dan mujahid-mujahid senior yang telah berhijrah dan berjihad sejak dahulu dan menyerukan untuk mengikuti para ulama karbitan dan orang-orang pemula dalam hal ilmu Islam, apalagi dalam dakwah dan jihad. Yaitu orang-orang yang belum lama ini berada di dalam barisan pasukan musuh yang melakukan pelanggaran terhadap kehormatan umat islam, ataupun orang-orang yang bersikap ghuluw dalam takfir, mereka mengahalalkan darah dan harta kaum muslimin.
Mereka adalah orang-orang yang pemahaman fiqihnya dangkal dan dasar-dasar keilmuannya kacau terlebih lagi mereka merasa mampu memimpin para pemuda yang dampaknya adalah menjerumuskan mereka ke dalam bencana dan kebinasaan, padahal urusan semacam ini hanya dapat ditangani oleh para para ulama yang ahli dan para pakar.
Salah satu contoh bencana yang paling jelas adalah pembunuhan Syaikh Abu Khalid As-Suri Rahimahullah, pembunuhnya jelas adalah seorang penjahat yang melanggar hak-hak keagamaan, yang dia inginkan adalah menghilangkan para ahli fiqh, ahli dalam berjihad, orang pintar serta orang yang sarat akan pengalaman dari bumi jihad di Syam dan menggantikannya dengan orang-orang bodoh, sesat dan pengacau, mereka adalah orang yang sesat lagi menyesatkan.
Dan kini kita lebih mengetahui lagi tentang kesesatan mereka, kekacauan pemahaman mereka akan agama Allah, peremehan mereka terhadap urusan kejahatan yang keji, tidak merasa bersalah terhadap pembunuhan kepada saudara kami ini, tidak menghormati beliau dan tidak berlepas diri dari oknum pelakunya dengan jelas dan gamblang. Alih-alih gamblang, mereka justru menyatakannya dengan kalimat yang tidak jelas sehingga tuduhan pembunuhan tersebut tetap tertuju kepada mereka, bahkan bertambah kuat.
Kemudian dengan kobodohannya, juru bicara mereka berkata : “Apakah kalian menyamakan timbangan antara seorang manusia dengan seluruh Daulah [Islam Irak dan Syam atau Islamic State of Irak and Sham (ISIS,-ed)]?” Maka saya katakan dengan kemarahan: Benar, kami menyamakan timbangan seorang manusia apabila dia adalah Abu Khalid As-Suri dengan bahkan beberapa negara sekalipun, bukan hanya dengan satu negara (Jamaah Daulah), karena orang seperti beliau adalah orang yang handal dalam menegakkan bukan hanya satu negara saja, dia mampu memetik hasil jihad dengan sukses dan mampu mengarahkan kafilah-kafilah jihad agar memberikan manfaat kepada agama Allah ini.
Ataukah engkau belum mendengar sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam: “Seandainya penduduk langit dan bumi [Ingat! Penduduk langit dan bumi, bukan hanya sebuah daulah] bersekongkol untuk membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan menelungkupkan mereka ke dalam neraka.” (HR. At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2442 , Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi ).
Maka inilah tolok ukur kami sebagai orang-orang islam, inilah manhaj yang kami anut, inilah ukuran neraca kami dalam mengukur harga nyawa seorang mukmin, yaitu sama beratnya dengan seluruh negara di dunia bahkan seluruh penduduk di langit dan di bumi, maka tunjukkanlah kepadaku tolok ukur dan ukuran neracamu!
Saya juga mendapat kabar bahwa mereka menyombongkan diri di hadapan Syaikh Abu Qatadah Al-Filishthini hafizhahullah, dan mereka berkata bahwa Abu Qatadah bukanlah Syaikh kami, Syaikh kami adalah Al-Maqdisi. Ketahuilah! Bahwa saya bukanlah syaikh bagi orang-orang yang berani bersikap kurang ajar terhadap para ulama dan senior kami yang mulia semisal Syaikh Dr. Ayman Azh-Zhawahiri dan Syaikh kami yang tercinta Abu Qatadah Al-Filishthini, dan juga para pemikir kami semisal Syaikh Dr. Hani As Siba’i dan lainnya.
Maka kepada setiap orang yang berani berkata lancang terhadap mereka-mereka ini, maka mereka adalah bukan dari golonganku, dan saya bukanlah dari golongan mereka dan saya tak sudi jika mereka mengaku sebagai muridku. Saya tidak bangga memiliki murid seperti itu. Saya sangat senang bila mereka menyamakan saya dengan orang-orang yang memiliki keutamaan (yang telah mereka cela). Karena celaaan mereka terhadap saya lebih saya sukai dari pada pujian dan intisab (menisbatkan diri) kepada saya.
Saya juga dapat mengingat beberapa nama yang belum lama ini masih dalam tahap merangkak dan menyusui, tiba-tiba saja dalam waktu singkat telah memposisikan diri sebagai syaikh di gerakan jihad yang diberkahi ini. Mereka hanya dapat bergantung pada aliran keberkahan dari para masyayikh dan berkumpul di bawah naungan mereka, sedangkan para masyayikh ini berusaha untuk membangun masa depan yang cerah bagi mereka, anak-anak ingusan ini hanya dapat menaiki pundak mereka dan meniru setiap apa yang mereka perbuat.
Sampai di sini semuanya baik-baik saja jika mereka terus tetap seperti itu, yaitu tetap berdekatan dengan mereka, setia dan memperbaiki keadaan mereka. Akan tetapi ketika mereka tidak menyerap pelajaran yang diberikan oleh para masyayikh kepada mereka kemudian menfitnah dan bersikap kurang ajar terhadap mereka, maka ini sudah dapat dikatakan bahwa mereka tidak dapat memegang janji dan bukan termasuk sikap orang yang beriman dan berakhlak. Dan semoga shalawat serta salam ditujukan kepada Nabi Muhammad yang bersabda: “menepati janji adalah sebagian daripada iman..” Beliau juga mengabarkan kepada kita dalam haditsnya:
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Akan datang di tengah umat manusia tahun-tahun penuh penipuan. Pendusta dianggap jujur, orang jujur dituduh pendusta. Pengkhianat diberi amanah, orang amanah dituduh pengkhianat, dan ruwaibidhah angkat bicara. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Apa itu Ruwaibidhah?’ Jawab beliau, ‘Orang bodoh yang berbicara masalah umat islam.'” (HR. Ahmad 7912, Ibnu Majah 4036, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Beliau Shalallahu ‘alaihi wa salam telah mengabarkan kepada kita bahwa salah satu tanda-tanda kiamat adalah ‘Ruwaibidhah’ akan menguasai urusan-urusan penting yang menyangkut keumatan, betapa banyak bermunculan kini orang-orang yang tolol, bicaranya lancang dan akhlaknya buruk, mereka hendak menyesatkan para pemuda dan menghalangi mereka dari mempelajari pemahaman yang benar dan fiqih yang tepat. Mereka suka mencela, mencerca serta menfitnah.
Ketika sebuah kaum ditimpa musibah dalam urusan akhlak *** maka kematian dan tangisan lebih layak bagi mereka
Para thaghut arab maupun non arab selamat dari marabahaya mereka, namun tidak bagi para komandan mujahidin dan ulama, mereka tidak menyertai kafilah jihad, mereka hanya berpangku tangan, perjuangan dan jihad mereka tidak tampak sedikitpun, apakah mereka tidak mengingat firman Allah ketika mereka menuliskan perkataan-perkataan mereka?
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” [Qs. Qaaf: 18]
Ataukah mereka tidak merenungkan perkataan syair ini :
Tidak ada seorang penulis pun kecuali akan mati *** yang tersisa adalah apa yang ditulis oleh tangannya
Ketahuilah bahwa apa yang dituliskan oleh orang-orang bodoh (di sosial media dan lainnya) adalah merupakan tanggung jawab dari mereka yang berusaha untuk membangkang dari perintah pemimpinnya dan secara terang-terangan mengumumkan kemaksiatannya, karena pada akhirnya mereka menjadi contoh bagi orang-orang bodoh tersebut. Lalu mereka berlepas diri dari kelakuan orang-orang bodoh tersebut dan tidak mau menanggung konsekuensinya, mereka melemparkan tanggung jawab tersebut kepada orang-orang bodoh itu secara sembunyi-sembunyi kemudian menyatakan ketidak terkaitannya dengan orang-orang bodoh itu.
Hendaknya mereka menyuarakannya bila benar-benar jujur, dan menyatakan ketidakterlibatannya (baraah) bila mereka menganggap itu tidak benar. Mereka mampu untuk melakukannya. Bila tidak, mereka akan dimintai tanggung jawab atas kebodohan yang terlaknat itu, kejahilan yang meluas, dan kerendahan pikir dalam membela mereka. Karena mereka adalah para pengikutnya.
Mereka berjuang untuk para pencela itu dan berpendapat mengikuti mereka. Dan demi mereka, mereka mencela orang lain. Mereka menyerukan bai’at kepada pemimpinnya. Bahkan sebagian dari mereka mengobarkan semangat untuk memusuhi para tokoh yang dicela itu dan menuntut agar kepala mereka dipenggal terang-terangan. Kemudian ia menulis perlepasan diri dari mereka dalam pesan-pesan rahasia!!
Bila kami telah hampir putus asa terhadap orang-orang ini dalam menjawab seruan ini, memperbaiki diri, atau memberikan penjelasan, akan tetapi kami tahu bahwa di kalangan Mujahidin masih ada orang-orang yang kami senang menasihati mereka (karena respon yang baik). Di antara mereka, Alhamdulillah, masih ada telinga yang mendengar, hati yang sadar tentang apa yang kami katakan, mendengar dan taat.
Maka di sini kami ingin menyerukan kepada setiap mujahidin agar merapat ke dalam barisan para senior dalam urusan hijrah dan jihad dan agar mereka tidak terhasut oleh perkataan-perkataan miring mereka terhadap para senior kami itu. Mereka juga harus merapatkan barisan mereka hingga menjadi satu barisan agar mereka dapat bersama-sama melawan orang-orang yang selalu menghasut untuk bermaksiat kepada umara serta orang-orang yang tangannya berlumuran darah membunuh saudara-saudara kita.
Hendaklah menolak seruan untuk mencederai para tokoh Mujahidin yang mulia, seperti klaim bahwa mereka telah menyimpang dari manhaj jihad dan berbalik ke arus perdamaian. Maka celakalah para pendusta itu. Mereka celaka dan rugi. Cukuplah bagi mereka bahwa pesawat Drone tidak menyerang mereka, membunuh, ataupun menargetkan orang-orang seperti mereka. Tetapi sampai detik ini, Drone masih saja menargetkan mereka para singa-singa yang berani yang masih mendapat celaan (dari orang-orang tak beradab).
Waspadalah! Jangan pernah mendengarkan orang-orang yang mengatakan keburukan dan jangan pula mendengar kebathilan mereka melalui lisan-lisan mereka yang sejatinya mereka tidak berilmu atau mereka yang meremehkan darah kaum muslimin, atau menghasut orang lain agar membunuh, atau mengarahkan agar orang-orang berpaling dari nasehat para pemimpin, ulama, dan orang bijak degan klaim bahwa mereka telah menyimpang dari manhaj kebenaran dan dari jalan yang lurus.
Hal ini karena mereka (masyayikh jihad) tidak terjebak di balik keinginan orang-orang ekstrem. Hendaklah kita semua hendak bersikap serius, jujur dan jelas dalam memberikan loyalitas kepada mujahidin dan syaikh-syaikh mereka yang kuat keilmuanya, pendahulu dalam dakwah, hijrah, pengalaman, dan jihad. Merekalah yang diridhai oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam karena kepemimpinannya kepada kita.
Hal ini seperti disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Imam Ahmad dan lainnya dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وفي رواية فَأَكْبَرُهُمْ سِنًّا
“Orang yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya terhadap Kitab Allah. Bila bacaannya sama, maka dahulukanlah yang paling tahu tentang sunnah. Bila mereka sama dalam sunnah, dahulukanlah siapa yang lebih dahulu berhijrah. Bila mereka sama dalam hijrah, maka dahulukanlah yang usianya lebih tua.”
Perhatikanlah penilaian bagi orang yang lebih dahulu dalam hijrah dan usia dalam hal imam shalat. Kepemimpinan mujahidin lebih pantas menggunakan penilaian itu karena lebih besar urusannya daripada kepemimpinan shalat. Sebab jihad berhubungan degan darah dan jiwa. Bila disandarkan kepada ilmu kefakihan, hijrah, visi jangka panjang, dan pengetahuan realitas, maka tidak ada seorang pun yang berhak mendahuluinya.
Karena itulah, ketika anak kemarin sore yang baru belajar Islam dan sedikit keahlian dalam jihad serta pertimbangan maslahat dan madharat membuat keputusan sendiri, niscaya ia membuat keputusan yang nyeleneh sendiri dan akan bermaksiat kepada para pemimpin dan orang bijak di antara mereka. Mereka akan terjerumus ke dalam perpecahan dan perbedaan, serta mengalirkan darah yang diharamkan akan berakibat pada hilangnya wibawa berlaku ghuluw (ekstrem) dan membangkang. Ia membesar-besarkan sesuatu yang melebihi hakikatnya. Memberi nama bukan nama sebenarnya. Memberikan baju bukan dengan baju sejatinya. Akhirnya ia mengeluarkan hukum-hukum yang tidak benar.
Sebab, penyimpangan cabang itu suatu akibat yang pasti dari penyimpangan pokok. Celah akan semakin luas di lapangan. Kekacauan itu akan diperkeruh oleh hadirnya pihak-pihak yang ikut campur dan tidak bertangungg jawab, hingga akhirnya orang-orang bodoh mencela pengetahuan ahli ilmu dan mencemooh kefaqihan seorang ahli fikih, dan kebijaksanaan orang bijak. Mereka mengkhianati orang yang tepercaya dan percaya kepada pengkhianat. Lalu kita akan sampai ke taraf orang bodoh yang lancang kepada tokoh-tokoh senior. Orang-orang tak berilmu mencemarkan ulama kita. Mereka menolak keilmuan dan pemahaman para ulama dan ahli fikih; mencela hikmahnya. Inilah penyakit mereka karena kerancuan pemahaman mereka
Sebab bukan mata mereka yang buta, melainkan hati mereka di dalam dada yang tertutup.
Orang-orang yang menyelisihi itu akalnya telah terbalik. Mereka ingin menyingkirkan tokoh-tokoh pendahulu dan orang-orang terbaik kita. Mereka menganggap bodoh para ulama itu hingga mampu menguasai orang-orang yang akalnya rendah dan diikuti oleh orang-orang yang menyelisihi.
Tidak, seribu kali tidak! Kafilah ini akan tetap berjalan dan panutannya adalah para seniornya. Kami katakan kepada mereka, “Wahai orang-orang tercinta! Wahai senior kami! Wahai yang menyenangkan hati kami! Biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu! Kalian adalah ahli jihad di zaman ini dan materinya. Orang-orang yang membenci kalian itu bagaikan buih di lautan yang akan hilang sia-sia. Maka janganlah bersedih atas celaan orang-orang yang menusuk dari belakang. Rasul Shalallahu ‘alaihi wa salam telah menamai kalian, ‘Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang menegakkan perintah Allah. Orang yang mengabaikan dan menyelisihi tidak akan membahayakan mereka sama sekali sampai urusan Allah datang’.”
Siapa yang berkehendak, silakan bergabung degan kafilah. Dan siapa yang enggan silakan tetap bersama para pencela dan pendengki.
In syaa Allah, kami akan selalu menjadi pembantu dan pendukung bagi umat dan para senior kami dalam memenuhi hak orang-orang yang ikhlas. Kami membela mereka. Jiwa kami penebus bagi jiwa mereka. Kami akan memberikan dada dan punggung kami untuk membela mereka dari panah para pencela. Kami akan melawan kebohongan para pendusta dan celaan mereka terhadap para pemimpin kami, dan dusta mereka terhadap kami. Kami telah merelakan diri kami untuk menjadi sasaran karena membela orang-orang yang mereka benci. Cacian mereka kepada kami lebih kami sukai. Saya berlepas diri dari pujian mereka kepada saya. Karena kami memusuhi mereka, seperti ungkapan syair:
فَصِرْتُ إذا أصابَتْني سِهامٌ تكَسّرَتِ النّصالُ على النّصال.
Dan jika anak-anak panah itu mengenai saya, maka ujung panah akan pecah akibat bertabrakan satu sama lain (ungkapan untuk seseorang yang sudah kebal terhadap musibah karena saking banyaknya musibah menimpa dirinya—Edt).
Saya akhiri seperti di awal, saya katakan kepada saudara saya, Syaikh Aiman Azh-Zhawahiri bahwa saya meminta maaf karena terlambat menyampaikan ini. Seharusnya wajib bagi saya dan orang-orang seperti saya untuk bersikap jelas dan nyata, yang menyenangkan hatimu dan menolongmu dari setiap orang yang menolak kata-kata bijakmu dan jauhnya pandanganmu sejak hari pertama.
Namun, keterlambatan kami ini disebabkan oleh upaya memberikan nasehat secara diam-diam dengan harapan orang yang bersalah kembali dan tobat. Sebab lainnya ialah karena kami menawarkan beberapa hal yang mengarah kepada perdamaian dan perbaikan, dan di dalamnya ada maslahat jihad di Suriah. Itu adalah sesuatu yang kami yakin akan engkau setujui dan lebih engkau sukai daripada membelamu dari orang yang menyelisihi para senior yang telah menjual jiwa dan usianya untuk Allah, dan mengorbankan untuk agama mereka.
Begitulah yang kami tahu dan Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya. Kami memohon kepada Allah agar menjagamu dan saudara-saudara mujahidin yang bersamamu. Semoga Allah menolong kita dari para thaghut dan orang-orang murtad; mengumpulkan kita dalam naungan-Nya pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, dan di surga Firdaus bersama orang-orang tercinta, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya.
Catatan:
Ketika saya berusaha mengeluarkan kertas tulisan ini, takdir Allah, ada kesulitan untuk mengeluarkannya. Saya menerima kabar bahwa ada tulisan pernyataan yang mengatasnamakan saudaraku (tentang statement pernyataan bahwa ia keluar dari Al-Qaeda dan membai’at ISIS). Saya ingin memperingatkan saudara-saudara agar tidak mengulangi tindakan seperti ini. Saya membersihkan saudara saya dari sikap bodoh mengeluarkan pernyataan seperti itu.
Mereka mengatakan bahwa saudara saya pernah mendampingi Abu Mus’ab Az Zarqawi—semoga Allah merahmatinya— dan (adik saya) dulunya adalah anggota Al-Qaeda, sebagai upaya propaganda dikarenakan kurangnya adab pelakunya dengan menisbatkannya kepada saudara Al-Maqdisi. Yang lain lagi akan mengatakan “murid Al-Maqdisi”. Setelah itu kami kadang-kadang mendengar tentang tulisan dari teman Az-Zarqawi atau Al-Maqdisi, hingga akhirnya sampai ke ibu Al-Maqdisi! Ada ungkapan, bila engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.
Apa yang mereka lakukan ini adalah aib. Aib juga bagi situs-situs yang menamakan diri sebagai jihadi, bila menyebarkan ucapan seperti ini. Apakah kalian lupa bahwa ketika ada suatu perkataan yang berisi nasehat, kritik, atau perlepasan diri dari kesalahan orang lain, kalian justru membaliknya menjadi pembenaran untuk menolak nasehat dan saran: Bahwa Al-Maqdisi itu dipenjara dan tidak bebas.
Orang-orang yang membawa beritanya telah memutarbalikkan dan mendistorsinya. Ketahuilah bahwa kabar yang sampai kepada kami adalah dari orang-orang yang lebih terpercaya daripada yang sampai kepadamu, bahkan lebih. Akan tetapi, kami tidak menganggap itu mencapai sepersepuluh dari apa yang ada di dada kami. Dan inilah yang menyebabkan kami terlambat berkontribusi dalam beberapa situasi penting yang membutuhkan penjelasan dan rincian.
Apakah bukan aib bagi orang yang menginginkan nasehat kami bila tidak menerima (nasehat itu) hanya dengan dalih bahwa kami jauh dari fakta lapangan? Apakah bukan aib baginya bila dia bergembira karena kata-kata ini dikaitkan dengan saudara Al-Maqdisi? Padahal dia juga jauh dari lapangan selama delapan tahun di penjara Syiah Rafidhah, kemudian hari ini berada di Waziristan yang jauh dari alat komunikasi?
Komunikasi adalah jarak yang akan terputus tanpa hati. Karena itulah, dia tidak dapat berkomunikasi dengan ibunya kecuali jarang sekali. Dan meminta maaf atas sulitnya sarana komunikasi. Karena itulah, bertakwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar! Saya tahu bahwa pikiran saudara saya lebih besar daripada tulisan (propaganda) itu!
Ditulis oleh Abu Muhammad Al-Maqdisi dari Penjara Armaimin
Jangan Lupakan Kami Dalam Do’a Kalian
Muqawamah Media Team
(aliakram/arrahmah.com)