Oleh : Abu Fikri (Aktivis Gerakan Revivalis Indonesia)
(Arrahmah.com) – Kepercayaan diri Jokowi yang besar akan kemenangannya menjadi salah satu indikator pasti Jokowi sebagai RI 1. Apalagi diperkuat juga oleh keyakinan Yusuf Kalla sebagai salah satu kandidat cawapres mantan wapres. Didukung pula oleh keyakinan seorang pengamat politik asing William Liddle yang sangat berpengaruh di dunia akademik Indonesia. Jika Prabowo sebagai rivalitas capres yang kuat saja sementara ini masih disibukkan oleh penjajakan koalisi. Jokowi, setingkat lebih tinggi dari Prabowo seolah-olah seperti “menang di atas angin“. Jokowi sudah nampak melakukan manuver-manuver politik sebagaimana layaknya RI 1. Salah satunya dengan memanfaatkan posisinya sebagai DKI 1, Jokowi telah melakukan pertemuan-pertemuan dengan negara-negara asing pasca dikunjungi secara maraton oleh beberapa kedutaan asing. Yang terbaru adalah pertemuan dengan duta besar AS. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa AS tidak saja dikenal sebagai negara agresor melainkan tersohor banyak melakukan intervensi politik, ekonomi dan budaya di berbagai negara muslim. Tidak saja pertemuan dengan duta-duta besar asing sebagai signal kemenangan Jokowi. Melainkan juga apresiasi berbagai pihak terutama pihak asing. Ini semua menjadi indikator begitu kuatnya skenario persengkongkolan pemenangannya.
Ditambah lagi masifnya blow up media terutama media online dalam menciptakan arus opini kuat dukungan atas Jokowi, di tengah carut marutnya proses dan hasil pileg 9 April kemarin yang ditandai dengan berbagai permainan politik uang dan penggelembungan suara, hingga manipulasi rekapitulasi laporan dana caleg terpilih. Cacat sandaran hukum berkaitan dengan keputusan MK dan berpotensi cacat hasil perhitungan akhir. Berbagai kalangan pemantau pemilu bahkan menyarankan agar Bawaslu mendesak KPU mengulang pileg karena berbagai temuan fakta penyimpangan pada proses perhitungan suara akhir yang sarat dengan politik transaksional. Berapa duit lagi yang bakal dihabiskan jika jadi diulang. Tetapi carut marutnya pileg 9 April kemarin yang berpotensi tidak sahnya keberadaan wakil-wakil rakyat di kursi dewan seolah tertutup oleh gelombang euforia datangnya RI 1 baru yang diharapkan banyak melakukan perubahan. Sebuah euforia yang dibentuk secara masif dan sistematis oleh berbagai media.
Hal pokok yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur empiris kualifikasi calon RI 1 adalah seberapa integritas untuk mengenyahkan segala bentuk intervensi atau penjajahan asing dan aseng di negeri ini. Ini yang seharusnya menjadi platform visi dan misi capres ke depan. Tetapi masalahnya diantaranya terletak pada mentalitas bangsa yang telah lama jenak sebagai bangsa yang terjajah. Yang membawa implikasi dalam bahasa pemilu disebut sebagai swing voters. Ditambah dengan sejumlah besar daftar pemilih yang golput. Baik karena faktor tekhnis maupun ideologis.
Dalam proses perjalanan sejarah panjang menunjukkan bahwa konfigurasi tatanan struktur sosial dan politik negeri ini sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dengan penjajahan asing dan aseng. Pada awalnya aseng adalah etnis pendatang yang mencari penghidupan di negeri ini. Tetapi seiring dengan waktu jenis etnis ini sekarang telah muncul menjadi entitas kekuatan politik yang tidak saja berpengaruh besar terhadap pusat-pusat kekuasaan tetapi sudah menjelma menjadi para penguasa baru. Dan ironisnya justru para aseng yang berlatar belakang agama non muslim. Negeri yang mayoritas muslim ini pada akhirnya dipimpin oleh para penguasa non muslim yang sarat membawa kepentingan asing dan aseng. Jika Jokowi seorang mantan walikota Solo yang menyerahkan Solo kepada wawalinya seorang katolik bernama Rudi, jadi memimpin Indonesia negeri Muslim terbesar di dunia ini. Maka DKI akan dipimpin oleh Ahok yang Kristen.
DKI adalah pusat pemerintahan Indonesia. Dan kepemimpinan Jokowi ke depan pasti banyak dibonceng oleh kepentingan aseng berkolaborasi dengan kepentingan asing di bawah pimpinan AS. Kompetisi antar keduanya hanyalah tentang pembagian kue asset-asset SDA yang dieksploitasi. Ironisnya kondisi itu terjadi di tengah friksi intern dan antar berbagai parpol islam. Dan tajamnya perbedaan orientasi politik berbagai ormas islam terutama ormas-ormas islam besar negeri ini. Dimana letak kekuatan umat islam ini sebenarnya. Dimana letak kehormatan umat islam ini sejatinya. Seperti tidak memiliki keberdayaan apapun menghadapi kenyataan hegemoni penjajahan asing dan aseng yang telah, sedang dan akan terus menindas. Sibuk dengan menyamakan dan menyelaraskan visi perjuangan bersama. Menonjolkan taashub pada kelompoknya. Memamerkan arogansi bahwa kelompoknya yang paling benar dan layak memimpin. Krisis ukuwah islamiyah di antara ormas dan kelompok pejuang islam. Takut mati dan gila harta. Sementara musuh islam asing dan aseng bersatu secara solid dan sistematis siap menghancurkan serta meluluh lantakkan sendi-sendi kehidupan kaum muslimin sebagai mayoritas bangsa negeri ini. Lalu siapa capres yang bisa dihandalkan untuk menghadang kepentingan asing dan aseng dengan performa kualifikasi capres yang muncul belakangan.
Adakah capres yang berkomitmen dan berani tidak saja sekedar merivisi kontrak karya penanaman modal asing yang telah mengeksploitasi SDA negeri ini melainkan memutus sama sekali kontrak karya asing tersebut kemudian mengembalikan pengelolaan SDA negeri ini kepada negara sesuai dengan amanat konstitusi. Adakah capres yang berkomitmen dan mampu menghapus kerangka produk legislasi undang-undang bermuatan membela kepentingan asing sejumlah 76 an buah. Adakah capres yang terbebas dari segala kepentingan intervensi asing dan aseng di tengah mengguritanya politik uang buah hasil sindikasi kolaborasi antara penguasa dan pengusaha. Adakah capres yang benar-benar tulus memperhatikan, membela nasib bangsa mayoritas muslim ini dengan menjaga dan menerapkan hukum-hukum islam secara total yang menjadi acuan hidup mayoritas kaum muslimin di negeri ini.
Berharap lahir dan muncul capres yang mampu menjawab beberapa pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Karena kontestasi pilpres tidak bisa dipisahkan dengan kontestasi pileg. Menjadi satu kesatuan yang saling menopang. Performa pileg yang carut marut kemarin sudah cukup menggambarkan bagaimana performa pilpres ke depan. Semuanya serba penuh dengan sandiwara dan skenario. Dan sebagaimana kita pahami bersama bahwa struktur kekuasaan di negeri ini ditopang oleh dua institusi pokok –kabinet dan dewan-. Formulasi performa kabinet seperti apapun apakah kaoalisi politik ataukah koalisi kerja tidak akan pernah melahirkan keputusan politik yang berpihak kepada kepentingan pelayanan umum rakyat sepenuhnya. Karena persoalannya adalah sistem politik pilihan yang berlaku sekarang senantiasa akan meniscayakan tumbuhnya budaya politik dagang sapi. Atau politik transaksional yang mendorong berkembangnya korupsi sistemik. Dan penjualan asset-aset negara khususnya SDA kepada asing dan aseng. Baik dilakukan dengan cara melanggar produk legislasi undang-undang yang dibuatnya sendiri maupun dengan cara merancang produk legislasi undang-undang sebagai pembenaran.
Dalam kerangka peta konstelasi politik seperti di atas, pertanyaan bagi para pejuang islam adalah mana yang strategis antara membuat lapangan pertempuran perjuangan yang kita kuasai medannya. Atau dengan memanfaatkan lapangan pertempuran perjuangan musuh yang penuh dengan jebakan politik. Dan yang perlu dicatat secara baik-baik adalah bahwa asing dan aseng tidak akan mundur selangkahpun hingga benar-benar melakukan cengkeraman penjajahan yang kokoh di negeri kaum muslimin ini. Berbagai daya upaya, skenario, makar akan senantiasa dilakukan oleh asing dan aseng penjajah.
Pilpres 2014 hendaknya menjadi momentum kesadaran dan kebangkitan umat Islam berbagai elemen tentang begitu pentingnya kembali kepada islam sebagai agama yang dianut dan diyakini. Ingatlah Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini Aku telah menjadikan Islam agama yang sempurna untuk kalian, Aku telah berikan hidayah-Ku kepada kalian dengan sempurna. Aku meridhai Islam menjadi agama kalian. (Tarjamah tafsiriyah QS Al Maidah,5: 3). (azm/arrahmah.com)