ANKARA (Arrahmah.com) – Turki telah mulai membangun dinding di sepanjang pebatasan tenggara yang berbatasan dengan Suriah dengan alasan melawan penyelundupan dan migrasi ilegal dan “ancaman” pejuang Al Qaeda yang berperang di Suriah melawan rezim Nushairiyah pimpinan Assad.
Lempengan beton bermunculan dalam beberapa hari terakhir, menjulur sepanjang lebih dari 1 kilometer di atas bukit-bukit di provinsi Hatay.
Turki telah membuat kebijakan open-border di sepanjang perbatsan dengan Suriah sepanjang perang yang berlangsung lebih dari 3 tahun dan bersumpah akan mempertahankan itu, memberikan tali penyelamat bagi para pejuang yang memerangi Bashar al Assad dengan membiarkan masuknya suplai.
Turki ditekan oleh komunitas internasional yang mengatakan bahwa otoritas Turki melakukan sedikit hal untuk menghentikan jihadis asing masuk ke Suriah yang menurut mereka merupakan resiko yang lebih besar bagi wilayah regional.
“Turki telah diingatkan mengenai resiko keamanan dengan adanya ledakan bom mobil dan insiden bersenjata di wilayahnya, khususnya saat Suriah utara masih menjadi wilayah tak bertuan,” ujar sebuah laporan seperti dilansir Daily Star (6/5/2014).
“Konflik itu bukan diciptakan, namun Ankara telah menerima efek karena menjadi pihak (dalam perang),” ujarnya.
Dinding tersebut disebut-sebut sebagai sikap simbolis Turki yang mulai dibangun di sebuah desa bernama Kusakli, di mana diklaim sebagai wilayah yang aktif untuk perbatasan tanpa izin.
Seorang petugas bea cukai setempat mengatakan dinding akan diperpanjang sampai 8 kilometer, meskipun ia menambahkan : “Total perbatasan adalah 900 km sehingga kami tidak yakin tentang efektivitas dinding.”
Pejabat setempat tidak mengatakan berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dinding dan mengatakan angkatan bersenjata Turki berada di balik proyek tersebut, namun militer tidak ingin berkomentar sejauh ini.
Masyarakat setempat meragukan dinding akan melakukan banyak hal untuk menangkal penyelundupan.
“Para penyelundup besar tidak dapat dihentikan, mereka memiliki pengaturan khusus,” ujar seorang pria di desa perbatasan Bukulmez yang tidak mau disebutkan namanya karena ia membantu para pengungsi melintasi perbatasan secara ilegal.
Ini adalah bisnis yang menguntungkan. Gula dijual seharga sekitar 50 sen dollar AS per kilogram di Suriah, di mana ia diproduksi, tetapi harganya lebih dari dua kali lipat di Turki, ujar mereka yang terlibat dalam perdagangan.
Bahan bakar dikenakan pajak di Turki, yang berarti pasar gelap untuk impor bensin ilegal dari Suriah.
“Beberapa barang pertanian, namun ada sedikit barang lainnya,” ujar Guven Koseoglu, seorang anggota dewan di desa terdekat, Beshaslan, yang menolak untuk menggunakan istilah penyelundupan namun mengakui bahwa barang-barang yang melintasi perbatasan tidak dikenakan pajak atau impor resmi.
Namun, bukan hanya penyelundup yang mencoba menyeberangi perbatasan dengan menghindari pos pemeriksaan resmi. Terdapat ribuan pengungsi yang berusaha melintasi perbatasan melalui jalur ilegal.
“Mereka masih membutuhkan suplai atau tempat tinggal yang lebih baik di Turki, tapi untuk ini dunia perlu melakukan lebih banyak lagi dalam mendukung Turki,” ujar Hugh Pope, seorang pengamat Turki.
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mengatakan pekan lalu bahwa Turki telah menghabiskan 3,5 miliar USD untuk menyediakan makanan, tempat tinggal dan pendidikan bagi pengungsi, namun hanya menerima 150 juta USD bantuan dari negara lain. (haninmazaya/arrahmah.com)