Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
(Arrahmah.com) – Kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di TK Jakarta International School (JIS) membuat kita bergidik sekaligus sedih. Anak-anak yang seharusnya menikmati masanya untuk bermain dan belajar tetapi harus mengalami traumatik karena kekerasan seksual yang menimpanya. Kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi kini bukanlah kasus tunggal melainkan banyak kasus serupa yang terjadi. Hanya saja tidak mencuat ke permukaan melainkan tenggelam dimakan waktu.
Yang lebih ironisnya kasus-kasus seperti ini dilakukan oleh orang dewasa bahkan seorang guru yang seharusnya menjadi panutan anak-anak. Seperti yang diberitakan di news.detik.com, 23/04/2014 KPAI juga mengaku telah menerima laporan soal perilaku seksual menyimpang, yakni gay, yang dipraktikkan oleh guru JIS. Laporan ini diterima dari pemilik kontrakan guru yang bersangkutan. Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh kepada Komisi X dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2014) laporan diterima KPAI kemarin (22/4). Ni’am mengungkapkan bahwa suasana perilaku di JIS memang sangat bebas dan jauh dari norma-norma yang disepakati bangsa Indonesia. Kasus ini membuat KPAI mendorong DPR untuk lebih ketat mengawasi penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan Biro Penyidik Federal AS (FBI) meminta bantuan publik untuk mengidentifikasi sedikitnya 90 orang yang diduga menjadi korban pelaku pedofilia, yaitu seorang guru yang pernah bekerja di sedikitnya 10 sekolah Amerika dan intenasional di dunia selama 40 tahun, sebelum bunuh diri bulan lalu. Sang guru tersebut adalah William James Vahey, mengakhiri hidupnya di Minnesota pada 21 Maret. Berdasarkan catatan FBI, ia diketahui pernah mengajar di Jakarta International School pada 1992 hingga 2002. Selain di JIS, Vahey diketahui pernah mengajar antara lain di Sekolah Internasional Teheran, Madrid, Athena dan London. Ia juga menjadi pelatih tim basket putra di beberapa sekolah.
Mengapa hal ini terjadi ?
Secara umum pelecehan seksual yang akhirnya menuju kekerasan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Hal ini dapat terjadi di mana saja baik tempat umum seperti bis, pasar, sekolah, kantor, maupun di tempat pribadi seperti rumah.
Korban pelecehan dan kekerasan seksual bisa terjadi pada laki-laki ataupun perempuan. Korban bisa jadi adalah lawan jenis dari pelaku ataupun berjenis kelamin yang sama. Pelaku kekerasan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, warga negara, latar belakang, maupun status sosial.
Semua ini terjadi karena ada kesempatan dan pemicunya sehingga pelaku dengan bebas melakukan kekerasan seksual (penyimpangan seksual) ini. Kesempatan ini muncul dari standar yang diberlakukan oleh sekolah tersebut. Dari catatan FBI di atas, ini membuktikan standar pengajar di sekolah tersebut dengan standar kompetensi semata bukan dengan kelayakan mendidik atau memberikan teladan. Keamanan fisik dan psikologis pun dibutuhkan bagi mereka yang bekerja di dunia pendidikan. Lihatlah Vahey yang nyata-nyata adalah buronan FBI, tapi masih bisa diterima bekerja sebagai pengajar. Bahkan masih bisa berkeliaran mengajar di beberapa negara hingga akhirnya bunuh diri.
Internasionalisasi bukan jaminan bermutunya pendidikan
Meskipun berstandar internasional serta pengamanan luar biasa ketat, nyatanya predator pedofilia (pemerkosaan terhadap anak-anak) marak di Jakarta International School (JIS). Inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi para orang tua bahwa sekolah bertaraf internasional tidak menjamin bagus dan aman. Fakta menunjukkan dari kasus JIS yang kini terjadi.
Masyarakat menganggap bahwa pendidikan yang bertaraf international yang berpijak pada Barat akan bagus segala-galanya. Padahal jelas nilai-nilai sekuler dan liberal bercokol di dalamnya. Bukti nyata adalah kasus kekerasan seksual dan sejenisnya terjadi pada anak-anak bahkan pelakunya adalah orang dewasa bahkan seorang guru yang harusnya melindungi anak-anak didiknya. Tapi yang terjadi malah anak-anak dijadikan pelampiasan nafsu bejatnya. Astaghfirullah !
Perlu diingat, sekularisme menolak peran agama untuk mengatur kehidupan publik/umum, termasuk aspek pendidikan. Jadi, selama agama hanya menjadi masalah privat dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekuler, walaupun para individu pelaksana sistem itu mengatakan ‘beriman dan bertaqwa’ (sebagai perilaku individu).
Sistem pendidikan yang sekuler tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan hidup, dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Karena itu, di tengah-tengah sistem sekuler ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama.
Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia ialah ide kebebasan yang berlaku umum yang dibawa oleh sistem sekuler kapitalis. Sekuler kapitalis ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka global serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negara-negara penganut sekuler.
Solusinya Syariah Islam
Apakah sistem pendidikan sekuler yang buruk dan bobrok saat ini akan terus kita pertahankan dan kita lestarikan?
Pendidikan berdasarkan Syariah Islam adalah solusi satu-satunya. Jangan dipikir bahwa dengan mempelajari Islam atau pendidikan sesuai Syariah Islam akan membuat anak-anak bodoh teknologi. Sejarah membuktikan, bahwa kaum Muslimin adalah orang-orang yang pertama pandai atau melek teknologi/sains sebelum orang-orang kafir Barat, banyak ilmuwan Islam yang menjadi penemu dalam hal sains dan teknologi, hanya saja kemudian Barat mengklaim mereka yang lebih dahulu.
Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan segala aspek kehidupan, maka seharusnya Al-Qur’an dan As-Sunnah menjadi dasar utama dalam pendidikan. Buktinya saja banyak ahli sains yang kemudian masuk Islam setelah mengetahui kebenaran dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Marilah kita bergegas membangun sistem pendidikan Islam. Dunia pendidikan yang sarat masalah saat ini hanya bisa dituntaskan dengan meninggalkan sistem kapitalis sekuler dan menerapkan syariah Islam secara total, sehinga kesejahteraan pendidikan yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’aala akan kita capai bagi seluruh lapisan masyarakat. Wallahu A’lam Bis-Shawaab. (arrahmah.com)