BEIJING (Arrahmah.com) – Seorang Muslim Uighur internasional telah mengutuk serangan bom pada Rabu (30/4/2014) di Xinjiang Cina, menuduh Beijing meningkatkan tindakan keras terhadap minoritas Muslim. Ia mengutuk serangan itu, karena pemboman tersebut disinyalir merupakan upaya pemerintah Cina mengalihkan mata dunia dari penganiayaan mereka terhadap Muslim Uighur.
“Muslim Uighur berjuang keras demi kelangsungan hidup mereka hingga hampir putus asa. Mereka berharap Presiden Xi Jinping untuk datang ke Turkestan Timur untuk memberikan saran konstruktif atas meningkatnya situasi yang bergejolak,” Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia, kelompok yang diasingkan Cina, mengatakan dalam sebuah e-mail yang dikutip oleh Agence France Presse (AFP) pada Kamis (1/5/2014).
“Namun, faktanya Beijing terus mendorong penindasan bersenjata Uighur.”
Ledakan dan serangan pisau pada Rabu (30/4) di stasiun kereta api di selatan ibukota Xinjiang Urumqi menewaskan sedikitnya tiga orang dan 79 orang luka-luka, menurut media negara China.
Bahan peledak meledak pada 19:10 waktu setempat, Rabu (30/4), “berpusat di antara stasiun keluar dan halte bus umum yang disimpan dalam sebuah koper yang ditaruh di tanah,” kata kantor berita resmi Xinhua mengutip saksi mata.
Setelah serangan itu, pihak berwenang Cina meluncurkan tindakan keras terhadap minoritas Muslim, menangkap puluhan dari mereka.
Mereka balik menyalahkan bahwa ada kelompok tertentu yang ikut andil, lembaga Xinhua menggambarkan serangan itu sebagai “serangan kekerasan teroris”.
Maret lalu, insiden serupa berupa serangan pisau mengejutkan masyarakat di barat daya kota Kunming China, menewaskan sedikitnya 33 orang tewas dan lebih dari 140 terluka.
Pihak berwenang China bergegas untuk menyalahkan orang Xinjiang atas serangan di tengah kecaman Muslim Uighur atas serangan mematikan tersebut.
Juru bicara dari Kongres Uighur Dunia mengatakan bahwa situasi tetap sama merugikan Muslim Uighur, “setiap provokasi China akan langsung mencetus pergolakan lebih lanjut”.
Lebih dari 100 orang Uighur ditahan setelah serangan Urumqi, Raxit mengklaim.
Pada Oktober 2013, pemerintah dzolim telah menuduh Muslim Uighur merencanakan serangan Lapangan Tiananmen yang menewaskan dua orang warga.
Tindakan tegas
Serangan Rabu (30/4) bertepatan dengan kunjungan empat hari Presiden Xi Jinping ke bagian Barat China.
Selama safari itu, Xi telah menyerukan agar pemerintah daerah Barat Cina, melaksanakan tindakan tegas terhadap “teroris” pelaku serangan di Xinjiang.
“Kita tidak akan berlambat-lambat dalam memerangi kekerasan, apalagi memberi kesempatan kepada terorisme, wajib diberlakukan tindakan tegas untuk menekan merajalelanya teroris di Cina,” kata Xi dalam komentar yang dipublikasikan awal Kamis (1/5) oleh Xinhua.
Saat mengunjungi kantor polisi, Xi mengatakan, “pos-pos polisi kepanjangan kantor polisi sektor adalah tinju dan belati kita, sehingga kita harus mengelola pekerjaan polisi di tingkat dasar dengan baik, menjaga kinerja polisi kita, dan Anda harus melindungi diri sendiri dengan baik.”
“Saya harap Anda dapat membuat prestasi yang sangat baik dalam pekerjaan di masa depan untuk melayani masyarakat dan menjaga stabilitas sosial,” tambahnya.
Analis menimbulkan kekhawatiran atas ketegangan yang melonjak di Xinjiang.
“Kami telah melihat serangan dan masalah di Urumqi sebelumnya, tapi kami belum melihat yang skalanya sehebat ini dalam waktu yang cukup lama,” ujar Raffaello Pantucci, seorang peneliti senior dan think-tank militer Royal United Services Institute, kepada BBC.
“Saya pikir masalah ini menunjukkan bahwa kasus serangan di Xinjiang semakin parah,” katanya, menambahkan bahwa ia percaya insiden itu nampak dilakukan oleh pihak yang lebih profesional dan ditujukan untuk target yang lebih besar.
Di sisi lain, beberapa pengguna media sosial telah mengkritik pemerintah Cina karena gagal mengatasi terorisme.
“Jika PKC (Partai Komunis China) tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memenangkan dukungan dari mayoritas, maka kontra-terorisme adalah misi yang mustahil,” seperti yang diposting pengguna jejaring sosial China Weibo, microblog seperti Twitter.
Muslim Uighur adalah minoritas berbahasa Turki dari delapan juta penduduk di wilayah barat laut Xinjiang.
Xinjiang, yang disebut oleh para aktivis sebagai Turkestan Timur, telah memiliki otonomi sejak tahun 1955 namun terus menjadi subyek tindakan keji besar-besaran oleh pemerintah Cina.
Kelompok-kelompok HAM menuduh pihak berwenang Cina telah melancarkan represi agama terhadap Muslim Uighur di Xinjiang atas nama tuduhan terorisme. (adibahasan/arrahmah.com)