BANGUI (Arrahmah.com) – Menghadapi kematian dan evakuasi massal selama beberapa bulan terakhir, banyak warga Muslim dari Republik Afrika Tengah (CAR) menganjurkan pembagian wilayah CAR sebagai solusi sederhana untuk ancaman kekerasan agama dari milisi Kristen yang meneror selatan negara itu.
“Partisi itu sendiri telah dilakukan,” kata Abdel Nasser Mahamat Youssouf, anggota kelompok pemuda yang melakukan lobi untuk memisahkan diri dari utara, kepada Reuters pada Jum’at (25/4/2014).
“Sekarang hanya tinggal menunggu waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan.” tambah Youssouf yang tinggal di kota kecil berdebu di Bambari yang terletak di dekat perbatasan yang memisahkan Republik Afrika Tengah selatan-dikuasai Kristen-dari wilayah utara.
Bambari memisahkan geografis negara CAR, membatasi wilayah selatan -di mana para Kristen pembantai membunuh ratusan umat Islam dan meruntuhkan rumah mereka- dari wilayah utara yang dikuasai oleh kelompok Seleka sebagian besar Muslim.
Bagi penduduk kota Bambari, kebiadaban dan kekerasan yang telah mendzolimi hampir seperempat dari 4,5 juta penduduk negara itu, telah membawa titik balik.
Pemuda Muslim di kota Bambari mengatakan mereka menggunakan ponsel mereka untuk mengedarkan desain untuk bendera nasional yang akan mereka sebut Republik Afrika Tengah Utara.
“Mereka tidak ingin ada Muslim. Daripada memanggil negara mereka Republik Afrika Tengah, mereka bisa menyebutnya Republik Afrika Tengah Katolik,” kata Oumar Tidiane, dari kelompok pemuda separatis sama dengan Youssouf.
Sejak letusan konflik Desember lalu, sekitar 1 juta penduduk Afrika Tengah telah terlantar di dalam republik neraka itu.
Selain itu, lebih dari 82.000 Muslim Afrika Tengah telah melarikan diri ke negara tetangga termasuk Kamerun, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo dan Chad.
Badan pengungsi menyatakan korban tewas juga naik menjadi lebih dari 2.000 orang, sebagian besar umat Islam, termasuk perempuan dan anak-anak.
Meskipun telah mengerahkan ratusan tentaranya, pasukan Perancis gagal melindungi minoritas Muslim, dari serangan mereka yang memungkinkan pembunuhan massal oleh milisi Kristen anti-Balaka.
Di tengah kekerasan yang meningkat, kota Bambari, sebuah kota pasar yang ramai dari 65.000 orang di mana Kristen dan Muslim hidup dalam harmoni, menawarkan contoh kerukunan umat beragama yang hilang di Republik Afrika Tengah.
“Saya meminta orang-orang di Bangui untuk mencatat Bambari sebagai contoh, di mana Kristen dan Muslim hidup berdampingan,” kata Paulain Kossikako, pedagang pasar yang beragama Kristen. (adibahasan/arrahmah.com)