JAKARTA (Arrahmah.com) – Predator seks asal Amerika Serikat, William James Vahey, yang menjadi buronan Biro Investigasi Federal (FBI) selama bertahun-tahun, ternyata pernah mengajar di Jakarta International School (JIS) selama 10 tahun periode 1992-2002. Seperti dilansir CNN, Rabu (23/4/2014) dini hari.
Setelah di Indonesia, Vahey kemudian menjadi guru Nikaragua, Inggris, dan Venezuela. Sebelum di Jakarta, ia juga mengajar di Arab Saudi, Yunani, Iran, Spanyol, dan Lebanon. Diduga dalam aktivitas mengajarnya, selalu ada korban pelajar yang mendapat kekerasan seksual dari Vahey.
William James Vahey bunuh diri di Luverne, Minnesota, bulan lalu, dua hari setelah seorang hakim federal di Houston memerintahkan penangkapan untuk Vahey. Perintah itu keluar setelah terungkapnya bukti-bukti foto korban kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Setidaknya, ada gambar 90 korban Vahey dari tahun 2008,. FBI juga meminta korban-korban lainnya untuk memberikan keterangan. Korban Vahey diperkirakan anak di usia 12 hingga 14 tahun. Pelecehan seksual terhadap pelajar itu dilakukan Vahey saat mereka tertidur atau dibuat tidak sadarkan diri.
Gambar-gambar itu memiliki keterangan dan tanggal serta referensi tempat-tempat yang Vahey kunjungi saat bepergian bersama para siswanya. Demikian laporan FBI.
“Ini adalah salah satu dari dugaan predator yang paling produktif yang pernah kami lihat,” ujar Agen Khusus FBI di Houston Shauna Dunlap.
FBI menyebutkan, Vahey mulai mengajar di sekolah swasta pada tahun 1972. Terakhir, dia mengajar di Nikaragua dari Agustus 2013 sampai dengan 11 Maret, dua hari sebelum ia bunuh diri.
Sekolah-sekolah yang pernah disinggahi Vahey:
— American Nicaraguan School in Managua, Nicaragua (2013-2014)
— Southbank International School in London, United Kingdom (2009-2013)
— Escuela Campo Alegre in Caracas, Venezuela (2002-2009)
— Jakarta International School in Jakarta, Indonesia (1992-2002)
— Saudi Aramco Schools in Dhahran, Saudi Arabia (1980-1992)
— American Community School in Athens, Greece (1978-1980)
— Passargad School in Ahwaz, Iran (1976-1978)
— American School of Madrid in Spain (1975-1976)
— American Community School of Beirut in Lebanon (1973-1975)
— Tehran American School in Iran (1972-1973)
Sepekan terakhir ini Jakarta Internasional School (JIS) sedang disorot oleh penegak hukum, Kemdikbud, KPAI, dan media masa tentunya, usai terungkapnya seorang siswa TK JIS yang menjadi korban kekerasan seksual di sekolah tersebut. Disinyalir korban kejahatan seksual ini akan bertambah.
Sekolah bertarif mahal ini juga dituntut secara pidana dan perdata atas beberapa hal. Pertama, TK-JIS tidak berijin alias ilegal.Dalam Pasal 71 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan,penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau pemerintah daerah dipidana dengan penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar. Kedua, pengacara korban menggugat JIS atas kelalaian atau pembiaran sehingga terjadi kekerasan dan kejahatan seksual ini.
Sementara Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan Polda Metro Jaya berkewajiban untuk mengawasi orang asing yang bekerja di JIS melalui unit Pengawas Orang Asing (POA)-nya. Terutama dalam sisi perijinan dan perilakunya selama berada di tanah air. JIS jangan dibiarkan menjadi negara dalam negara yang tidak tersentuh hukum dan polisi Indonesia.
Dengan adanya kasus pelecehan seksual yang telah menimbulkan kontroversial ini, Polri harus memberi masukan kepada pemerintah agar segera menutup JIS. Tujuannya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Indonesia Police Watch juga mengingatkan Polda Metro tidak perlu takut pada JIS. Jika pendidikan ilegal yang dikelola orang asing ini tidak ditangani dengan cepat, citra Polri akan semakin terpuruk. Publik akan menilai Polri takut pada JIS. Padahal orang-orang asing di JIS sudah melanggara UU Sistem Pendidikan Nasional
(azm/arrahmah.com)