KAIRO (Arrahmah.com) – Pada Ahad (13/4/2014), Aswan, sebuah kota di selatan Mesir, sudah mulai tenang saat gencatan senjata yang dikonsolidasikan oleh imam Al-Azhar Ahmed al-Tayeb yang tampaknya terus berlangsung. Pekan lalu, pertempuran antar suku yang berlangsung selama tiga hari di Aswan telah menyebabkan 26 orang tewas.
Pada Sabtu (12/4), Al-Tayeb bertemu secara terpisah dengan kepala suku dari Daboudia dan Hilaliya yang setuju untuk memperpanjang gencatan senjata yang dicapai pekan lalu untuk membuka pintu rekonsiliasi.
Selama konferensi pers, al-Tayeb mengatakan bahwa kedua suku tersebut telah menyetujui pembentukan sebuah komite dari Al-Azhar untuk mencari jalan keluar untuk memperbaiki hubungan antar kedua suku tersebut, dan menentukan kompensasi terhadap orang-orang menjadi korban dari kedua belah pihak.
Sementara itu, Ikhwanul Muslimin “menjaga jarak” dengan seorang pria yang dituduh oleh pengadilan sebagai orang yang “menghasut” kekerasan di Aswan.
Dalam sebuah pernyataan, Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa Negm al-Din Ibrahim, seorang guru, bukan anggota kelompok tersebut.
“Pasukan keamanan berusaha menjebak Ikhwanul Muslimin setelah gagal menjaga keamanan dan melindungi nyawa rakyat yang tak berdosa,” katanya menambahkan.
Jaksa telah memasukkan Ibrahim ke dalam tahanan selama empat hari atas tuduhan melakukan penghasutan untuk pembunuhan dan keterlibatan dalam kerusuhan dan pembakaran.
Setelah pecahnya kekerasan pada 4 April, juru bicara militer Ahmad Ali mengatakan bahwa ada “indikasi” keterlibatan anggota Ikhwanul Muslimin.
Desember lalu, Mesir telah menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi “teroris” menyusul serangan pada markas besar keamanan Delta Nil di mana 16 orang, sebagian besar polisi, tewas.
Ikhwanul Muslimim membantah telah terlibat dalam serangan itu dan menegaskan kembali bahwa aktivisme damai merupakan komitmen dasar kelompok tersebut.
(ameera/arrahmah.com)