TRIPOLI (Arrahmah.com) – Serentetan roket Grad meledak dan senjata otomatis ditembakkan pada hari Minggu (24/4/2011) di Misrata sebagai sebuah bukti kontradiktif dari klaim rezim Libya bahwa pasukannya menghentikan operasi di kota yang terkepung itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Libya, Khaled Kaim, Minggu pagi (24/4) mengatakan bahwa tentaranya telah menghentikan operasi terhadap pemberontak di Misrata, tetapi tidak meninggalkan kota itu.
“Pasukan bersenjata belum ditarik dari Misrata Mereka hanya menghentikan kegiatan operasional,” kata Kaim dalam jumpa pers di ibukota.
“Suku-suku sudah bertekad untuk memecahkan masalah ini dalam waktu 48 jam … Kami percaya bahwa pertempuran ini akan diselesaikan secara damai dan bukan militer,” lanjut Kaim.
Tapi semburan api senjata otomatis terus-menerus terdengar saat roket Grad meledak di kota.
Kaim sebelumnya mengumumkan bahwa tentara akan menarik diri dari Misrata dan meninggalkan suku-suku lokal untuk menyelesaikan konflik di kota, baik dengan pembicaraan atau melalui kekerasan.
Pada hari Sabtu (23/4), kota ketiga terbesar di Libya itu menderita mengalami kerugian terburuk dalam 65 hari pertempuran, dengan 28 orang tewas dan 100 orang terluka, menurut Dokter Abu Khalid Falra di klinik Misrata.
Pesawat NATO melancarkan serangan di sejumlah tempat sipil dan militer di ibukota Libya, Tripoli, serta kota-kota lain, kantor berita JANA melaporkan tanpa mengkonfirmasi jumlah orang yang tewas dan terluka. Serangan udara sebelumnya dilakukan oleh aliansi Barat dan menghantam sebuah kompleks di Tripoli tempat Gaddafi berada.
Sebelumnya, Amerika Serikat melakukan aksi penyerangan drone pertamanya di Libya. NATO berdalih bahwa dengan pesawat itu, pihaknya telah menghancurkan salah satu dari beberapa peluncur roket (BMR) rezim Gaddafi yang diduga digunakan untuk menargetkan warga sipil.
Sementara itu, rezim Gaddafi menuduh Amerika Serikat melakukan “kejahatan baru terhadap kemanusiaan” dengan menyebarkan pesawat tak berawak yang terbang dengan ketinggian rendah. (althaf/arrahmah.com)