Kehidupan anak-anak Palestina di kamp pengungsi Yarmouk Damaskus benar-benar berbeda dengan kehidupan normal anak-anak di belahan dunia lain yang sama sekali tidak merasakan konflik dan menyaksikan peperangan di depan mata mereka. Anak-anak malang ini harus menyesuaikan diri dengan situasi mencekam di kamp mereka.
Kamp Yarmouk telah diblokade oleh pasukan rezim Nushairiyah Suriah, sehingga akses makanan dan obat-obatan ke dalam kamp tersebut terhalang. Banyak pengungsi yang jatuh sakit, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tak bisa bertahan akhirnya meninggal dunia setelah menderita kelaparan.
Akibatnya, selain terbiasa menahan lapar dan dingin, anak-anak di kamp itu kini juga terbiasa menyaksikan orang di kamp mereka yang menderita kelaparan dan akhirnya meninggal dunia.
Untuk melupakan rasa lapar yang mereka rasakan, anak-anak itu mengalihkan perhatian mereka dengan menyibukkan diri dengan bermain di sebuah taman yang letaknya tidak jauh dari kamp mereka.
Dalam sebuah video berdurasi 4 menit 31 detik yang diunggah di Youtube pada Kamis (6/3/2014), mereka menyatakan bahwa mereka bermain untuk melupakan kelaparan, kedinginan, dan serangan terhadap kamp-kamp mereka, di mana tak jauh dari kamp mereka juga sering terjadi pertempuran yang meletus. Selain itu pasukan rezim diktator Assad juga kerap menargetkan wilayah-wilayah di sekitar kamp mereka hingga meneror warga dan para pengungsi di sana.
Dalam video yang mengungkap keseharian anak-anak Palestina di kamp Yarmouk tersebut, seorang pria yang merekam kegiatan anak-anak di taman itu bertanya, “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?”
Salah seorang anak perempuan yang tengah bermain ayunan di taman itu berkata, “Kami sedang bermain karena kami tak punya makanan untuk dimakan di rumah. Saat kami bermain, kami melupakan kedinginan dan kelaparan. Kami lupa segala yang terjadi di kamp. Semuanya. Dan [kami] menikmati waktu kami di sini. Kami tidak punya makanan di rumah, dan saat kami bermain, kami melupakan makanan dan minuman. Kami ingin kamp Yarmouk kembali seperti dulu dan menjadi lebih baik. Semoga Allah akan membebaskan kami dan semua orang, dan kami ingin mereka semua dipindahkan kembali ke rumah mereka, rumah-rumah yang hancur dibangun kembali, dan jalanan menuju kamp dibuka lagi. Dan anak-anak di kamp Yarmouk bisa keluar. Dan semuanya bisa pulang kembali ke rumah mereka. Semoga Allah melindungi kamp Yarmouk dan kami semua.”
Salah seorang anak laki-laki di taman itu berkata, “Kami sedang bermain, dan bersenang-senang di taman, melarikan diri dari pengepungan dan penembakkan. Kami datang ke sini untuk melupakan penembakkan dan kelaparan, serta menikmati waktu kami. Keluarga kami mati karena kelaparan, dan kami bermain ke sini untuk melupakan keluarga kami yang mati karena kelaparan dan penembakkan, serta melupakan orang-orang yang menderita kelaparan dan bahwa mereka begitu sulit memperoleh sekilo beras yang berharga 11.000 S.P.
Tiba-tiba terdengar suara tembakan, begitu dekat. Anak-anak itu pun bergegas bangkit. “Seperti bisa kalian saksikan, kami bermain untuk melupakan penembakan dan kelaparan. Tapi kami justru sedang bermain di bawah tembakan,” lanjut anak tadi.
Anak ke-3 berkata, “Kami ingin krisis kamp segera berakhir. Sungguh, kami lelah. Ketika kami bermain di sini, tembakan-tembakan mengarah ke sana, membunuh keluarga kami di kamp. Orang-orang mati kelaparan, dan mereka menghujani kami dengan tembakan. Jalanan ditutup selama 225 hari dan mereka tidak peduli. Mereka tidak peduli, roket dan tembakan mendarat, masjid-masjid dihancurkan.”
Tiba-tiba suara dentum tembakan terdengar semakin keras dan mendekat.
Pria yang mewawancarai anak-anak tadi pun berteriak sambil masih mengarahkan kameranya, “Baiklah! Baiklah! Cepat! Ok? Cepatlah anak-anak, cepatlah! Ayo keluar!”
Anak-anak itu berlarian, tampak tegar dan sudah biasa menghadapi situasi genting semacam itu, meski kepanikan tak dapat disembunyikan dari wajah mereka.
“Pulanglah, Nak! Ayo!”
Anak-anak berlarian, anak-anak yang lebih besar terlihat begitu cekatan menggandeng tangan anak-anak yang lebih kecil.
Kemudian anak laki-laki yang tadi sempat menuturkan harapan-harapannya, kembali berkata sambil terengah-engah sebelum akhirnya kembali berlari bersama anak-anak lainnya, “Kami ingin kamp kembali seperti dulu. Sebagimana kalian saksikan sendiri, ketika kami sedang bermain, peluru malah mendarat di sini.”
Sementara itu, seorang Muslimah yang mengajak anak-anak itu bermain di taman tersebut berkata, “Sebagaimana kau lihat, kami membawa anak-anak itu bermain di taman untuk membuat mereka lupa akan rasa lapar, dan peluru-peluru itu malah mulai mendarat di sini. Jadi, saat ini kami menderita keduanya, kelaparan dan pengepungan. Mereka bahkan merampas [kesempatan] anak-anak bermain di taman.”
Kemudian mereka pergi dan berusaha menyelamatkan diri. Entah sampai kapan mereka harus terus berlari dari kelaparan, dari pengepungan, dan dari penembakan brutal pasukan rezim Nushairiyah Suriah.
(banan/arrahmah.com)