RIYADH (Arrahmah.com) – Perang di Suriah telah menarik perhatian banyak pihak. Mereka yang khawatir kemenangan akan jatuh ke tangan Mujahidin berupaya dengan berbagai cara untuk menghalangi hal tersebut yang dianggap sebagai “ancaman”.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memantau kegiatan “perang ideologi” di internet yang diklaim lebih agresif dari sebelumnya. Keterangan oleh kepala Direktorat Keamanan Ideologi Arab Saudi, menunjukkan bahwa unit yang dikenal untuk menjaga aktivis liberal dan supir perempuan serta “ekstrimis” Islam, kini merubah fokus mereka terhadap penggunaan internet untuk merekrut pejuang Jihad di luar negeri khususnya Suriah, lansir Daily Star (17/2/2014).
Awal bulan ini, Raja Saudi Abdullah, memutuskan bahwa setiap warga Saudi yang pergi ke luar negeri untuk berperang akan menghadapi hukuman penjara 3-20 tahun. Kerajaan Saudi yakin, sekitar 1.000-2.000 warganya telah pergi ke Suriah untuk berperang di sana.
Keputusan tersebut juga akan menghukum siapa saja yang memberikan dukungan moral atau material kepada kelompok yang digambarkan sebagai “teroris” atau “ekstrimis”.
Dari kantor yang terletak di dekat lapangan tembak akademi polisi di Riyadh, direktur ISD, Abdel Rahman al-Hadlaq mengatakan : “ISD akan terus menjaga perhatian mereka terhadap apapun yang mungkin mempengaruhi ‘stabilitas Arab Saudi’.” Mandat tersebut juga termasuk memantau aktivitas damai. Beberapa orang telah dipenjara sepanjang tahun lalu atas tuduhan termasuk komentar yang dibuat secara online.
“Tugas kami adalah untuk melawan ‘radikalisasi’,” klaimnya kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Direktorat memonitor aktivitas online, melaporkan “ancaman” terhadap jasa keamanan dan berpartisipasi dalam media sosial untuk membantah argumen dari Mujahidin.
Hadlaq membenarkan kebijakan tersebut dengan mengatakan sebagian besar pemerintah, termasuk yang di Barat, memonitor warga mereka secara online.
Arab Saudi telah semakin khawatir saat Mujahidin terus mendapatkan pengaruh di Suriah, mereka mengklaim bahwa para pejuang ini menjadi “ancaman” saat kembali ke rumah. (haninmazaya/arrahmah.com)