ROHINGYA (Arrahmah.com) – Saat Muslim berada dalam posisi mayoritas, maka hukum yang berlaku adalah “mayoritas harus toleran terhadap kelompok minoritas dan tidak boleh ada diskriminasi minoritas”, tapi saat Muslim berada dalam posisi minoritas, maka yang berlaku adalah “sudah selayaknya minoritas dikalahkan oleh Mayoritas”. Ini kadang tidak adil!
Seperti halnya yang dialami oleh Muslim Rohingya yang selalu menghadapi tindakan diskriminasi yang tidak habis-habisnya di negara nenek moyang mereka sendiri. Seorang aktivis politik terkemuka Rohingya menuduh pemerintah Myanmar telah memperlakukan warga Muslim seperti “binatang”, disamping laporan bahwa massa Buddha telah membakar puluhan rumah warga Rohingya di negara bagian Arakan.
“Muslim di Myanmar diperlakukan seperti binatang,” seorang aktivis politik terkemuka Rohingya, berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kepada International Business Times Inggris, Rabu ( 29/2/2014).
“Kami sangat ketakutan. Kami tidak mempunya perlindungan keamanan di negara ini”
“Kami tidak punya apa pun di sini. Pemerintah kami melawan kami,” tambah aktivis.
Muslim Rohingya telah mengalami beberapa episode kekerasan yang dipimpin oleh massa Buddha selama dua tahun terakhir.
Serangan terbaru terjadi selama beberapa hari terakhir, Badan kemanusiaan PBB dan organisasi-organisasi hak asasi manusia melaporkan bukti kredibel tentang pembantaian terhadap sedikitnya 48 Muslim Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, di bagian barat negara bagian Rakhine di Myanmar.
Media resmi pemerintah dan Departemen Penerangan membantah laporan tersebut.
Namun, sebuah LSM yang berbasis di Thailand, the Arakan Project, mengatakan telah menerima beberapa laporan bahwa puluhan Muslim Rohingya telah tewas oleh pasukan keamanan dan Budha Arakan.
Mengisolasi Muslim
Pegiat hak asasi manusia menuduh pemerintah tidak berbuat banyak untuk menghentikan diskriminasi anti-Muslim.
“Ada sebuah gerakan yang berkembang yang dirancang untuk mengisolasi komunitas Muslim secara sosial dan ekonomi,” Matthew Smith, direktur eksekutif kelompok hak asasi manusia Fortify Rights, mengatakan kepada IB Times, Inggris.
“Intimidasi yang tidak terkendali terhadap umat Islam yang terjadi di banyak daerah.”
David Mathieson, peneliti senior di Human Rights Watch, menambahkan bahwa respon pemerintah terhadap kekerasan dan diskriminasi terhadap umat Islam kurang memadai, dan bahkan terkesan mendukung.
Smith mengatakan bahwa setidaknya 40 Rohingya tewas, meskipun jumlah sebenarnya dari Muslim Rohingya yang meninggal mungkin lebih tinggi, tetapi informasi yang terbatas karena terbatasnya akses yang diberikan pemerintah ke daerah-daerah konflik”.
Ditegaskan oleh PBB, bahwa Musoim Rohingya sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia, Muslim Rohingya menghadapi daftar panjang dari tindakan diskriminasi di tanah air mereka.
Mereka telah ditolak hak kewarganegaraannya sejak amandemen terhadap undang-undang kewarganegaraan tahun 1982 dan diperlakukan sebagai imigran gelap di rumah mereka sendiri. (Ameera/Arrahmah.com)