AFGHANISTAN (Arrahmah.com) – Afghanistan akan membebaskan puluhan warga mereka yang ditahan di penjara Bagram dan diklaim sebagai “ancaman keamanan” oleh teroris AS.
Sebuah pernyataan Afghanistan mengatakan bahwa tidak ada cukup bukti terhadap 72 dari 88 tahanan di penjara yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan AS itu.
Sementara Washington malah mengklaim keberatan atas rencana pembebasan ini, dan juga menuduh 72 orang yang akan dibebaskan itu sebagai “penjahat berbahaya”.
Kedua negara telah berselisih atas penolakan Presiden Karzai untuk menandatangani kesepakatan keamanan dengan Washington.
Ratusan tahanan di penjara Bagram telah dibebaskan sejak pemerintah Afghanistan mengambil alih pengelolaan penjara itu pada Maret 2013 lalu.
Pemerintah saat ini mengatakan tidak ada bukti terhadap 45 dari 88 tahanan di sana, sedangkan bukti terhadap 27 lainnya tidak cukup untuk menempatkan mereka ke pengadilan.
“Kita tidak bisa membiarkan warga Afghanistan yang tidak bersalah untuk ditahan dalam penjara selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun tanpa pengadilan, tanpa alasan sama sekali,” kata juru bicara Karzai, Aimal Faizi, kepada kantor berita Reuters, seperti dilansir BBC pada Kamis (9/1/2014).
“Kita tahu bahwa sayangnya ini telah terjadi di Bagram, tapi itu ilegal dan melanggar kedaulatan Afghanistan.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, malah mengklaim ada “bukti kuat” yang menghubungkan 72 orang dalam tahanan itu dengan “kejahatan yang berkaitan dengan teror”.
“Kami telah menyatakan keprihatinan kami atas kemungkinan pembebasan tahanan ini tanpa membawa kasus mereka ke sistem peradilan pidana Afghanistan,” klaimnya.
“Para ‘pemberontak’ ini dapat menimbulkan ancaman terhadap keselamatan dan keamanan rakyat dan negara Afghanistan,” klaimnya lagi.
Para senator AS yang mengunjungi Kabul pekan lalu menggertak bahwa setiap tahanan yang dibebaskan akan “melakukan kerusakan yang tak dapat memperbaiki hubungan” antara Washington dan Kabul.
Selain itu hal ini juga menimbulkan ketakutan tersendiri bagi mereka karena bisa membahayakan rencana AS untuk menjaga kehadiran pasukan mereka di Afghanistan setelah penarikan NATO pada akhir tahun ini.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh teroris AS pekan lalu mengklaim itu akan menjadi pelanggaran dari nota kesepahaman yang telah disepakati antara kedua belah pihak pada saat serah terima penjara Bagram.
Menurut mandat Dewan Keamanan PBB, pasukan militer internasional pimpinan AS di Afghanistan dijadwalkan untuk menyerahkan semua tugas “keamanan” kepada pasukan Afghanistan sebelum penarikan penuh pasukan mereka pada akhir 2014.
Tetapi jika “Perjanjian Kerjasama Keamanan dan Pertahanan” ditandatangani kedua negara, sekitar 10.000 tentara salibis AS bisa tinggal di Afghanistan selama 10 tahun.
Seorang jurnalis BBC di Kabul mengatakan bahwa telah terjadi perselisihan internal dalam pemerintahan Afghanistan atas masalah pembebasan tahanan ini.
Dia mengatakan bahwa kepala staf Presiden Karzai, Karim Khuram, yang secara luas dikenal sebagai seorang anti-Amerika pun disebut-sebut sebagai orang yang berada di balik keputusan bijaksana terkait pembebasan 72 warga Afghanistan yang tak bersalah tersebut. (banan/arrahmah.com)