SWEDIA (arrahmah.com) – Sebuah klaim ngawur dilontarkan oleh politisi sayap kanan Swedia yang mengatakan bahwa Islam mengijinkan perkosaan sebagai bentuk hukuman terhadap para perempuan yang tidak setia. Pernyataan tersebut telah memicu kecaman dari ummat Muslim dan menganggap bahwa klaim ngawur tersebut mencerminkan kebodohan dari perdana menteri negara dan politisi terkemuka Swedia, sebagaimana dirilis oleh onislam, Kamis (9/1/2014).
Kontroversi tersebut muncul ketika Michael Hess, wakil ketua partai Demokrat Swedia di Karlskrona Swedia selatan, yang memposting di Facebook bahwa perkosaan berakar dari budaya Islam.
Ketika ditanya tentang komentar Hess, Linus Bylund, sekretaris pers partai Jimme Akesson, mengatakan bahwa pernyataan Hess itu tidak dapat ditafsirkan sebagai tindakan rasis karena itu merupakan sesuatu yang faktual.
“Dikatakan dalam Al-Quran bahwa perkosaan dapat digunakan terhadap perempuan yang tidak setia,” kata Bylund kepada Surat Kabar the Blekinge Lans Tidning (BLT).
“Ini adalah bentuk hukuman dalam Islam.”
Namun, ia tidak dapat menyebutkan surat apa tepatnya dalam al-Qur’an yang mendukung pernyataannya tersebut.
“Saya tidak tahu persis. Saya tidak tahu persis apa yang dinyatakan dalam Al-Quran, tapi menunjukkan bahwa itu yang terjadi,” kata Bylund kepada Surat Kabar Blekinge Lans Tidning (BLT).
Pernyataan Bylund membangkitkan kehebohan dalam lanskap politik. Menteri Urusan Sosial Göran Hagglund menyebutnya sebagai klaim bodoh.
“Itu berasal dari ketidaktahuan dia dan pernyataan ini bisa menjauhkan orang-orang dari agama lain,” kata Hagglund, yang juga mengepalai minoritas partai Kristen Demokrat.
“Tentu saja saya benar-benar menjauhkan diri dari pernyataan semacam ini.”
Rumor palsu
Jan Hjärpe, seorang profesor studi Islam di Universitas Lund, Swedia menolak klaim Demokrat yang ngawur tersebut.
“Itu tidak benar, itu bukan dalam Alquran,” kata Hjärpe.
“Tapi itu ungkapan dalam bahasa sehari, Anda dapat mendengar hal semacam ini dalam lingkungan di mana ada ketegangan etnis,” tambahnya
Hjärpe mengatakan bahwa perkosaan itu bukan hukuman di bawah hukum Syariah.
“Itu sama sekali bukan berasal dari syari’ah Islam. Ada beberapa contoh dalam sistem suku, seperti kasus di Pakistan dan Bangladesh misalnya, di mana dewan desa memberikan vonis dalam bentuk pemerkosaan, tapi itu sama sekali bukan berasal syari’ah Islam,” katanya.
“Saya pikir dia hanya mengulangi apa yang ia dengar atau apa yang ia baca. Ada banyak informasi yang salah dan Islamophobia di internet.”
Pada 2013, sekitar 300 kejahatan kebencian terhadap Muslim dilaporkan di Swedia, dan insiden tersebut terus meningkat, menurut keterangan dari Dewan Nasional Swedia untuk Pencegahan Kejahatan (Brottsförebyggande rådet).
Partai sayap kanan Demokrat Swedia (SD), yang terkenal dengan kampanye anti-imigran dan anti-Muslim, memperoleh hasil terbesar dalam pemilihan umum tahun 2011, memenangkan 20 kursi di parlemen dengan 349 anggota.
Segera setelah kemenangan mereka dalam pemilu, Partai Demokrat Swedia mulai bekerja dengan menerapkan moratorium pada pembangunan masjid baru di negara Skandinavia.
Partai Demokrat Swedia, yang manifestonya menggambarkan Muslim sebagai “ancaman serius bagi bangsa Swedia”, juga menerapkan larangan cadar dan berupaya untuk menghentikan imigrasi dari negara-negara mayoritas Muslim ke Swedia. (ameera/arrahmah.com)