BANGUI (Arrahmah.com) – Pasukan penjajah Perancis dan Kongo telah menggunakan kekerasan yang berlebihan terhadap demonstran Muslim di Bangui. Tentara Perancis menembakkan gas air mata dan granat nitrogen untuk membubarkan para demonstran.
“Masalah dimulai setelah Perancis menginjakkan kaki di negeri ini,” Isa Hassan, imam Masjid Al-Noor di Kilometer 5, kepada Anadolu Agency, Ahad (22/12/2013).
“Muslim yang normal tidak akan pernah menyerang siapa pun dan bahkan sekarang kita cukup menahan diri, tetapi tentara Perancis melucuti senjata Muslim dan memungkinkan mereka untuk dibunuh oleh massa.”
Sejak intervensi mereka di Republik Afrika Tengah pada 5 Desember, pasukan Perancis telah dituduh lebih memihak kepada milisi Kristen. Mereka menyaksikan pembunuhan yang dilakukan terhadap ummat Islam tanpa mengambil tindakan untuk mengakhiri konflik sektarian di negara tersebut.
Pada hari Ahad, ribuan Muslim di Bangui melakukan protes terhadap operasi yang dilakukan tentara Perancis di negara mereka.
Selama demonstrasi hari Ahad, para demonstran memblokir jalan menggunakan batu, tong logam dan potongan kayu untuk memblokir jalan.
Sambil menyerukan yel-yel “Tidak untuk Prancis”, para demonstran mengangkat slogan anti-Prancis yang bertuliskan “kejahatan Prancis terhadap Republik Afrika Tengah”.
“Ini adalah operasi pembunuhan, mereka ingin memecah belah kami warga Afrika Tengah,” teriak seorang demonstran, AFP melaporkan.
“Mereka datang untuk memaksakan kehendak mereka dan membuat kami saling membunuh.”
Menurut warga Muslim, protes pada hari Ahad meletus setelah tentara Perancis membunuh tiga anggota Seleka.
“Tentang Prancis yang melakukan ini, dan semua orang tahu,” kata Imam Hassan Masjid Al-Noor di Kilometer 5, kepada pada Anadolu Agency.
Seorang saksi mata telah membenarkan perkataan Hassan, dan dia juga menambahkan bahwa ada empat jenazah di Masjid Al-Noor. Keempat jenazah tersebut dibunuh oleh milisi Kristen.
Di tengah meningkatnya protes anti Prancis, perwakilan Muslim telah memberikan ultimatum selama satu minggu kepada tentara Prancis untuk menghentikan dukungan mereka terhadap milisi Kristen anti-Balaka.
“Sebelum Perancis mengirim pasukannya ke sini, telah ada kesepakatan dengan pemerintah Republik Afrika Tengah bahwa pasukan Perancis akan melucuti senjata pasukan seleka dan anti-Balaka,” Abakar Sabone, mantan pemimpin Gerakan Afrika Tengah untuk Kebebasan dan Keadilan dan juga mantan menteri pariwisata, mengatakan dalam konferensi pers di Bangui.
“Tapi ketika mereka tiba di Bangui mereka menjadi bias” tambahnya.
Tentara Perancis telah dituduh menulikan telinga terhadap kekejaman yang dilakukan kelompok anti-Balaka dan milisi Kristen terhadap kaum Muslim, dan menonton kaum Muslim dibunuh dengan buas oleh para pembunuh berdarah dingin. (ameera/arrahmah.com)