BAGHDAD (Arrahmah.com) – Mujahidin Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) yang bertujuan menciptakan sebuah negara berdasarkan hukum Islam, telah meluncurkan kampanye besar untuk mengontrol wilayah di beberapa provinsi di Irak, tulis Washington Post.
Selama lebih dari setahun, kelompok yang dikenal dengan ISIS, telah menunjukkan tekad untuk membangun kapasitas militernya. Organisasi tersebut berdiri di Irak, namun perang Suriah telah menarik mereka untuk melebarkan lahan Jihad mereka.
Kelompok ini bertanggung jawab atas ratusan serangan yang menewaskan 6.200 pasukan boneka dan sektarian di Irak sepanjang tahun ini.
Kini ISIS tampakanya memasuki tahap baru. Di beberapa bagian di Suriah, mereka sudah menyiapkan unsur-unsur pemerintahan, termasuk pengadilan, sekolah dan birokrasi sipil dan tampaknya akan membuat hal yang sama di Irak, lanjut laporan Washington Post.
Serangan besar terakhir dari Mujahidin ISIS terjadi di pusat kota Kirkuk, berlangsung lebih dari 12 jam dan menewaskan sedikitnya 10 pasukan boneka Irak. Serangan tersebut dimulai pada tengah hari di hari Rabu, ketika seorang Mujahid melaju ke pintu masuk markas spionase musuh dan meledakkan mobil bermuatan bahan peledak. Seorang penyerang kedua mengikutinya dengan berjalan kaki, ia melancarkan tembakan dan kemudian meledakkan rompi yang ia gunakan.
Mujahidin penembak jitu telah bersiap di atap pusat perbelanjaan di dekatnya, setidaknya enam penyerang berhasil menembus penjagaan keamanan musuh dan masuk ke kantor pusat. Polisi boneka kewalahan, mereka gagal selama beberapa jam untuk mendapatkan kontrol atas situasi, rekaman televisi menunjukkan petugas tak berdaya mengintip di sekitar sudut-sudut bangunan dan menembaki para penembak jitu tanpa bidikan yang terarah.
Ketika pertempuran selesai pada Kamis dini hari, pusat perbelanjaan telah dilalap api. Selain mereka yang tewas, 54 personil keamanan musuh terluka.
Mujahidin menargetkan Kirkuk untuk menjadikan kota tersebut bagian dari Imarah Daash yang juga mencakup provinsi Salahuddin dan Diyala. Kampanye untuk Imarah Daash telah tampil tidak hanya terhadap sasaran keras seperti direktorat spionase di Kirkuk, tetapi juga program sistematis serangan terhadap pasukan keamanan Irak dan pejabat pemerintah.
Akhir Oktober dan November misalnya, Mujahidin ISIS melancarkan beberapa serangan terhadap tentara dan polisi boneka Irak di rumah mereka di sekitar Kirkuk. Mujahidin memperingatkan rekan-rekan target untuk meninggalkan pasukan keamanan. Tujuan mereka adalah agar orang-orang meninggalkan pasukan keamanan musuh.
Akibatnya, beberapa tentara musuh telah meninggalkan pos mereka dan moral musuh terus merosot. Dengan orang yang lebih sedikit untuk menjaga pos-pos pemeriksaan dan patroli, Mujahidin ISIS telah mampu meningkatkan kecepatan dan ukuran serangan mereka, tidak hanya di sekitar Kirkuk.
Padang pasir di barat Irak di provinsi Anbar, yang memiliki perbatasan panjang dengan Suriah, juga hampir dikuasai seluruhnya oleh Mujahidin ISIS. Mujahidin telah meluncurkan sebuah gelombang serangan tanpa henti terutama serangan terhadap kota Fallujah selama dua bulan terakhir, termasuk eksekusi terhadap “walikota” Adnan Hussein yang ditembak mati pada 13 November oleh penembak jitu.
Mujahidin ISIS diperkirakan menguasai 40 persen dari daerah gurun di provinsi Anbar.
Pasukan keamanan musuh yang tidak memiliki kapasitas teknologi yang canggih untuk mengumpulkan informasi intelijen, kewalahan menghadapi peningkatan kekuatan Mujahidin. Mereka sering mengandalkan taktik tumpul yang menargetkan penduduk setempat. Setelah eksekusi Adnan Hussein misalnya, polisi boneka menangkat sekitar 400 Muslim dan menahan mereka tanpa pengadilan, menurut keluarga para korban.
Di Kirkuk, respon keamanan pasukan boneka juga terhambat karena adanya perselisihan lama antara beberapa kelompok etnis, termasuk Arab, Kurdi dan Turkmen yang meletakkan klaim-klaim mereka terhadap wilayah yang sama. (haninmazaya/arrahmah.com)