UTTAR PRADESH (Arrahmah.com)– Musim dingin hampir tiba ketika insiden tragis itu terjadi, pria berusia empat puluh tujuh tahun, Zakir Khan, merupakan salah satu dari ribuan warga Muslim yang terusir secara paksa dari rumah mereka di distrik Shamli, Uttar Pradesh India, dan hidup di kamp bantuan setelah kerusuhan Hindu dan Muslim terjadi.
“Kami menderita karena kerusuhan ini,” kata Zakir Khan, sebagaimana dirilis oleh onislam, Ahad (8/12/2013).
“Hampir semua barang-barang saya dibakar oleh perusuh dan entah bagaimana kami berhasil melarikan diri dari desa.”
Masalah Zakir dimulai Agustus lalu ketika bentrokan Hindu -Muslim meletus di Muzaffarnagar, yang terletak di bagian barat provinsi Uttar Pradesh.
Kerusuhan trsebut mengakibatkan kematian ssedikitnya 60 orang dan memaksa sekitar 70.000 warga Muslim meninggalkan desa-desa mereka, demikian menurut laporan pejabat pemerintah.
Pada 31 Oktober, insiden kekerasan telah menewaskan empat Muslim di wilayah yang sama yang dilanda bentrokan komunal mematikan tersebut.
Distrik Muzaffarnagar tetap tegang, banyak orang yang melarikan diri dari kekerasan bulan lalu yang masih tinggal di kamp-kamp.
Berlindung di kamp bantuan, Zakir Khan sekarang tinggal bersama istri dan dua anak-anak di sebuah kamp bantuan untuk Muslim korban kerusuhan.
Namun, penderitaan orang tua empat puluh tujuh tahun itu nampaknya tidak akan segera berakhir setelah pemerintah menawarkan kepadanya kompensasi dari Rs 5,00,000 (US$ 8.100) jika ia mau mengubur mimpinya untuk kembali ke rumahnya.
“Sekarang pemerintah menginginkan kita untuk melupakan segala yang kita miliki di desa kami sebagai pengganti beberapa ribu rupee,” kata Zakir.
“Harta benda kami jauh lebih berharga daripada uang yang mereka berikan kepada kami sebagai kompensasi.”
Zakir tidak sendirian dalam penderitaan tersebut.
Korban lain, Rahat Siddiqui, menyatakan bahwa pihak berwenang meminta korban untuk menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa kita akan pindah dari kamp bantuan, tetapi tidak akan kembali ke tempat kami setelah menerima sejumlah kompensasi.
“Tapi sekarang pemerintah ingin kita menerima apa pun yang mereka tawarkan dan melupakan semua milik kami di tempat asal kami.”
Penderitaan Warga Muslim
Setelah berbulan-bulan di kamp bantuan, umat Islam masih diliputi ketakutan, mengingat kenangan tentang kematian dan perkosaan.
“Saya tidak punya kata-kata lagi untuk menggambarkan bagaimana ketika kami diserang dan dipaksa meninggalkan rumah kami,” kata Aslam Mahmood, salah satu korban yang selamat dari kerusuhan tersebut yang kehilangan dua anggota keluarganya, kepada OnIslam.net.
“Tidak ada seorang pun di sana untuk mengamankan kami dan sekarang pemerintah ingin kita untuk mengambil kompensasi yang sedikit itu dan melupakan hak atas harta benda kami yang akan disita atau diambil alih oleh orang-orang yang menyerang dan mengusir kami.”
Korban lain, yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan,” Putriku telah diperkosa dan pemerintah tidak mengambil tindakan apapun terhadap mereka yang bertanggung jawab atas tindakan mengerikan ini”
“Para terdakwa bebas berkeliaran di desa dan mengancam kita agar tidak kembali lagi ke desa tersebut. Pemerintah menawarkan kita Rs 5,00,000, yang sama sekali tidak cukup bagi kita.”
Aktivis dan pengacara, Asad Hayat, telah menuntut agar segera dilakukan penyelidikan oleh badan investigasi utama Biro Pusat Investigasi ( CBI ).
“Tidak ada aturan tetap untuk distribusi kompensasi oleh pemerintah,” kata Hayat.
“Kompensasi ini dimaksudkan hanya untuk orang-orang dari sembilan desa, sedangkan ada banyak warga dari 162 desa yang tinggal di kamp-kamp bantuan. Bahkan pemerintah telah gagal untuk mengidentifikasi sejumlah besar korban kerusuhan, yang belum mendapatkan bantuan apapun.”
Hayat tidak bekerja sendirian, front politik bagi pembebasan orang tak berdosa yang dipenjara atas nama terorisme di negara bagian Uttar Pradesh, telah mulai membantu korban kerusuhan di berbagai kabupaten.
Mereka juga telah merencanakan untuk melakukan audiensi publik untuk korban di Lucknow, ibukota Uttar Pradesh, tetapi tidak diizinkan oleh pemerintah.
“Para korban berada di bawah tekanan yang luar biasa untuk menarik laporan mereka. Beberapa dari mereka bahkan telah diancam oleh pemerintah daerah untuk melupakan apa yang telah terjadi dengan mereka,” kata Shahnawaz Alam, juru bicara Rihai Manch.
“Hampir semua korban yang tinggal di kamp bantuan darurat ingin kembali ke rumah mereka, tetapi karena mereka mendapat ancaman dari penduduk setempat, akhirnya mereka memilih tinggal di kamp-kamp bantuan.”
Para korban juga menuntut agar kasus mereka harus digeser luar Uttar Pradesh untuk penyelidikan yang tidak memihak.
“Kami percaya bahwa penyelidikan harus adil dan tidak boleh ada tekanan terhadap tim investigasi. Kami percaya bahwa sidang harus dipindahkan ke tempat lain, seperti yang kita tahu para politisi dan pemerintah daerah berada dalam posisi untuk mempengaruhi persidangan,” kata salah seorang korban yang bernama Hamid Nasir.
Sementara itu, pemerintahan dari kabupaten Muzzafarnagar dimana kerusuhan itu terjadi, telah mengklaim bahwa korban kerusuhan tidak siap untuk kembali ke desa mereka di bawah kondisi apapun.
Mengenai surat pernyataan bahwa para korban diminta untuk menandatangani, Kaushal Raj, pejabat Distrik Muzzafarnagar, mengklaim bahwa warga Muslim tidak ingin kembali ke rumah dan desa mereka.
“Bahkan selama kunjungan Perdana Menteri, Kepala Menteri Uttar Pradesh dan anggota Komisi Minoritas, korban mengatakan bahwa mereka tidak ingin kembali ke tempat mereka,” kata Raj (ameera/arrahmah.com)