PARIS (Arrahmah.com) – Sebuah pengadilan Perancis pada hari Rabu (27/11/2013) telah memutuskan pemberhentian seorang pekerja Muslim di tempat penitipan anak karena mengenakan hijab di tempat kerja, dimana penitipan tersebut menuntut netralitas yang ketat dari para karyawannya, sebagaiman dirilis oleh WordBulletin, Rabu (27/11/2013).
“Hari ini lembaga negara telah menegaskan kembali kekuatan prinsip sekularisme,” kata Richard Malka, pengacara untuk pusat penitipan anak “Baby Loup”.
Michel Henry, pengacara penggugat, kepada Agence France Presse (AFP), mengatakan bahwa hakim telah tunduk pada tekanan politik.
Henry yang mewakili Fatima Afif yang dipecat dari pekerjaannya dari TK “Baby –Loup” di pinggiran kota Paris mengatakan bahwa Afif dipecat setelah mengatakan kepada atasannya bahwa apabila dirinya kembali bekerja setelah istirahat bersalin lima tahun, dia ingin diperbolehkan mengenakan hijab di tempat kerja.
Putusan pada Rabu (27/11) tersebut membatalkan vonis Pengadilan Kasasi, pengadilan tertinggi di Perancis, pada Maret 2013, yang memutuskan bahwa TK swasta tersebut telah bersalah atas tuduhan diskriminasi agama ketika memecat Afif pada tahun 2008.
Putusan pada hari Rabu tersebut dielu-elukan sebagai keputusan penting oleh pendukung pendidikan sekuler.
Pengacara Afif mengatakan itu “sangat mungkin” bahwa mereka akan mengajukan banding. Namun, dia mengatakan dia siap untuk membawa kasusnya sampai ke Pengadilan HAM Eropa (ECHR).
Selama satu dekade terakhir, Prancis telah mengeluarkan sejumlah undang-undang kontroversial yang membatasi pemakaian simbol-simbol agama di tempat umum.
Pada tahun 2004, Perancis melarang Muslimah mengenakan hijab, yang merupakan pakaian wajib bagi Muslimah, di tempat umum. Beberapa negara Eropa mengikuti contoh Perancis.
Perancis juga melarang pemakaian cadar di depan umum pada tahun 2011.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Manuel Valls, mengatakan larangan tersebut sebagai “tindakan hukum untuk menentang praktek-praktek yang tidak ada hubungannya dengan tradisi dan nilai-nilai kita”.
Putusan pengadilan tersebut telah dikecam oleh organisasi Muslim Perancis, dan menganggap sebagai cara untuk mengasingkan komunitas Muslim.
The Collective against Islamophobia in France (CCIF), sebuah kelompok hak asasi Muslim, mengecam keputusan tersebut sebagai “skandal peradilan yang nyata”.
Presiden Francois Hollande awalnya mendukung keputusan untuk memperpanjang larangan pemakaian hijab di sektor publik dan beberapa perusahaan swasta karena adanya kontroversi kasus “Baby Loup”, tetapi kemudian mundur ketika penasihat hukum memperingatkan bahwa ini bisa menjadi suatu tindakan diskriminatif.
Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa mulai melakukan pengkajian terhadap pelarangan pemakaian cadar oleh Perancis.
Berdasarkan hukum Perancis, yang disetujui pada tahun 2010 dan dilaksanakan pada tahun berikutnya, menyebutkan bahwa perempuan yang mengenakan cadar di ruang publik bisa dikenakan denda hingga 150 Euro (US $203).
Perancis adalah rumah bagi minoritas Muslim yang berjumlah sekitar enam juta jiwa, dan merupakan yang terbesar di Eropa. (ameera/arrahmah.com)