Saya seorang wanita, bukan komoditas seksual. Saya juga seorang manusia, sama seperti Anda. Tapi saya juga seorang Hijabi dan hijab adalah identitas saya dan ideologi saya. Saya memakai hijab bukan dari waktu kecil, juga tidak berasal dari ayah atau saudara laki-laki yang menindas saya. Keinginan saya untuk memakai hijab datang ketika saya mulai mengeksplorasi pesan Tuhan yang sudah saya baca sejak kecil. Saya melakukan berbagai riset untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang hijab, dan juga bertanya kepada ulama’, agar saya mengerti apa itu hijab. Akhirnya saya yakin dan senang memakainya.
Pentingnya mencari pengetahuan yang mendalam tentang hijab, bagi saya, adalah untuk menambah keyakinan saya tentang hijab, dan juga karena saya sering bertanya-tanya sendiri:
“Saya percaya pada Tuhan dan firman-Nya, saya mencintai Nabi Muhammad dan bagi saya karakter dan pakaian Aisha dan Fatima ( Radhiyallahu ‘Anhuma) adalah teladan, maka kenapa setiap kali saya melihat seseorang memakai hijab, saya mengaitkannya dengan keterbelakangan?”
Semua klaim ini tidak bisa masuk ke dalam satu frame, saya mulai mengalami perang pemikiran dalam diri saya:
“Kau katakan padaku Hijab sebagai keterbelakangan dan Anda masih bangga sebagai seorang muslimah yang tidak memakai hijab! itu tidak benar!”
Hijab adalah bagian dari kepribadian saya, sama seperti kippah bagi Yahudi dan Kristen. Ini adalah pesan perdamaian yang saya pakai dengan bangga. Dengan memakai Hijab saya ingin dunia tahu bahwa saya ingin melakukan yang terbaik untuk menjaga kesucian saya, dan untuk mentaati Tuhanku. Dengan hijab saya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa saya bukanlah budak industri kapitalistik atau perusahaan-perusahaan, dimana saya harus membungkuk pada penerbitan wanita telanjang, agar saya dijadikan iklan dalam menjual segala sesuatu, dari rokok sampai mobil balap!
Hijab memberi saya kebebasan! Kebebasan dari penghakiman terhadap setiap inci, warna kulit, dan ukuran anggota tubuh. Saya bebas dari belenggu beberapa orang yang menilai wanita berdasarkan panjang rok dan kemulusan lehernya; mengesampingkan kecerdasan dan akhlak.
Mengapa mereka takut terhadap hijab saya?
Dengan sepotong kain di kepala saya, saya merasa diberdayakan sebagai seorang wanita. Tapi sebagian masyarakat tampaknya memiliki masalah dengan hijab di kepala saya ini. Beberapa kaum liberal memproklamirkan diri dengan memberikan label kepada hijab sebagai ” serbet di meja makan” atau “selembar kain untuk mengeringkan rambut”. Dan saya bertanya-tanya apa yang dunia takutkan?
Jika Anda berpikir hijab saya membuat IQ saya menurun, dan Anda melemparkan saya ke padang tandus gurun Arab 1400 tahun yang lalu, saya benar-benar ragu bahwa Anda adalah orang yang cerdas. Apakah Anda benar-benar ingat bagaimana manusia prasejarah hidup? Apakah mereka memakai hijab? Setahu saya wanita pra sjarah bahkan tidak memakai pakaian.
Apa yang ditakutkan oleh pembunuh Marwah Al Sherbini? Marwah hanya wanita berusia 32 tahun, seorang apoteker yang hamil tiga bulan, seorang istri yang penuh kasih dan seorang ibu dari anak berusia dua tahun, kenapa ia bisa menjadi ancaman bagi dunia? Oh, anda memanggilnya pelacur, menganggapnya teroris, dan kemudian menikamnya sebanyak 18 kali di pengadilan Jerman sampai ia meninggal.
Apakah seorang yang memakai hijab menjadi ancaman terbesar dalam masyarakat Eropa, Perancis dan negara-negara lainnya yang melarang hijab? Pikirkan!
Apakah anda tidak melihat, beberapa wanita yang sangat sukses di Barat yang kemudian beralih kepada Islam, memilih untuk menutupi tubuh mereka dengan kerendahan hati dan mereka mengatakan bahwa mereka telah menemukan kedamaian.
Saya mengutip Yvonne Ridley, seorang wartawan yang masuk Islam tahun yang lalu:
“Pakaian saya memberitahu Anda bahwa saya adalah seorang Muslimah, dan saya berharap akan diperlakukan dengan hormat, seperti halnya seorang bankir di Wall Street yang mengatakan bahwa pakaian bisnis mereka mendefinisikan dirinya sebagai seorang eksekutif yang harus dihormati.”
Berpikirlah dengan rasional dan putuskan! Mengapa Hijab saya menjadi problem bagi orang lain?
*ditulis oleh Aisha Aijaz, Feelance Writer.
(ameera/arrahmah.com)