JAKARTA (Arrahmah.com) – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi terus ditentang. Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat terus mengkritisi Perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pasca tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar dalam kasus penanganan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah di MK.
“Ada dugaan kuat penerbitan Perppu pembenahan MK yang dipaksakan itu tujuan utamanya bukan untuk membenahi MK melainkan membuat kegaduhan politik. Agar bisa mendorong publik melupakan isu Bunda Putri dan kasus korupsi lain yang selama ini menjadi perhatian masyarakat,” kritik Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Ahad (20/10/2013).
Bahkan, Bambang memprediksi DPR bakal menolak Perppu nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang –undang nomor 24 tahun 2003 tentang MK. “Perppu ini juga bisa gugur jika diuji oleh MK sendiri,” analisa Bambang.
Politikus Partai Golkar ini yakin jika kalkulasi pemerintah pun demikian. Menurutnya, pemaksaan kehendak ini tentu punya tujuan. Yakni, kata dia, menciptakan kegaduhan politik baru untuk mengalihkan perhatian publik dari sejumlah persoalan hukum yang diduga melibatkan unsur kekuasaan. “Selain persoalan Bunda Putri, masih ada beberapa kasus yang penanganannya belum membuahkan progres,” ungkapnya.
Kasus lain yang dimaksud Bambang adalah kasus suap yang melibatkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Rudi Rubiandini. Penyidik KPK menemukan uang USD 200 ribu di ruang Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Diyakini bahwa Rudi tidak bermain sendiri,” tegasnya.
(pol/arrahmah.com)