SRAGEN (Arrahmah.com) – Saat Jamaah Anshorut Tauhid bersama Elemen Muslim lain selesai melaksanakan agenda rutin berjalan kaki 3 bulanan di sekitar terminal Pilangsari Sragen Ahad (29/9/2013) , tiba-tiba ada salah seorang warga melaporkan kepada Korlap aksi bahwa di dukuh Bedowo desa Jetak kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen ada sekelompok warga yang ingin menutup tempat kesyirikan berkedok pesantren. Saat itu juga Korlap memerintahkan beberapa orang untuk mendatangi lokasi.
Lokasi yang dimaksud adalah Padepokan Bumi Arum. Sesampai ditempat peserta longmarch yang berjumlah ratusan disambut oleh tokoh masyarakat baik dari unsur RT, RW, Lurah, maupun tokoh masyarakat lainnya. Menurut warga di bangunan ini sering orang melakukan aktivitas yang disebut dengan “pasujudan santri luwung padepokan Bumi Arum.”
Kemudian terjadi dialog antara lascar umat Islam, masyarakat, RT, RW, Lurah dan tokoh masyarakat lainya untuk menghentikan kegiatan kesyirikan tersebut. Hal ini karena ritual tersebut sebenarnya sudah dilaporkan warga kepihak berwajib seperti Bupati, Kapolres, MUI, Depag, Kodim dan instansi lainnya namun belum juga ditutup.
Menurut surat yang diberikan kepada pejabat terkait disebutkan bahwa pedepokan ini digunakan untuk ritual kungkum [merendam diri], ajaran serupa juga sudah ditutup oleh Pemkot Mojokerto sesuai dengan putusan kejaksaan. Padepokan ini berpedoman pada Kitab Layang Ijo, Pimpinan Padepokan menutup diri, sering menggunakan ritual dengan musik yang mengganggu lingkungan sekitar serta masih banyak lagi keberatan warga. Surat ini ditandatangani ketua RT 1- 4 Rw 7 dan ditandatangani pula ketua RW 7.
Akhirnya disepakati untuk memanggil Kapolsek Sidoarjo. Setelah ditunggu beberapa waktu akhirnya Kapolsek dan stafnya datang dan diadakan dialog yang akhirnya disepakati untuk menyegel tempat tersebut. Tempat tersebut disegel oleh RT dan masyarakat yang disaksikan oleh JAT dan elemen umat Islam lainnya termasuk Kapolsek, Lurah dan Koramil. Penutupan berjalan lancar dan damai.
Menanggapi laporan dan tuntutan dari warga ini, pihak pemilik tanah Harso Wiyono dan keluarga menerima dari tuntutan warga untuk menghentikan aktivitas yang berbau kesyirikan. Sementara Gus Anto selaku pengelola padepokan tidak hadir.
(azmuttaqin/mursidi/arrahmah.com)