(Arrahmah.com) – Saat ini umat Islam sedang berada pada pekan ketiga bulan haram, Dzulqa’dah. Dalam waktu dekat umat Islam akan memasuki bulan haram lainnya, Dzulhijah. Bulan Dzulhijah merupakan bulan yang istimewa bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Pada bulan tersebut terdapat sejumlah ibadah yang khas, seperti haji dan penyembelihan hewan kurban (udhiyah) pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyri’.
Pengertian hewan kurban “udhiyah”
Hewan kurban atau dalam istilah syariat disebut udhiyah adalah hewan ternak (kambing, sapi, kerbau atau unta) yang disembelih pada hari raya Idul Adha (tanggal 10 Dzulhijah) dan hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijah) semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Dalil-dalil pensyariatan hewan kurban “udhiyah”
Penyembelihan hewan kurban disyariatkan berdasarkan dalil-dari dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan ijma’ ulama.
Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala:
(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)
“Maka lakukanlah shalat untuk Rabbmu semata dan sembelihlah hewan ternak!” (QS. Al-Kautsar [108]: 2)
(قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ)
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, penyembelihan hewan kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am [6]: 162-163)
(وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا)
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Ilah yang berhak kalian sembah ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya.” (QS. Al-Hajj [22]: 34)
Syaikh Muhammmad bin Shalih al-Ustaimin berkata: “Ayat ini menunjukkan bahwa penyembelihan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah hal yang disyariatkan dalam semua agama dan atas setiap umat, dan hal ini merupakan bukti yang terang bahwa penyembelihan adalah ibadah dan mengandung maslahat pada setiap zaman, tempat dan umat.”
Adapun dalil disyariatkannya penyembelihan hewan kurban dalam as-sunnah adalah adanya kesesuaian antara sabda, perbuatan dan persetujuan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Di antara sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam yang menunjukkan disyariatkannya penyembelihan hewan kurban adalah:
عَنِ البَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»
Dari Barra’ bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban setelah shalat Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban sebelum shalat Idul Adha, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Adapun barangsiapa menyembelih hewan kurban telah shalat Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 5546)
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: قَسَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِينَا ضَحَايَا، فَأَصَابَنِي جَذَعٌ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ أَصَابَنِي جَذَعٌ، فَقَالَ: «ضَحِّ بِهِ»
Dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam membagi-bagikan hewan kurban untuk disembelih, maka saya mendapat jatah seekor domba yang telah berusia satu tahun. Saya berkata ‘Wahai Rasulullah, saya mendapat jatah seekor domba yang telah berusia satu tahun’. Maka beliau berkata: “Berkurbanlah dengannya!” (HR. Bukhari no. 5547 dan Muslim no. 1965)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak hanya memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban. Beliau sendiri memberi contohkan dengan menyembelih domba dan unta sebagai hewan kurban, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits shahih.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: «ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا»
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkurban dengan dua ekor domba putih yang bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau membaca bismillah dan mengucapkan takbir serta meletakkan telapak kaki beliau pada sisi leher kedua domba tersebut.” (HR. Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: «أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي كُلَّ سَنَةٍ»
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam tinggal di kota Madinah selama sepuluh tahun dan setiap tahun beliau menyembelih hewan kurban.”(HR. Tirmidzi no. 1507 dan Ahmad no. 4955. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hadits shahih)
Para ulama fiqih dalam kitab-kitab mereka telah menyebutkan kesepakatan ulama tentang disyariatkannya menyembelih hewan kurban.
Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata: “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa menyembelih hewan kurban itu disyariatkan.” (Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi, 9/435)
Hukum menyembelih hewan kurban
Para ulama sepakat menyatakan disyariatkannya menyembelih hewan kurban. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang hukum pensyariatannya, apakah wajib ataukah sunnah muakadah?
1. Menyembelih hewan kurban adalah wajib
Pendapat ini dipegangi oleh imam Abu Hanifah, Rabi’ah ar-Ra’yi, Malik bin Anas, Sufyan ats-Tsauri, Al-Awza’i, dan Al-Laits bin Sa’ad.
Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi berkata: “Imam Rabi’ah, Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah dan Al-Awza’i berpendapat menyembelih hewan kurban itu wajib atas setiap orang yang memiliki kelapangan harta, kecuali bagi jama’ah haji di Mina.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/385)
Pendapat ini didasarkan kepada:
a. Firman Allah Ta’ala:
(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)
“Maka laksanakanlah shalat untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan ternak.” (QS. Al-Kautsar [108]: 2)
Mereka mengartikan shalat dalam ayat ini adalah shalat Idul Adha dan menyembelih hewan dalam ayat ini adalah menyembelih hewan kurban. Hukum asal dari perintah Allah adalah wajib.
b. Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا “
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa memiliki kelapangan rizki lalu ia tidak menyembelih hewan kurban, maka janganlah ia mendekati tempat kami shalat!” (HR. Ibnu Majah no. 3123, Ahmad no. 8273, Al-Hakim no. 3468 dan Al-Baihaqi no. 19012. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani)
Sebagian besar ulama hadits menyatakan sanad hadits ini lemah dan yang lebih benar ia bukanlah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam (marfu’), melainkan perkataan Abu Hurairah (mauquf).
c. Hadits:
عَنْ عَامِرٍ أَبِي رَمْلَةَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مِخْنَفُ بْنُ سُلَيْمٍ، قَالَ: وَنَحْنُ وُقُوفٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةً وَعَتِيرَةً، أَتَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ هَذِهِ؟ الَّتِي يَقُولُ النَّاسُ الرَّجَبِيَّةُ»
Dari Amir Abu Ramlah berkata: Mikhnaf bin Sulaim memberitahukan kepada kami dan ia berkata: “Kami sedang melakukan wukuf di Arafah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, lalu beliau bersabda: “Wahai masyarakat, sesungguhnya atas setiap keluarga pada setiap tahunnya ada kewajiban menyembelih hewan kurban (udhiyah) dan menyembelih Atirah. Tahukah kalian apakah Atirah itu? Itulah yang disebut oleh masyarakat sebagai hewan kurban bulan Rajab.” (HR. Abu Daud no. 2788, Tirmidzi no. 1518, Ibnu Majah no. 3125 dan Ahmad no. 17899. Sanad hadits ini lemah karena perawi Abu Ramlah adalah perawi yang majhul. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syaikh Al-Arnauth menyatakan statusnya naik menjadi hasan li-ghairih karena memiliki hadits penguat)
Imam Abu Daud berkata: “Syariat menyembelih hewan kurban di bulan Rajab itu telah mansukh (dihapus, tidak berlaku lagi) dan hadits ini telah mansukh.”
d. Hadits:
عَنْ جُنْدَبٍ، قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ، ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ ذَبَحَ، فَقَالَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ، فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ»
Dari Jundab Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam melaksanakan shalat pada hari raya penyembelihan, kemudian beliau menyampaikan khutbah dan menyembelih hewan kurban. Beliau lalu bersabda: “Barangsiapa menyembelih sebelum shalat Idul Adha, maka hendaklah ia menyembelih hewan ternak lain sebagai gantinya. Dan barangsiapa belum menyembelih (sebelum shalat Idul Adha), maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah.” (HR. Bukhari no. 985 dan Muslim no. 1960)
Dalam hadits ini ada perintah untuk mengulang dan mengganti hewan yang disembelih sebelum dilaksanakannya shalat Idul Adha. Perintah mengulang ini menunjukkan wajibnya menyembelih hewan kurban.
2. Menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakadah
Pendapat ini dipegangi oleh mayoritas ulama, di antaranya imam Syafi’i dan Ahmad.
Imam Ibnu Qudamah al-Hambali berkata:
“Menyembelih hewan kurban adalah sunnah, tidak disukai (makruh) tidak menyembelih bagi orang yang mampu. Mayoritas ulama berpendapat menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah, bukan wajib. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Bilal bin Rabbah dan Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhum. Ia juga menjadi pendapat imam Suwaid bin Ghaflah, Sa’id bin Musayyab, Alqamah, Al-Aswad, Atha’, Syafi’i, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, dan Ibnu Mundzir.” (Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi, 9/435)
Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi berkata:
“Menurut madzhab kami (madzhab Syafi’i) menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah bagi orang yang memiliki kelapangan harta namun tidak wajib, dan ini juga menjadi pendapat mayoritas ulama. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Bilal bin Rabah, Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhum, Sa’id bin Musayyab, Atha’, Alqamah, Al-Aswad, Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, al-Muzani, Daud az-Zhahiri, dan Ibnu Mundzir.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/385)
Para ulama kelompok kedua ini menyatakan bahwa surat Al-Kautsar ayat dua memiliki beberapa penafsiran lain selain penafsiran yang disampaikan oleh ulama kelompok pertama.
Beberapa hadits yang dijadikan dalil oleh ulama kelompok pertama dinyatakan lemah oleh ulama kelompok kedua. Adapun hadits shahih yang dipegangi oleh ulama kelompok pertama sebagai dalil wajibnya menyembelih hewan kurban ditanggapi oleh ulama kelompok kedua bahwa perintah dalam hadits tersebut dipalingkan kepada makna sunnah muakkadah (sunah yang sangat ditekankan dan dianjurkan) berdasar beberapa dalil shahih lainnya.
Ulama kelompok kedua mendasarkan pendapatnya kepada beberapa dalil berikut:
a. Hadits shahih:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا»
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Jika telah masuk sepuluh hari bulan Dzulhijah dan salahs seorang di antara kalian ingin menyembelih hewan kurban, maka janganlah ia menyentuh (mencukur) rambutnya dan jangan pula menyentuh kulitnya (menggunting kukunya).” (HR. Muslim no. 1977)
Dalam riwayat lain:
«إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ»
“Jika kalian telah melihat bulan sabit Dzulhijah dan salah seorang di antara kalian ingin menyembelih hewan kurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 1977)
Dalam riwayat lain:
«إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا، وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا»
“Jika telah masuk sepuluh hari bulan Dzulhijah dan salah seorang di antara kalian memiliki hewan kurban yang ingin ia sembelih, maka janganlah ia mengambil (mencukur) rambutnya dan jangan pula memotong kukunya.” (HR. Muslim no. 1977)
Dalam ketiga riwayat shahih di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam mengaitkan penyembelihan hewan kurban dengan “keinginan” seorang muslim, hal ini menunjukkan penyembelihan hewan kurban adalah atas dasar kerelaan dan niat dari seorang muslim, bukan sebuah kewajiban.
b. Hadits:
عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ضَحَّى اشْتَرَى كَبْشَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، فَإِذَا صَلَّى وَخَطَبَ النَّاسَ أَتَى بِأَحَدِهِمَا وَهُوَ قَائِمٌ فِي مُصَلَّاهُ فَذَبَحَهُ بِنَفْسِهِ بِالْمُدْيَةِ، ثُمَّ يَقُولُ: ” اللهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعًا مِمَّنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ “، ثُمَّ يُؤْتَى بِالْآخَرِ فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ وَيَقُولُ: ” هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ “، فَيُطْعِمُهُمَا جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ وَيَأْكُلُ هُوَ وَأَهْلُهُ مِنْهُمَا، فَمَكَثْنَا سِنِينَ لَيْسَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ يُضَحِّي قَدْ كَفَاهُ اللهُ الْمَئُونَةَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْغُرْمَ،
Dari Abu Rafi’ mawla Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam jika menyembelih hewan kurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk dan putih. Jika beliau telah menunaikan shalat Idul Adha dan menyampaikan khutbah, beliau mendatangi salah seekor domba tersebut, beliau berdiri di tempat shalat dan menyembelihnya sendiri dengan sebilah pisau besar, lalu beliau berdoa: “Ya Allah, hewan kurban ini untuk seluruh umatku yang bersaksi atas keesaan-Mu dan bersaksi atas penyampaian risalah olehku (mengucapkan dua kalimat syahadat).”
Beliau lalu mendatangi domba lainnya dan menyembelihnya sendiri, lalu berdoa: “Ya Allah, hewan kurban ini untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.” Beliau menyerahkan semua daging kedua domba tersebut kepada orang-orang miskin, beliau dan keluarga beliau juga ikut makan dari daging kedua domba tersebut. Maka selama bertahun-tahun tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim (marga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam) yang menyembelih hewan kurban. Allah telah mencukupi Bani Hasyim dengan penyembelihan yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan (menghindarkan mereka dari) hutang.” (HR. Ahmad no. 27190, Al-Bazzar no. 3867, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir no. 920, 2/425 dan Al-Baihaqi no. 19009. Al-Hafizh Nuruddin al-haitsami berkata: Sanadnya hasan)
Hadits ini memiliki penguat dari riwayat Jabir bin Abdullah, Hudzaifah bin Asid, Abu Sa’id al-Khudri, Anas bin Malik dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
c. Hadits:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَبَحَ يَوْمَ الْعِيدِ كَبْشَيْنِ، ثُمَّ قَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا: ” إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، حَنِيفًا مُسْلِمًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ، وَأُمَّتِهِ “
Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam menyembelih dua ekor domba pada hari raya, pada saat menghadapkan kedua domba itu ke arah kiblat untuk disembelih, beliau berdoa: “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah Yang menciptakan langit dan bumi, aku seorang yang beragama lurus dan muslim, dan aku bukan termasuk golongan musyrik. Sesungguhnya shalatku, penyembelihan hewan kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah rabb seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian itulah aku diperintahkan dan aku orang yang pertama berserah diri kepada-Nya. Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah, hewan sembelihan ini untuk-Mu semata dan milik-Mu semata, dari Muhammad dan umatnya.” (HR. Abu Daud no. 2795, Ibnu Majah no. 3121, Ahmad no. 15022, Ad-Darimi no. 1946, Ibnu Khuzaimah no. 2899, Al-Hakim no. 1716, Al-Baihaqi no. 19184 dan lain-lain. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini bisa naik menjadi hasan)
d. Para ulama senior dari generasi sahabat yang sangat mengetahui sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam terkadang tidak menyembelih hewan kurban dengan tujuan masyarakat tidak salah menganggapnya sebagai kewajiban.
Dua orang khulafaur Rasyidin, Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu pernah tidak menyembelih hewan kurban karena khawatir masyarakat yang tidak tahu akan mengira hukum menyembelih hewan kurban itu wajib. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
عَنْ أَبِي سَرِيحَةَ الْغِفَارِيِّ، قَالَ: أَدْرَكْتُ أَبَا بَكْرٍ أَوْ رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا كَانَا لَا يُضَحِّيَانِ فِي بَعْضِ حَدِيثِهِمْ كَرَاهِيَةَ أَنْ يُقْتَدَى بِهِمَا. أَبُو سَرِيحَةَ الْغِفَارِيُّ هُوَ حُذَيْفَةُ بْنُ أُسَيْدٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abu Sarihah al-Ghifari berkata: “Saya mendapati (atau saya melihat) Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyembelih hewan kurban pada sebagian tahun mereka karena tidak ingin jika keduanya (selalu menyembelih hewan kurban setiap tahun) dicontoh dalam hal itu.” Abu Sarihah al-Ghifari adalah Hudzaifah bin Asid, salah seorang sahabat radhiyallahu ‘anhu. (HR. Al-Baihaqi no. 19034)
Dalam riwayat yang lain:
لَقَدْ رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَمَا يُضَحِّيَانِ عَنْ أَهْلِهِمَا خَشْيَةَ أَنْ يُسْتَنَّ بِهِمَا
“Saya telah melihat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyembelih hewan kurban atas keluarganya karena khawatir jika keduanya (selalu menyembelih hewan kurban setiap tahun) dicontoh dalam hal itu.” (HR. Al-Baihaqi no. 19035)
Seorang sahabat veteran perang Badar, Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Anshari radhiyallahu ‘anhu juga melakukan hal yang sama.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَدَعَ الْأُضْحِيَّةَ وَإِنِّي لَمِنْ أَيْسَرِكُمْ؛ مَخَافَةَ أَنْ تَحْسَبَ النَّفْسُ أَنَّهَا عَلَيْهَا حَتْمٌ وَاجِبٌ
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Anshari berkata: “Saya sangat ingin tidak menyembelih hewan kurban, padahal saya termasuk orang yang paling lapang rizkinya di antara kalian, karena saya khawatir ada orang yang menyangka bahwa menyembelih hewan kurban itu kewajiban yang harus.” (HR. AbdurRazzaq no. 8148 dan Al-Baihaqi no. 19039)
Dalam lafal lain:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: إِنِّي لَأَدَعُ الْأَضْحَى وَإِنِّي لَمُوسِرٌ؛ مَخَافَةَ أَنْ يَرَى جِيرَانِي أَنَّهُ حَتْمٌ عَلَيَّ
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Anshari berkata: “Sesungguhnya saya tidak menyembelih hewan kurban, padahal saya orang yang lapang rizkinya, karena saya khawatir tetangga-tetangga saya menyangka bahwa menyembelih hewan kurban itu kewajiban yang harus saya lakukan.” (HR. al-Baihaqi no. 19038)
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan hal serupa dari sahabat Bilal bin Rabbah, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhum
Kesimpulan
-
Menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq disyariatkan berdasar dalil dari Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma’ ulama.
-
Menurut ulama yang menyatakan hukum menyembelih hewan kurban adalah wajib, orang yang memiliki kelapangan rizki namun tidak menyembelih hewan kurban adalah orang yang berdosa karena meninggalkan kewajiban agama.
-
Menurut ulama yang menyatakan hukum menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah, orang yang memiliki kelapangan rizki namun tidak menyembelih hewan kurban adalah orang yang melakukan hal yang dibenci Allah dan Rasul-Nya (perkara makruh).
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)