Oleh : Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra Terorisme-CIIA
(The Community Of Ideoligical Islamic Analyst)
(Arrahmah.com) – Bukan tidak mungkin aksi teror justru pelakunya adalah aparat anti teror. Kita bisa belajar dari kasus teror penembakan di salah satu Mapolsek Sulteng pada bulan Juli 2013. Dan peristiwanya tidak begitu terekspos media, dari penelusuran CIIA didapatkan informasi yang menjadi pelajaran penting bagi semua pihak utk memahami sisi-sisi gelap teror di Indonesia. Polisi sebenarnya telah menemukan pelaku peristiwa teror berupa penembakan di Mapolsek Palu Selatan 17 juli 2013 silam, tak lain adalah oknum Densus 88 yang berinisial YW.
Dikemudian hari Kepolisian daerah Sulawesi Tengah akui dan berargumentasi bila peristiwa penembakan tersebut sebagai bentuk uji kesiagaan Mapolsek setempat terhadap ancaman aksi terorisme. Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Soemarno menyebutkan peristiwa itu sesungguhnya bukan aksi terorisme seperti yang diduga selama ini “Itu bukan aksi terorisme, namun memang hanya sebagai bentuk uji kesiagaan,” tutur Soemarno didepan beberapa awak media.
Berdasarkan penelusuran informasi yang diperoleh CIIA dari lapangan, menyebut kasus itu sebenarnya telah terungkap oleh Polisi pada 18 Juli 2013. Pelaku yang berinisial YW telah berhasil ditangkap oleh personel Brimob yang berinisial R di arena STQ Palu. Namun, agenda mengumumkan keberhasilan penangkapan pelaku diurungkan setelah diketahui Pelaku adalah oknum anggota Densus 88 yang bertugas di Poso. Bahkan sebaliknya anggota Brimob yang berinisial R di ciduk dan dibawa ke Mabes Polri untuk sebuah kepentingan.
Dari fakta ini masyarakat harus sadar bahwa teror dan terorisme sudah mengalami pergeseran sedemikian rupa. Dan betapa bahayanya jika “teror” dilakukan oleh aparat dengan memuntahkan peluru hanya untuk kepentingan memberantas terorisme. Dan alasan “teror” dibuat hanya untuk menjadi triger kesiapan aparat menjadi sangat klise sekali.
Ini menjadi sampel penting, bukan tidak mungkin teror-teror yang menjamur di Indonesia adalah produk dari sebuah “rekayasa” untuk mencapai target-target tertentu.
Harusnya ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat, dan menjadi “amunisi” masyarakat terutama stackholdernya untuk memberi masukan dan kontrol bagi semua institusi negeri ini yang hendak menegakkan keadilan. Keadilan tidak bisa tegak dengan cara-cara yang justru mencederai rasa keadilan.
(arrahmah.com)