JAKARTA (Arrahmah.com) – Persidangan tuntutan terhadap terdakwa kasus terorisme Ustadz Abdullah Sunata telah digelar Rabu (30/03/2011) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Dalam tuntutannya, Jaksa M.Natsir meminta majelis Hakim yang diketuai oleh Suhartoyo, SH agar menghukum Abdullah Sunata dengan pidana penjara selama 15 tahun.
“Oleh karenanya menuntut pidana penjara selama 15 tahun penjara terhadap terdakwa, dikurangi masa tahanan,” kata Jaksa Penuntut Umum M. Natsir.
“Selain itu membebankan terdakwa Abdullah Sunata biaya perkara sebesar sebesar Rp 5.000,” lanjut M.Natsir.
Jaksa M.Natsir mengatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar dakwaaan primer pasal 15 junto pasal 7 UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme UU No.15 Tahun 2003, dakwaaan subsider pasal 13 huruf c undang-undang yang sama.
Jaksa menyebutkan bahwa pertimbangan yang memberatkan karena Abdullah Sunata sebelumnya pernah terlibat kasus terorisme dan dihukum selama tujuh tahun. Selain itu, Jaksa menilai tindakan Abdullah Sunata telah menghalang-halangi aparat penegak hukum dalam memberantas terorisme di Indonesia.
Tuntutan Jaksa berdasarkan BAP, bukan fakta di persidangan
Menanggapi tuntutan penjara 15 tahun tersebut, Ustadz Abdullah Sunata menilai bahwa tuntutan jaksa tidak benar, karena tidak sesuai dengan fakta persidangan. Jaksa hanya mengikuti apa yang ada di dalam Bukti Acara Pemeriksaan (BAP), padahal para saksi dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang tertuang dalam BAP dibawah tekanan baik fisik maupun psikis.
Menurutnya, jaksa juga menuntut berdasarkan faktor namanya yang sudah teropinikan sedemikian rupa dalam media, berdasarkan kebohongan dari BHD, Kapolri sebelumnya yang menyebut dia tanpa data yang benar sebagai tokoh sentral dalam pelatihan Aceh, padahal semua tokoh dalam pelatihan tersebut yang menjadi saksi dipersidangan tidak mengenal dirinya. Termasuk juga opini yang memojokkan dirinya dalam kasus bom buku yang terjadi baru-baru ini.
“Saya merasa ini semua adalah bentuk kedzoliman yang direkayasa antara polisi dan jaksa terhadap para Mujahidin dan aktifis Islam,” kata Ustadz Sunata.
Hal ini sama seperti rekayasa dalam sidang Ustadz Abu Bakar Baasyir dan kawan-kawan yang lainya yang dipaksa mengikuti kemauan polisi, antara lain dipaksa menggunakan pengacara yang ditunjuk polisi, lau mengisolir kawan-kawan yang tidak mau menuruti mereka. lanjutnya.
Ia menambahkan, “Termasuk juga opini tentang penyerangan pada tanggal 17 Agustus saat HUT RI dengan target presiden, pejabat negara, dan tamu-tamu negara, ini pun merupakan fitnah dan bentuk kebohongan dari BHD kepada para Mujahidin dan aktifis Islam, padahal dalam persidangan hal itu tidak terbukti sama sekali.” (voa-islam/arrahmah.com)